Jumat, 13 Maret 2015

Latihan 9

1. Jimmy Raymond Tjhie / 00000008096
  1. Cabang Hukum Internasional HAM:  UDHR ( Universal Declaration of Human Right)
  1. Kita dilahirkan bebas dan setara
  1. Diskriminasi
  1. Hak untuk hidup
  1. Perbudakan
  1. Penyiksaan
  1. Hak di seluruh wilayah
  1. Sama di hadapan hukum
  1. Hak asasi dilindungi hukum
  1. Penahanan tidak adil
  1. Hak untuk diadili
  1. Prasangka tidak bersalah
  1. Privasi
  1. Kebebasan Bergerak
  1. Keamanan hidup
  1. Hak untuk menjadi warga Negara
  1. Menikah dan berkeluarga
  1. Barang pribadi
  1. Kebebasan berpikir
  1. Kebebasan berekspresi
  1. Hak untuk berjumpa dengan seseorang
  1. Hak demokrasi
  1. Hak mendapatkan kehidupan yang layak
  1. Hak pekerja
  1. Hak untuk bermain
  1. Hak untuk tempat berteduh dan makanan
  1. Hak pendidikan
  1. Copyright
  1. Dunia yang adil dan bebas
  1. Tanggung jawab
  1. Tidak ada yang bisa mengambil HAM orang lain


  1. Cabang Hukum Internasional  Ekonomi: UNCTAD(United Nation Conference on Trade and Development)
  • Kebijakan Perdagangan Internasional
  • Kebijakan keuangan / moneter internasional
  • Organisasi dan kerja sama ekonomi internasional
  • Perusahaan internasional
  • Bisnis innternasional
  1. Cabang Hukum internasional tentang laut : UNCLOS (United Nation Convention on the Law Of the Sea)
-air Internal
-Air Teritorial ( 12 Mil)
-Archipelagic ( Laut kepulauan)
-Contiguous zone (24 Mil dari garis pantai)
-Zona Ekonomi Ekslusif ( 200 mil dari garis pantai)
-Continental Shelf
-eksploitasi lautan
-high seas
-memancing dan konservasi  mahluk hidup di high seas
  1. Cabang Hukum Internasional Udara : Konvensi Chicago 7 Desember 1944
-Hak melintas
-kebangasan pesawat
-fasilitas navigasi udara
-standar penerbangan international
-struktur organisasi ICAO (International Civil Aviation Organization)
-Transportasi Udara international ( bandara dan fasilitas navigasi udara)


  1. Cabang Hukum Internasional Humaniter: konvensi Den haag dan hukum Geneva
  •  Penyelesaian Damai atas Sengketa Internasional
  •  Pembatasan Penggunaan Kekuatan untuk Penagihan Utang Kontrak
  •  Pembukaan Permusuhan
  •  Hukum dan Kebiasaan Perang Darat
  •  Hak dan Kewajiban Negara dan Orang Netral Bilamana Terjadi Perang Darat
  •  Status Kapal Dagang Musuh Ketika Pecah Permusuhan
  • Konversi Kapal Dagang Menjadi Kapal Perang
  • Penempatan Ranjau Kontak Bawah Laut Otomatis
  • Pemboman oleh Pasukan Angkatan Laut di Masa Perang
  • Penyesuaian Prinsip-prinsip Konvensi Jenewa terhadap Perang Laut
  • Pembatasan Tertentu Menyangkut Pelaksanaan Hak Menangkap dalam Perang Laut
  • Pendirian Pengadilan Hadiah Internasional (Tidak diratifikasi]
  • Hak dan Kewajiban Negara Netral dalam Perang Laut
Hukum Geneva
  • Perbaikan Keadaan Anggota angkatanBersenjata yang terluka dan sakit didarat
  • Perbaikan keadaan Anggota angkatan bersenjata yang terluka dan sakit dan karam di laut
  • Perlakuan terhadap tawanan perang
  • Perlindungan orang sipil di masa perang

2. Chelsea Timotius
1.      – Hukum Udara Internasional :
Dubai (ANTARA News/Reuters/WAM) - Empat orang tewas ketika sebuah pesawat penumpang kecil menuju ke Riyadh jatuh tak lama setelah lepas landas dari bandara Al Ain, di Uni Emirat Arab, Ahad, menurut kantor berita negara.
Pihak berwenang penerbangan sipil UAE mengatakan, jet tersebut, sebuah Grumman 21T, lepas landas tak lama setelah pukul 16:00 waktu setempat, namun berbelok ke kiri dan jatuh di landas pacu itu.
Pesawat tersebut hancur akibat kecelakaan itu dan pada akhirnya terbakar, menurut beberapa pernyataan.
Belum diketahui secara pasti sebab-sebab terjadinya kecelakaan itu, dan penyelidikan sedang dilakukan.
Sementara itu dari Abu Dhabi, Kantor Berita UAE, WAM, mengatakan, pihak Otoritas Umum Penerbangan Sipil (GCAA) membenarkan bahwa pesawat "Grumman 21T" jatuh pada Ahad malam di Bandara Al Ain.
Pihak layanan dinas kebakaran dan penyelamatan bandara segera melakukan pertolongan, dan tempat kejadian kemudian ditutup oleh kepolisian Al Ain.
Satu tim penyelidikan kecelakaan udara GCAA diberangkatkan ke tempat kejadian, untuk melakukan penyelidikan kecelakaan.

-Hukum Hak Asasi Manusia Internasional :
Konflik kemanusiaan di Yugoslavia juga tidak terlepas dari pelanggaran kemanusiaandan terhadap hukum humaniter. Berbagai pelanggaran yang dilakukan bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam konvensi Jenewa. Adapun beberapa individu yang melakukan kejahatan perang tersebut yaitu Zlatko Aleksovski(komandan penjara), Jenderal Tihomir Blaskic (komandan dewan pertahanan kroasia), AntoFurundzija (komandan lokal), Mario Cerkez (mantan komandan), Drago Josipovic (tentaraHVO), Dario Kordic (pemimpin Regional), dan masih banyak lagi yang diduga kerasmelakukan pelanggaran HAM
-Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional :
Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan Iran dalam perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis. Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki.
Cara Penyelesaian :
Dewan Keamanan PBB mengambil hak veto. Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan militer Negara Negara Arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan. Pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan Presiden Bush menyatakan perang selesai.
-Hukum Pertanggungjawaban Negara Internasional :
Kasus Chorfu Cannel dimana pengadilan menyatakan Albania dianggap mengetahui dan seharusnya mengetahui adanya ranjau laut di teritorialnya, namun tidak memberikan peringatan pada negara yang melintas di perairannya.
Dalam kaitannya dengan Indonesia, kelalaian atau kegagalan untuk menjaga atau memelihara keamanan dan keselamatan pelayaran internasional di selat malak akan melahirkan pertanggungjawaban internasional.
-Hukum Penentuan Nasib Sendiri :
Pada hari Minggu, tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, Parlemen Kosovo secara unilateral mendeklarasikan kemerdekaannya serta menetapkan Hashim Taci sebagai Perdana Menteri dan Fatmir Sejdiu sebagai Presiden. Kemerdekaan secara sepihak ini, kemudian menimbulkan polemik dan reaksi yang bermacam-macam (pro dan kontra), bahkan menimbulkan perpecahan di kalangan negara-negara yang duduk sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, padahal, kesatuan sikap sangat dibutuhkan untuk memutuskan status final dari Kosovo.
Di dalam negara Serbia, kemerdekaan Kosovo justru telah menimbulkan masalah baru, yaitu timbulnya gejolak berupa protes hingga aksi kekerasan yang menolak kemerdekaan tersebut. Hal itu, misalnya, terjadi di wilayah yang didominasi oleh etnis Serbia seperti di Mitrovica, di mana dua granat tangan dilemparkan ke sebuah gedung pengadilan PBB dan kemudian meledak. Sementara yang satunya dilemparkan ke arah sebuah rumah misi Uni Eropa yang baru, tapi meleset. Kemudian di Belgrade, para demonstran yang berkisar 1.000 orang telah melempari dengan batu dan merusak jendela-jendela Kedutaan Besar Amerika.
Kosovo yang merupakan provinsi Yugoslavia/Serbia itu berpenduduk 2,1 juta, terdiri dari 90% etnis Albania yang Muslim, 5,3% etnis Serbia yang Katholik Ortodoks, selebihnya etnis Bosnia dan minoritas lan. Selama bertahun-tahun, etnis Albania merasa didiskriminasi oleh Pemerintah Serbia di Belgrade, menjadi sasaran kekerasan dan tindakan represif. Perkembangan situasi ini mendorong terjadinya perang antara kelompok etnis Albania yang menamakan diri “Kosovo Liberation Army” (KLA) melawan pasukan Yugoslavia yang dengan kekuatan militer ingin mencegah Kosovo memisahkan diri. Perang tahun 1996-1998 dapat dihentikan dengan kampanye pengeboman NATO secara besar-besaran terhadap sasaran-sasaran Yugosalvia, dengan tujuan sebagaimana juru bicara NATO “Serbs out, peacekeepers in, refugees back”.
Keterlibatan Dewan Keamanan PBB baru terjadi dalam masalah Kosovo dengan diadopsinya Resolusi 1244 (1999) pada 10 Juni 1999, yang menempatkan Kosovo di bawah administrasi PBB dengan tugas membentuk pemerintahan sementara untuk Kosovo, agar rakyat Kosovo mendapat otonomi luas dan “self-government” di Kosovo dalam Republik Federal Yugoslavia, sementara penyelesaian final atas kasus Kosovo belum ditentukan. Resolusi tidak menyebut bentuk penyelesaian final atas masalah Kosovo, tetapi hanya memutuskan, solusi politik atas krisis Kosovo harus mempertimbangkan kedaulatan dan integritas territorial Republik Federal Yugoslavia.
Status final Kosovo dirintis melalui negosiasi yang dimulai tahun 2006 di bawah pimpinan Utusan Khusus Sekjen PBB Martti Ahtisaari, mantan fasilitator Perundingan Helsinki mengenai Aceh. Negosiasi amat alot karena kedua pihak, Serbia dan Kosovo bersikukuh pada posisinya, yakni Serbia hanya bisa menerima otonomi luas bagi Provinsi Kosovo, sedangkan Kosovo hanya bisa menerima kemerdekaan Kosovo. Akhirnya, tanggal 26 Maret 2007, kepada Dewan Keamanan PBB, Ahtisaari melaporkan, perundingan mengalami kemacetan. Namun, ia menyampaikan draf penyelesaian status Kosovo yang mengusulkan agar Kosovo diberi kemerdekaan di bawah supervisi sementara Uni Eropa dengan angkatan perang NATO dan polisi Eropa. Usulan ini ditolak Rusia dan China. Karena itu, Dewan Keamanan tidak dapat menyetujui usulan Ahtisaari. Upaya selanjutnya, perundingan langsung antara Serbia dan Kosovo diupayakan dalam waktu 120 hari yang difasilitasi “Troica Contact Group” (Amerika Serikat, Rusia dan Uni Eropa). Hasil perundingan dilaporkan oleh Sekjen kepada Dewan Keamanan PBB pada 19 Desember 2007. Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa di Dewan Keamanan menyatakan perundingan telah gagal dan mendesak agar status akhir Kosovo segera diputuskan. Sedangkan Rusia, China, Ghana, Kongo, Panaman dan Afrika Selatan menyarankan agar perundingan diteruskan. Namun, Amerika Serikat, Inggris dan negara-negara Barat lain menolak. Perkembangan ini berujung pada deklarasi kemerdekaan Kosovo yang didukung oleh Amerika Serikat dan beberapa negara Uni Eropa, tetapi ditolak antara lain oleh Rusia, China, beberapa negara Uni Eropa dan Vietnam.
Berdasarkan hukum internasional, Serbia sebagai negara berdaulat mempuyai hak untuk menumpas gerakan separatisme yang terjadi di Kosovo. Namun tindakan represif yang dilakukan oleh pemerintah Serbia terhadap etnis Muslim Albania di Kosovo kemudian mengundang intervensi internasional (dalam hal ini NATO, PBB dan Uni-Eropa). Tindakan represif yang bertentangan dengan norma hukum HAM internasional maupun hukum humaniter inilah yang kemudian memicu terjadinya disintegrasi negara yang berujung pada dideklarasikannya kemerdekaan Kosovo atas Serbia.
Tindakan-tindakan represif dalam wujud diskriminasi, sesungguhnya bukan merupakan sesuatu hal yang baru. Hal tersebut, misalnya pernah terjadi di Afrika Selatan ketika pemerintahan kulith putih yang berkuasa menerapkan kebijakan diskriminatif berdasarkan atas pembedaan warna kulit (“apartheid”). Golongan kulit hitam yang menjadi korban dari kebijakan tersebut, kemudian berjuang untuk mendapatkan kesetaraan (“equality”). Dihubungkan dengan apa yang terjadi di Kosovo, apabila dasar persoalannya adalah masalah tindakan diskriminasi dari pemerintah Serbia, maka yang harus diperjuangkan adalah masalah kesetaraan (seperti halnya yang terjadi di Afrika Selatan). Hal ini justru sejalan dengan ketentuan atau prinsip-prinsip dasar hukum (HAM) internasional, yaitu setiap individu memiliki HAM yang sama tanpa membedakan agama maupun latar belakang etnis yang dimilikinya. Apalagi Serbia sebagai anggota PBB memiliki kewajiban hukum (“legal obligation”) yang bersifat wajib (“mandatory”) untuk melindungi HAM (khususnya terhdap etnis minoritas Muslim Albania) sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam Piagam PBB. Hal itu misalnya telah dinyatakan dalam bagian Preambul dari Piagam PBB.
Anggota PBB yang terus menerus mengadakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Piagam PBB dapat diusir keanggotaannya oleh Majelis Umum PBB atas rekomendasi Dewan Keamanan berdasarkan Pasal 6 Piagam PBB. Sanksi ini merupakan cara terakhir yang diambil jika suatu negara selalu membangkang dan terus menerus mengabaikan kewajiban internasional. Sanksi mengenai pengusiran ini telah diterapkan dalam tahun 1992 terhdap Yugoslavia (Resolusi 47/1) yang isinya sebagai berikut: “Yugoslavia yang terdiri dari Serbia dan Montenegro tidak dapat meneruskan keanggotaannya di PBB dan harus mengajukan lagi keangotaannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Piagam dan tidak lagi dapat ikut serta dalam persidangan.”
Tindakan untuk memerdekakan diri Kosovo atas Serbia, di satu sisi, dapat dipahami sebagai bentuk kekecewaan atau rasa frustasi dari etnis Muslim Albania atas perlakuan sewenang-wenang pemerintah Serbia. Namun, tindakan tersebut akan bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hukum internasional yang melarang pembentukan negara di dalam negara, karena hal itu merupakan preseden yang dapat membahayakan prinsip-prinsip keutuhan wilayah (“territorial integrity”) dan kemerdekaan politik (“political independence”) dari negara. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka kenyataan yang terjadi di Kosovo sesungguhnya merupakan tindakan separatisme yang jelas-jelas dilarang oleh hukum internasional. Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Serbia tidak dapat digunakan sebagai alasan pembenar (“justification”) bagi etnis Muslim Kosovo untuk memerdekakan diri dari Serbia. Oleh karena itu, secara yuridis pendirian negara Kosovo adalah tidak sah dan bertentangan dengan hukum internasional.
Kemerdekaan juga tidak dapat ditentukan berdasarkan rekayasa secara ekstern berupa “pemaksaan” oleh pihak-pihak dari luar. Dalam kasus Kosovo terlihat, bahwa negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris dan beberapa negara Uni Eropa telah melakukan tindakan “unilateralisme kolektif” dengan mendukung kemerdekaan Kosovo. Tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional, khususnya terhadap Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB secara jelas mengatur bahwa negara-negara anggota PBB dalam kaitannya dengan hubungan-hubungan internasional harus menahan diri (“shall refrain”) dari mengancam atau menggunakan kekerasan terhadap keutuhan wilayah (“territorial integrity”) atau kemerdekaan politik (“territorial independence”) suatu negara.
Di samping itu, tindakan “unilateral kolektif” juga merupakan tindakan yang dapat mengurangi kredibilitas PBB sebagai organisasi internasional yang mempunyai wewenang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berpotensi akan menimbulkan ancaman terhadap stabilitas dan keamanan internasional. Namun, disadari atau tidak, terkait dengan kasus di Kosovo, sesungguhnya PBB telah “dilemahkan” oleh ulah beberapa negara anggotanya sendiri yang memilih sikap sendiri-sendiri di luar kerangka PBB.
Dalam kaitan ini, seharusnya Dewan Keamanan PBB dapat menggunakan kewenangannya untuk menyelesaikan masalah Kosovo, namun mekanisme “veto”  dalam pengambilan keputusan seringkali digunakan oleh negara-negara besar (“the big five”), yaitu: Amerika Serikat, China, Inggris, Prancis dan Rusia, dalam rangka kepentingan politiknya, bukan demi kepentingan yang lebih besar.
Berkaitan dengan pengakuan terhadap kemerdekaan Kosovo, Menteri Luar Negeri Indonesia, Hassan Wirajuda, menyatakan bahwa pemerintah tak terburu-buru untuk menyatakan dukungan atas kemerdekaan Kosovo. Selain akan melihat perkembangan kondisi negara pecahan Serbia itu, pemerintah dilematis jika mengakui  Kosovo. “Memang ada dilemanya dari masalah Kosovo. Di satu sisi, kita berharap semua negara menghormati prinsip keutuhan dan kedaulatan nasional, separatisme kita tak toleransi. Sebab itu bertentangan dengan prinsip kehormatan dan kedaulatan”, ujar Hassan kepada pers seusai rapat koordinasi di Kantor Departemen Keuangan, Jakarta, Kamis, 21 Februari 2008


2.      –Hukum Udara Internasional
Konvensi Paris 13 Oktober 1919v Pada tanggal 13 oktober 1919, di paris ditandatangani konvensi internasional mengenai navigasi udara yang telah disiapkan oleh suatu komosi khusus yang dibentuk oleh dewan tertinggi Negara-negara sekutu. Konvensi paris tersebut merupakan upaya pertama pengaturan internasional secara umum mengenai penerbangan udara. Disamping itu Negara-negara pihak juga diizinkan membuat kesepakatan-kesepakatan bilateral diantara mereka dengan syarat mematuhi prinsip-prinsip yang dimuat dalam konvensi. Terhadap Negara-negara bekas musuh, pasal 42 konvensi paris memberikan persyaratan bahwa Negara-negara tersebut hanya dapat menjadi Negara pihak setelah masuk menjadi anggota pada Liga Bangsa-Bangsa (LBB) atau paling tidak atas keputusan dari ¾ Negara-negara pihak pada konvensi. Pada tahun 1929, setelah direvesi dengan protocol 15 juni 1929 yang bertujuan untuk menerima keanggotaan jerman dalam LBB, konvensi paris 1919 betul-betul menjadi konvensi yang bersifat umum karena sejak mulai berlakunya protocol tersebut tahun 1933,53 negara telah menjadi pihak. Perubahan tersebut dilakukan oleh komisi Internasional Navigasi Udara dalam sidangnya di paris tanggal 10-15 juni 1929. Rezim baru tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
• Negara-negara bukan pihak pada konvensi 1919 dapat diterima tanpa syarat apakah Negara-negara tersebut ikut serta atau tidak dalam perang dunia
1.      • Tiap-tiap Negara selanjutnya dapat membuat kesepakatan-kesepakatan khusus dengan Negara-negara yang bukan merupakan pihak pada konvensi dengan syarat bahwa kesepakatan-kesepakatan tersebut tidak bertentangan dengan hak-hak pihak-pihak lainnya dan juga tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip umum konvensi.
2.      • Protocol 1929 meletakkana prinsip kesama yang absolute bagi semua Negara dalam komisi internasional. Masing-masing Negara pihak tidak boleh lebih dari dua wakil dalam komisi dan hanya memiliki satu suara. Konvensi Chicago 1944v Konferensi Chicago membahas 3 konsep yang saling berbeda yaitu:
 • Konsep internasionalisasi yang disarankan australi dan selandia baru.
 • Konsep amerika yang bebas untuk semua. Konsep persaingan bebas atau free enterprise.
• Konsep intermedier inggris yang menyangkut pengaturan dan pengawasan. Setelah melalui pendebatan yang cukup panjang dan menarik akhirnya konsep inggris diterima oleh konferensi. Pada akhir konverensi sidang menerima tiga insrtumen yaitu :  Konvensi mengenai penerbangan sipil internasional§  Persetujuan mengenai transit jasa-jasa udara internasional§  Persetujuan mengenai alat angkutan udara internasional.§ Konvensi Chicago 7 desember 1944 mulai berlaku tanggal 7 april 1947. Uni soviet baru menjadi Negara pihak pada tahun 1967. Konvensi ini membatalkan konvensi paris 1919, demikian juga konvensi inter amerika Havana 1928. Seperti konvensi paris 1919, konvensi Chicago mengakui validitas kesepakatan bilateral yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Sekarang ini jumlah kesepakatan-kesepakatan tersebut sudah melebihi angka 2000.

-Hukum Hak Asasi Manusia Internasional :
UUD 1945
Pasal 27 sampai dengan pasal 31 tentang HAM. Pasal-pasal penambahanya diatur dalam pasal 28A sampai dengan pasal 28J.
Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998
Melalui ketetapan ini, MPR menugaskan lembaga-lembaga tinggi Negara serta seluruh apartur pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan permasalahan mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat. DPR dan Presiden ditugaskan ubtuk meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HAM, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.  Di Indonesia telah terbentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berdasarkan Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993, meliputi :

1)       Hak untuk Hidup

2)     Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan

3)     Hak Mengembangkan Diri

4)     Hak Memperoleh Keadilan

5)     Hak Kemerdekaan

6)     Hak atas Informasi

7)      Hak Keamanan

8)      Hak Kesejahteraan
UU Nomor 39 Tahun 1999
Menurut UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, yang ditetapkan DPR tanggal 8 September 1999 disebutkan bahwa hak asasi manusia dikelompokkan menjadi sepuluh kelompok, yaitu :

1)       Hak untuk hidup,

2)     Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan,

3)     Hak mengembangkan diri,

4)     Hak memperoleh keadilan,

5)     Hak atas kebebasan pribadi,

6)     Hak rasa aman,

7)      Hak atas kesejahteraan,

8)      Hak turut serta dalam pemerintahan,

9)     Hak wanita,

10)  Hak anak.

-Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional :
Negara negara yang menghadapi sengketa diharuskan menyelesaikan sengketa yang mereka hadapi dalam ketentuan yang diharuskan UNCLOS 1982. Untuk itu pasal 287 UNCLOS 1982 mengatur tentang alternative dan prosedur  pnyelesaian sengketa bagi Negara-negara yang berhubungan dengan wilayah atau zona kelautan. Ada dua bentuk alternative penyelesaian sengketa dimana Negara-negara diberi kebebasan memilih bentuk penyeesaian mana yang mereka anggap palig tepat dalam sengketa yang dihadapi. Adapun bentuk alternative penyelesaian sengketa dalam kerangka UNCLOS 1982 adalah penyelesaian sengketa secara damai dan penyelesaian sengketa dengan prosedur wajib (
Compulsory Settlement)
. UNCLOS (United Nation Conference on the Law of the Sea) adalah suatu badan PBB yang bertugas mengatur kewenanga suatu Negara akan wilayah laut
-Hukum Pertanggungjawaban Negara Internasional :
Komisi Hukum Internasional (International Law Commission, ILC) telah membahas persoalan tanggung jawab negara ini sejak tahun 1956 namun baru pada tahun 2001 berhasil merumuskan rancangan Pasal-pasal tentang Tanggung Jawab Negara karena Perbuatan yang Dipersalahkan menurut Hukum Internasional (draft Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts, selanjutnya dalam tulisan ini disebut “Artikel”) yang kemudian diedarkan oleh Majelis Umum PBB. Dalam Resolusi A/RES/ 59/35 (2004) Majelis Umum mengundang negara-negara anggota PBB untuk memberi tanggapan tentang langkah selanjutnya dan memutuskan untuk mempertimbangkan masalah itu kembali pada tahun 2007.
 Hukum internasional tentang tanggung jawab negara adalah hukum internasional yang bersumber pada hukum kebiasaan internasional. Ia berkembang melalui praktik negara-negara dan putusan-putusan pengadilan internasional. ILC menerima seluruh Artikel secara aklamasi. Pengadilan-pengadilan internasional bahkan telah sejak lama mengutip dan menyetujui rancangan Artikel yang dibuat oleh ILC, sehingga kalaupun rancangan Artikel itu tidak menjelma sebagai konvensi, dapat dipastikan bahwa ia akan tetap berpengaruh besar pada pengadilan-pengadilan internasional itu. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 38 Ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional (International Court of Justice), praktik demikian akan semakin memperkuat kedudukan hukum kebiasaan internasional (yang mengatur tentang pertanggungjawaban negara) sebagai sumber primer hukum internasional.
-Hukum Penentuan Nasib Sendiri :
Pasal 1 ayat (2) Piagam PBB; Pasal 1 ayat (1) “International Covenant on Civil and Political Rights” dan “International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights”; Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1514 (XV) 14 Desember 1960 tentang Deklarasi Pemberian Kemerdekaan kepada Bangsa dan Negara Terjajah; Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2625 (XXV) 24 Oktober 1970 mengenai Deklarasi tentang Prinsip-prinsip Hukum Internasional tentang Kerjasama dan Hubungan Bersahabat di antara Negara-negara dan Hubungan Bersahabat sesuai dengan Piagam PBB.
 
3. Arina Sondang, 00000010318
A. HUKUM LAUT
1. Pengantar
• Hukum Laut merupakan cabang Hukum Internasional
• Hukum Laut sangat menonjol karena 70% permukaan bumi adalah laut
• Hukum Laut tidak hanya mengurusi apa yang ada di permukaan laut saja, tetapi juga yang ada di dalam dan dasar laut.
2. Definisi dan Peranan Laut
Definisi
Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi. (Fisik)
Laut adalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas di seluruh permukaan bumi. (Hukum)
Peranan
Merupakan jalan raya yang menghubungkan seluruh pelosok dunia. (Komersial dan strategis)
Merupakan sumber makanan bagi manusia dan sumber mineral
3. Pentingnya Hukum Laut
• Laut merupakan sarana yang penting dalam hubungan antar bangsa, maka hukum laut internasional juga penting.
• Laut hanya dapat dimanfaatkan oleh kendaraan kapal.
4. Laut Lepas
• Laut dibagi atas beberapa zona, paling jauh adalah laut lepas.
• Laut lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam ZEE, dalam laut teritorial atau dalam perairan pedalaman suatu negara atau dalam perairan kepulauan suatu negara kepulauan.
• Jadi laut lepas terletak jauh dari pantai yaitu bagian luar ZEE.
A. Prinsip Kebebasan
Dapat dipergunakan oleh negara manapun
Baik negara berpantai ataupun tidak berpantai
Kebebasan-kebebasan tersebut adalah :
1. Kebebasan berlayar
2. Kebebasan penerbangan
3. Kebebasan memasang kabel dan pipa bawah laut
4. Kebebasan menangkap ikan
5. Kebebasan riset ilmiah.
Bagaimana keterkaitan kebebasan dengan :
Perang
Kesamaan hak
Ujicoba nuklir
B. Dasar Lahirnya Prinsip Kebebasan
The sea like the air is common to all mankind. (Celsius, Italia)
The sea is open to everybody by nature. (Ulpian, Italia)
Penemuan daerah baru abad XVI dan XVII
Protes Inggris
Doktrin Grotius :
Laut sebagai unsur bergerak yang cair.
Hukum alam
Perubahan sikap Inggris
Abad XVIII
C. Natur Yuridik Laut Lepas
1. Res Nullius
2. Res Communis
Akibat negatif dari kedua hal tersebut adalah negara-negara dapat berbuat semaunya sendiri.
Maka solusi yg terbaik adalah menganggap laut lepas sbg domaine publik internasional. Yang diutamakan disini adalah sifat kegunaan laut tersebut untuk kepentingan bersama masyarakat internasional.
Status Hukum Kapal di Laut Lepas
Perlu dibedakan antara kapal publik dan swasta
Kapal harus mempunyai kebangsaan suatu negara.
A. Perbedaan Kapal Publik dan Kapal Swasta
1. Kapal Publik
a. Kapal Perang
Kapal yang dimiliki oleh angkatan bersenjata suatu negara yang memakai tanda-tanda luar yang menunjukkan ciri khusus kebangsaan kapal tersebut di bawah komando seorang perwira yang diangkat untuk itu oleh pemerintah negaranya dan yang namanya terdapat di dalam daftar dinas militer atau daftar serupa dan yang diawaki oleh awak kapal yang tunduk pada disiplin angkatan bersenjata reguler.
b. Kapal Publik Non-Militer
c. Kapal Organisasi Internasional
2. Kapal Dagang (Swasta)
B. Wewenang Penuh Negara Bendera
Pada dasarnya kapal-kapal tunduk pada peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan negara bendera.
Kapal yang memakai bendera suatu negara harus tunduk pada yurisdiksi eksklusif negara itu di laut lepas.
Apa faedahnya ?
Terkait perbuatan melawan hukum di atas kapal
Terkait transaksi yang terjadi di atas kapal
Wewenang Teritorial
Floating portion of the flage state.
Kapal diasimilasikan dengan wilayah negara. ex: Kasus Lotus
Ini juga dikarenakan tidak adanya suatu kekuasaan internasional di laut lepas.
Prinsip tersebut tidak berlaku di semua tempat. Hanya berlaku di laut lepas saja.
Kecuali kapal publik, mempunyai kekebalan artinya tetap tunduk pada negara bendera.
C. Akibat Wewenang Eksklusif Negara Bendera
• Adanya ikatan hukum dengan negara benderanya agar dengan ketentuan-ketentuan hukumnya dapat mengawasi kapal-kapal tersebut.
• Bila suatu kapal sudah mempunyai kebangsaan, kapal tersebut akan dapat dilindungi oleh negara bendera dan juga ikut menikmati ketentuan-ketentuan yang dibuat negara bendera dengan negara-negara lain.
• Pemberian Kebangsaan=>Hubungan yang substansiil antara negara dan kapal yang memakai benderanya.
• Bukti Kebangsaan
Kapal perang cukup benderanya saja.
Bukan kapal perang harus menunjukkan bukti-bukti
C.Pengawasan di Laut Lepas
• Perlu dilakukan untuk menjamin kebebasan penggunaan laut.
• Dilakukan oleh kapal-kapal perang.
• Pengawasan umum
- Pemeriksaan kapal
• Pengawasan khusus
a. Pemberantasan Perdagangan Budak Belian
b. Pemberantasan bajak laut
c. Pengawasan penangkapan ikan
Hak-hak di Laut Lepas
1. Hak Pengejaran Seketika
2. Hak Bela Diri
- Kasus Virginius
- Kasus di Perancis
- Kasus Kuba
5. Landas Kontinen
• Pengertian dari segi Geologis
• Pengertian dari segi Hukum
• Praktek negara sebelum 1958
• Konvensi Jenewa 1958 tentang Landas Kontinen
• Ketentuan konvensi 1982
• Delimitasi Landas Kontinen
• UU No. 1 Tahun 1973 Landas Kontinen di Indonesia
6. Zona Ekonomi Eksklusif
• Historis
• Lebarnya Zona Ekonomi Eksklusif
• Prinsip-prinsip hukum Zona Ekonomi Eksklusif
• Delimitasi Zona Ekonomi Eksklusif


B. HUKUM UDARA
Pendahuluan
• Hukum udara merupakan salah satu cabang hukum internasional yang relatif baru.
• Awalnya banyak yg berpendapat bahwa ruang udara mempunyai status yang analog dengan laut.
• Lalu muncul pendapat yang menyatakan bahwa antariksa=laut lepas.
Dalil Hukum Romawi
Cujus est solum, ejus est usque ad coelum.
Artinya :
Barangsiapa yang memiliki sebidang tanah dengan demikian juga memiliki segala-galanya yang berada di atas permukaan tanah tersebut sampai ke langit dan segala apa yang berada di dalam tanah.
Dasar Hukum Lain
• Konvensi Paris 1919
Negara mempunyai kedaulatan penuh atas ruang udara di atas wilayah daratan dan laut teritorialnya sampai ketinggian tidak terbatas.
• Konvensi Chicago 1944
Negara mempunyai kedaulatan, sempurna dan eksklusif atas ruang udaranya.
Kebebasan Udara
1. Kebebasan Dasar :
a. Hak lintas damai
b. Hak mendarat teknik
2. Kebebasan Komersial
a. Hak menurunkan di semua negara
b. Hak menaikkan untuk selanjutnya menuju negara asal pesawat
c. Hak untuk menaikkan di semua negara dan menurunkan di negara lainnya.
Delimitasi
• Terdapat kesulitan untuk menentukan pemilikannya karena tidak adanya delimitasi vertikal.
• Delimitasi horizontal juga tidak diatur.
Pesawat Udara
• Definisinya adalah sebagai yang dapat menggerakkan benda di udara.
• Status pesawat udara tergantung dari sifatnya atau fungsinya, apakah pesawat publik atau sipil.
• Untuk melakukan penerbangan internasional harus mempunyai kebangsaan tertentu.
Pesawat Udara
• Fungsi nya :
a. Tanggung jawab
b. Kepentingan perlindungan
c. Kejadian/perbuatan hukum
• Mengenai kebebasan udara yang dimiliki oleh semua jenis pesawat udara hanya ada di ruang udara internasional.
Kategori Pesawat Udara
1. Pesawat Udara Sipil :
• Yang tidak melakukan pengangkutan komersial mendapat kebebasan transit tanpa mendarat dan kebebasan mendarat dengan tujuan non komersial.
• Namun kebebasan tersebut hanya dapat dinikmati jika telah mendapat izin sebelumnya dari negara yang dilintasi.
Suatu negara dapat melarang pesawat udara untuk melintas terhadap sebagian atau seluruh wilayah negara dgn syarat tidak diskriminatif.
2. Pesawat Udara yang melakukan pengangkutan komersial. (non reguler)
• Menikmati kedua kebebasan tersebut.
• Mendapatkan kemudahan untuk melakukan pendaratan komersial.
3. Pesawat Udara yang melakukan pengangkutan (reguler)
• Tiga kebebasan komersial :
a. Hak menurunkan di semua negara
b. Hak menaikkan untuk selanjutnya menuju negara asal pesawat
c. Hak untuk menaikkan di semua negara dan menurunkan di negara lainnya.
4. Pesawat Cabotage
Pesawat komersial yg melakukan penerbangan dalam suatu wilayah negara. Namun jika dilakukan oleh pesawat asing maka harus jelas.
5. Pesawat Publik
Pesawat Publik tidak menikmati satu pun kebebasan mengenai hak lintas damai. Jadi pesawat publik dapat melintasi suatu wilayah jika telah mendapatkan ijin dari negara yang akan dilintasi.
Pelanggaran Kedaulatan
• Pelanggaran terhadap kedaulatan udara selain dilakukan oleh pesawat sipil juga dilakukan oleh pesawat militer.
• Negara yang kedaulatannya dilanggar dapat menyergap pesawat asing tersebut.
• Jika dilakukan oleh pesawat sipil, penyergapan tidak boleh menggunakan tindakan balasan tanpa batas.


C. HUKUM RUANG ANGKASA
• Ruang Angkasa juga dilandasi dari dua prinsip yaitu tidak dapat dimiliki dan kebebasan penggunaan.
• Ketiadaan batas yang jelas antara ruang udara dan antariksa menyebabkan pelaksanaan prinsip tidak dapat dimiliki ini menjadi sulit.
• Prinsip tidak dapat dimiliki menyebabkan antariksa dapat dipergunakan secara bebas.
Status Bulan dan Benda Langit
• Benda langit adalah benda-benda natural dan solid yang terdapat di antariksa, seperti planet dan satelit.
• Adanya prinsip penggunaan damai, maka melarang penggunaan bulan dan benda-benda langit lainnya untuk melakukan ancaman dan penggunaan kekerasan.
• Benda-benda alamiah dan sumber-sumber alamnya merupakan milik bersama umat manusia.


Pengaturan Kegiatan Antariksa
• Kegiatan di antariksa sejak semula selalu mengutamakan kerja sama.
• Kegiatan eksplorasi dan pemanfaatan antariksa harus didasarkan prinsip kerja sama dan saling membantu.
• Tiap negara bertanggung jawab atas kegiatan spatial yang dilakukan dari wilayahnya.
• Pada dasarnya tiap negara bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi.
• Kerusakan itu bisa terjadi di permukaan bumi atau terjadi di luar permukaan bumi.
Kepentingan Indonesia
• Didasarkan atas upaya untuk menjaga keutuhan wilayah Indonesia
• Indonesia telah menjadi negara pihak dalam Konvensi Chicago.
• UU Nomor 15 Tahun 1992
• UU Nomor 6 Tahun 1996
• Perjuangan Indonesia dalam rangka memperoleh kedaulatan atas GSO


D. HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL
Dalam pengaturan nasional, regional dan dunia hubungan- hubungan ekonomi transnasional acapkali dibedakan antara 5 kategori utama transaksi-transaksi internasional:
  1. pergerakan barang-barang secara lintas batas negara (international movement of goods) atau biasa disebut dengan perdagangan internasional dibidang barang;
  1. pergerakan jasa-jasa secara lintas batas negara atau biasa disebut sebagai perdagangan jasa (invisible trade) melalui transaksi yang melintasi batas-batas negara;
  1. pergerakan orang-orang yang melintasi batas-batas negara (international movement of persons), misalnya kebebasan bekerja bagi orang atau badan hukum di negara lain;
  1. pergerakan internasional modal yang mensyaratkan investor-investor asing untuk dapat mengawasi secara langsung modalnya; dan
  1. pembayaran internasional dalam transaksi-transaksi ekonomi tersebut diatas yang biasanya menyangkut tukar menukar mata uang asing(foreign exchange transactions).
 Sumber hukum ekonomi internasional adalah Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, :
International convention, whether general or particular, establishing rules expressly recognized by the contesting states;
International customs, as evidence of a general practice accepted as law;
The general principles of law recognized by civilized nations;
Subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the teachings of the most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for the determinations of rules of law
•       Sumber hukum terpenting HEI terbagi menjadi 2 : Privat dan publik
1.       KALSIFIKASI SUMBER-SUMBER HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL PUBLIK
Ø  Sumber HI publik dibagi dalam :
Sumber Hukum Internasional
  1. Materiil
  1. Formil
·         Sumber materil membicarakan  tentang muatannya dan daya mengikatnya.
·         Sumber hukum formil membicarakn tentang bentuk dan alat untuk menyelesaikan sengketa .


E. HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL


Perjanjian internasional
• Perjanjian internasional dalam Konvensi Wina tahun 1969 Pasal 2 (1) (a) : semua perjanjian
yang dibuat oleh negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum
internasional dan berisi ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum.)
• Perjanjian Internasional (UU No. 24/2000) : Perjanjian internasional adalah perjanjian, dalam
bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis
serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum public
unsur-unsur perjanjian internasional :
λ Suatu persetujuan internasional
Dibuat oleh negara negara
λ Dalam bentuk tertulis
Didasarkan pada hukum internasional
λ Dibuat dalam instrumen tunggal. Dua atau lebih
Memiliki nama apapun
Bentuk Perjanjian Internasional
• Traktat (Treaty)
Treaty mencakup segala macam bentuk persetujuan internasional, dan merupakan perjanjian
yang paling penting dan sangat formal dalam urusan perjanjian.
Sebagai contoh perjanjian internasional jenis ini ialah perjanjian persahabatan dan kerja sama di
Asia Tenggara (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) tertanggal 24 Februari
1976.
• Konvensi (Convention)
Istilah convention mencakup juga pengertian perjanjian internasional secara umum. Dengan
demikian, menurut pengertian umum, istilah convention dapat disamakan dengan pengertian
umum treaty. Istilah konvensi digunakan untuk perjanjian-perjanjian multilateral yang
berangotakan banyak pihak.
Sebagai contoh perjanjian internasional jenis ini ialah Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang
Perlindungan Korban Perang.
• Persetujuan (Agreement)
Menurut pengertian umum, agreement mencakup seluruh jenis perangkat internasional dan
biasanya mempunyai kedudukan yang lebih rendah daripada traktat dan konvensi. Contohnya
Treaty of Rome, 1957.
• Memorandum of Understanding
sebuah perjanjian yang berisi pernyataan persetujuan tidak langsung atas perjanjian lainnya; atau
pengikatan kontrak yang sah atas suatu materi yang bersifat informal atau persyaratan yang
longgar, kecuali pernyataan tersebut disertai atau merupakan hasil persetujuan atau kesepakatan
pemikiran dari para pihak yang dikehendaki oleh keduanya untuk mengikat
• Protokol (Protocol)
Terminologi protocol digunakan untuk perjanjian internasional yang materinya lebih sempit


dibanding treaty atau convention.pengunaan protokol tersebut memiliki berbagai macam
keragaman yaitu :
a. Protocol of signature
b. Optional protocol
c. Protocol based on a framework treaty
Protokol ini merupakan sebagai tambahan dari perjanjian utamanya. An example is the 1987
Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer adopted on the basis of Arts.2
and 8 of the 1985 Vienna Convention for the Protection of the Ozone Layer.
• Piagam (Charter)
Pada umumnya, istilah charter digunakan sebgai perangkat internasional dalam pembentukan
(pendirian) suatu organisasi internasional. The examples are the Charter of the United Nations of
1945 and the Charter of the Organization of American States of 1952.
• Deklarasi (Deklaration)
Deklarasi merupakan perjanjian yang berisi ketentuan-ketentuan umum dimana para pihak
berjanji untuk melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu di masa yang akan datang.
Contohnya ialah Deklarasi ASEAN (ASEAN Declaration) tahun 1967 dan Deklarasi Universal
tentang Hak-hak Asasi Manusia (Universal Declaration on Human Rights) tahun 1948.
• Final Act
Final Act adalah suatu dokumen yang berisikan ringkasan laporan sidang dari suatu konfensi dan
yang juga menyebutkan perjanjian-perjanjian atau konvensi-konvensi yang dihasilkan oleh
konfrensi tersebut dengan kadang-kadang disertai anjuran atau harapan yang sekiranya dianggap
perlu. Contohnya ialah Final Act General Agreement on Tariff and Trade (GATT) tahun 1994.
• Exchange of Notes
Pertukaran nota merupakan perjanjian internasional bersifat umum yang memiliki banyak
persamaan dengan perjanjian hukum perdata. Perjanjian ini dilakukan dengan mempertukarkan
dua dokumen, each of the parties being in the possession of the one signed by the representative
of the other.
• Arrangement
Adalah suatu perjanjian yang mengatur pelaksanaan teknik oprasional suatu perjanjian induk.
• Agreed Minutes & Summary Records
Adalah merupakan catatan mengenai hasil perundingan yang telah disepakati oleh pihak-pihak
dalam perjanjian. Catatan ii akan digunakan dalam perundingan selanjutnya.
• Process Verbal
Istilah ini dipakai untuk mencatat pertukaran atau penyimpanan piagam pengesahan atau untuk
mencatat kesepakatan hal-hal yang bersifat tekhik administratif atau perubahan-perubahan kecil
dalam suatu persetujuan.
• Modus Vivendi merupakan suatu perjanjian yang bersifat sementara dengan maksud akan
diganti dengan pengaturan yang tetap dan terperinci.
• Letter of Intent
document outlining an agreement between two or more parties before the agreement is finalized.
The concept is similar to the co-called heads of agreement. Such agreements may be Asset
Purchase Agreements, Share Purchase Agreements, Joint-Venture Agreements and overall all


Agreements which aim at closing a finacially rather large deal.
“Treaty Making Powers” berdasarkan Konvensi Wina 1969 berada ditangan “the big three”,
yaitu :
λ Kepala Negara (Head of State);
Kepala Pemerintahan (Head of Government);
λ Menteri Luar Negeri (Ministry for Foreign Affairs).

Sehingga tanpa menggunakan Surat Kuasa “Full Powers” mereka dapat menandatangani suatu
perjanjian internasional.
Dsr Hk Pembuatan PI
Ps. 11 UUD 1945 : UU No.37 tahun 1999 tentang hubungan Luar Negeri dan UU No. 24 tahun
2000 tentang Perjanjian Internasional, dalam pelaksanaannya kedua Undang-undang ini terkait
erat dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
One Door Policy
Departemen Luar Negeri sebagai koordinator dalam penyelenggaraan dan kerjasama luar negeri.
Melalui mekanisme konsultasi dan koordinasi ini, perjanjian internasional yang diadakan oleh
pemerintah dapat dilakukan secara aman baik dari segi politis, security, yuridis dan teknis
UU 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan UU 24/2000 tentang Perjanjian Internasional
menetapkan bahwa :
Lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun non-departemen, di tingkat
pusat dan daerah yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian internasional, terlebih
dahulu harus melakukan konsultasi dan koordinasi mengenai rencana tersebut dengan Menteri
Luar Negeri
Pengesahan PI dilakukan melalui UU bila mencakup :
1. Masalah pol, perdamaian, keamanan, hankam
2. Perubahan wil/penetapan batas wil neg
3. Kedaulatan/hak berdaulat neg
4. Ham n ling hidup
5. Pembentukan kaidah hokum baru
6. Pinjaman/hibah luar negri
Pedoman dan Prinsip Pembuatan Perjanjian
Pedoman: Kepentingan Nasional.
Prinsip :
o Kesepakatan para pihak,
o Saling menguntungkan / manfaat,
o Kesetaraan/persamaan kedudukan; dan
o Itikad baik.
Kerangka Perjanjian Judul
o Pembukaan /Mukaddimah
o Batang tubuh
o Ketentuan akhir
o Lampiran (jika perlu)

4.  Aulia Rachmadani
  1. Hukum Laut

Majelis umum PBB dalam resolusinya tanggal 17 Desember 1970 menyatakan bahwa dasar-dasar laut dan samudera beserta lapisan tanah di bawahnya yang berada di luar batas yurisdiksi nasional dengan segala macam kekayaannya adalah milik bersama umat m
Sumber-sumber hukum laut yang sah adalah hasil konferensi PBB pada tahun 1958 di Jenewa. Konferensi yang dilaksanakan pada 24 Februari sampai dengan 29 April 1958 itu dinamakan Konferensi PBB I tentang Hukum Laut, berhasil menelorkan 4 konvensi. yaitu :

1 Convention on the Territorial Sea and Contiguous zone (Konvensi mengenai Laut Wilayah dan Zona Tambahan), mulai berlaku 10 September 1964.
2 Convention on the High Seas (Konvensi mengenai Laut Lepas), mulai berlaku 30 September 1962.
3 Convention on Fishing and Convention of the Living Resources of the High Seas (Konvensi mengenai Perikanan dan Perlindungan Kekayaan Hayati Laut Lepas), Mulai berlaku 20 Maret 1966.
4 Convetion on the Continental Shelf (Konvensi mengenai Landas Kontinen), mulai berlaku 10 Juli 1964


2. Hukum Ruang Angkasa (Antariksa) 

  1. Eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa, bulan dan benda-benda ruang angkasa lainnya bagi semua Negara untuk tujuan damai dan kerjasama internasional Prinsip ini tercantum didalam pasal 1 dan 2 Space Treaty 1967. untuk merealisasikan kebebasan melakukan eksploitasi dan eksplorasi ruang angkasa tidak boleh dijadikan sebagai objek kepemilikan yaitu dengan melakukan suatu klaim kedaulatan oleh suatu Negara ( artikel 2 Space Treaty 1967 ).
  1. Pelaksanaan Eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa harus sesuai dengan hukum internasional dan piagam PBB ( artikel 3 Space Treaty 1967).
  1. Larangan penempatan senjata di ruang angkasa. Sebagaimana diketahui bahwa pemanfaatan ruang angkasa dan benda- benda langit lain jika mempunyai maksud dan tujuan damai (artikel 4 Space Treaty 1967).
  1. Pemberian Bantuan kepada astronot dan pemberitahuan mengenai adanya gejala - gejala yang membahayakan di ruang angkasa. Prinsip ini adalah prinsip yang mengahargai kemanusiaan ( artikel 5Space Treaty 1967 ).
  1. Tanggungjawab internasional harus dilakukan oleh Negara yang melaksanakan kegiatan di ruang angkasa sebagaimana diketahui bahwa kegiatan ruang angkasa itu dapat dilakukan oleh pihak pemerintah suatu Negara dan oleh pihak swasta atau non pemerintah. Kegiatan yang dilakukan oleh non pemerintah harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pemerintah yang bersangkutan sedangkan bagi organisasi internasional oleh organisasi itu sendiri dan pemerintah - pemerintah yang menjadi anggotanya ( artikel 6 Space Treaty 1967).
  1. Ganti rugi atas kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan ruang angkasa. Tercantum dalam artikel 7 Space Treaty 1967 sedangkan mengenai mereka yang berhak atas tuntutan ganti rugi tersebut adalah Negara ke tiga yang secara langsung menderita kerugian.
  1. Jurisdiksi atas person dan objek yang diluncurkn. Prinsip ini menetapkan bahwa manusia, objek, ruang angkasa yang diluncurkan ke ruang angkasa merupakan yurisdiksi Negara peluncur tersebut, jika manusia atau objek ruang angkasa yang diluncurkan itu jatuh harus mengembalikan Negara pemiliknya ( artikel 9 Space Treaty 1967).
  1. Prinsip pencegahan terhadap pencemaran dan kontaminasi dari ruang angkasa dan benda-benda ruang angkasa. Ini diperlukan agar tetap terjaga kelestarian lingkungan ( pasal IX Space Treaty).
  1. Prinsip tentang keharusan untuk memberitahukan kepada sekjen PBB dan masyarakat internasional mengenai maksud dan tujuan serta hasil dari kegiatan di ruang angkasa. Prinsip ini memungkinkan terjadinya kerjasama internasional dalam rangka pemanfaatan sumber daya ruang angkasa ( artikel 11Space treaty 1967)
  1. Prinsip penggunaan system ruang angkasa secara bersama. Bahwa semua stasiun, instalasi dan peralatan dan wahana ruang angkasa suatu Negara itu harus dapat pula dipergunakan oleh negara lain,dan harus berpegangan pada prinsip atau asas timbal balik ( reciprocity) dengan catatan harus ada pemberitahuan lebih dahulu dengan maksud agar tidak mengganggu jalannya program Negara pemilik stasiun atau wahana antariksa tersebut ( artikel 12 Space Treaty)

Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space, incuding the Moon and Other Celestial Bodies, 1967 atau yang sering disingkat dengan Outer Space Treaty 1967. 


3. Hukum Perang & Humaniter

  1. Deklarasi Paris (16 April 1856), yang mengatur tentang Perang di Laut.
  1. Deklarasi St. Petersburg (29 November – 11 Desember 1868), tentang pelarangan penggunaan senjata yang permukaannya keras sehingga tutupnya dapat meledak.
  1. Rancangan Peraturan Den Haag tentang Perang di Udara (1923), yang digunakan sebagai pedoman dalam pertempuran di udara.
  1. Protokol Jenewa (17 Juni 1925) tentang Pelarangan Penggunaan Gas Cekik dan Macam-macam Gas Lain dalam Peperangan
  1. Protokol London (6 November 1936) tentang Peraturan Penggunaan Kapal Selam dalam Pertempuran. Protokol ini merupakan suatu penegasan dari Deklarasi Hukum Perang yang dibentuk di London.
  1. Konvensi Den Haag 1954 tentang Perlindungan terhadap Benda-benda Budaya pada waktu Pertikaian Bersenjata.20


4. Hukum Diplomatik & Konsuler

  1. Mewakili Negara pengirim di Negara penerima.
  1. Melindungi (di wilayah Negara penerima) kepentingan Negara dan WN yang diwakili.
  1. Mempelajari kondisi dan perkembangan keadaan Negara penerima dan melaporkannya ke Negara yang diwakilinya.
  1. Meningkatkan persahabatan dan mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan, ilmu pengetahuan antara Negara pengirim dan penerima.

Sumber-sumber Hukum diplomatik (ps 38 statuta Mahkamah Internasional) :
1.Konvensi internasional atau biasa disebut Law Making Treaty 
2.Kebiasaan Internasional, sebagai bukti praktek umum diterima sebagai hukum
3.Prinsip-prinsip umum hukum yang diterima oleh bangsa-bangsa beradab
4.Doktrin (sebagai sumber tambahan)

5. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
Dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), komitmen untuk memenuhi, melindungi HAM serta menghormati kebebasan pokok manusia secara universal ditegaskan secara berulang-ulang, diantaranya dalam Pasal 1 (3):
”Untuk memajukan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah-masalah internasional dibidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan, dan menggalakan serta meningkatkan penghormatan bagi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental bagi semua orang tanpa pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama …”
Komitmen ini kemudian ditindaklanjuti oleh PBB melalui pembentukan instrumen-instrumen hukumyang mengatur tentang HAM diantaranya sebagai berikut :

1. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights)
Hak-hak dalam DUHAM diatur secara lebih jelas dan rinci dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang mulai berlaku secara internasional sejak Maret 1976. Konvenan ini mengatur mengenai:
- Hak hidup;
  1. Hak untuk tidak disiksa, diperlakukan atau dihukum secara kejam, tidak manusiawi atau direndahkan martabat
  1. Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi
  1. Hak untuk tidak dipenjara semata-mata atas dasar ketidakmampuan memenuhi kewajiban kontraktual
  1. Hak atas persamaan kedudukan di depan pengadilan dan badan peradilan
  1. Hak untuk tidak dihukum dengan hukuman yang berlaku surut dalam penerapan hukum pidana.

2. Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights)
Kovenan ini mulai berlaku pada Januari 1976. Indonesia melalui UU No. 11 tahun 2005 mengesahkannya. Alasan perlunya mempertimbangkan hak-hak dalam Kovenan ini adalah:
  1. Hukum berlaku tidak pada keadaan vakum. Aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya tidak lepas dari masalah ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.
  1. Asumsi bahwa hak ekonomi dan hak sosial tidak penting diterapkan dalam pekerjaan sehari-hari adalah tidak benar, karena dalam hak ekonomi terdapat prinsip non-diskriminasi dan perlindungan terhadap penghilangan paksa.
  1. Hak-hak yang dilindungi oleh dua Kovenan diakui secara universal sebagai sesuatu yang saling terkait satu sama lain.
Seperti halnya Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik, Kovenan ini dalam pelaksanaannya juga diawasi oleh suatu Komite (Komite tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).
 
 5. Muhammad Dhana
  1. HUKUM LAUT: Mengatur tentang landasan kontinen suatu negara (Konvensi Jenewa  1958 tentang landasan kontinen dan UU No 1 th 1973 tentang landasan kontinen di Indonesia).
  1. HUKUM UDARA : Mengatur tentang kedaulatan penuh suatu negara atas ruang udara diatas wilayah daratan dan laut teritorialnya sampai ketinggian tidak terbatas (Konvensi Paris 1919 dan Konvemsi Chicago 1944).
  1. HUKUM RUANG ANGKASA: Mengatur tentang kegiatan antariksa termasuk didalamnya ada eksplotasi dan pemanfaatan (Konvensi Chicago,UU No 15 th 1992 ,dan UU No 6 th 1996).
  1. HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL: Mengatur tentang perang saudara atau pemberontakan (Pasal 3 Konvensi Jenewa Th 1949)
  1. HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL : Mengatur tentang masalah masalah bersama(negara) yang penting dalam hubungan antara subjek hukum internasional (Pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional).
6. Melisa Salim, 00000008083
1.  Hukum Perang dan Humaniter/ Humanitarian Law
Contohnya antara lain adalah larangan menyerang dokter atau ambulans yang mengenakan lambang Palang Merah. Merupakan larangan pula menembak orang atau kendaraan yang mengenakan bendera putih karena bendera tersebut, yang dianggap sebagai bendera gencatan senjata, menyatakan niat untuk menyerah atau keinginan untuk berkomunikasi. Dalam kasus yang pertama ataupun yang kedua, orang yang dilindungi oleh Palang Merah atau bendera putih diharapkan menjaga netralitas, dan mereka sendiri tidak boleh melakukan tindakan-tindakan mirip perang (warlike acts). Justru, melakukan kegiatan perang dengan bendera putih atau lambang palang merah itu sendiri merupakan pelanggaran atas Hukum Perang.
Contoh-contoh lain dari Hukum Perang berkenaan dengan: deklarasi perang (Pasal 2 Piagam PBB 1945 dan sejumlah pasal lain dalam piagam tersebut membatasi hak negara anggota untuk mendeklarasikan perang, seperti halnya Pakta Kellogg-Briand 1928 yang lebih tua dan tidak punya gigi itu membatasi hak tersebut bagi negara-negara yang meratifikasinya, yang kemudian menggunakan pakta tersebut terhadap Jerman dalam Persidangan Mahkamah Perang Nuremberg; penerimaan atas menyerah (surrender) dan perlakuan atas tawanan perang (prisoners of war); penghindaran kekejaman; larangan menyerang orang sipil dengan sengaja; dan larangan atas senjata-senjata tertentu yang tidak manusiawi. Merupakan pelanggaran atas Hukum Perang jika melakukan pertempuran tanpa memenuhi persyaratan tertentu, antara lain mengenakan seragam pembeda atau lencana lain yang mudah dikenali dan membawa senjata secara terang-terangan. Menyamar sebagai prajurit pihak musuh dengan cara mengenakan seragam musuh, dan bertempur memakai seragam tersebut, adalah dilarang, dan demikian pula penyanderaan.


2. Hukum Udara/ Air Law
Hukum udara dan angkasa luar (antariksa) merupakan salah satu cabang hokum internasional yang relative baru karena mulai berkembang pada permulaan abad ke 20 setelah munculnya pesawat udara. Setiap negara pada dasarnya memiliki kedaulatan penuh dan ekskusif atas wilayah udara di atas teritorialnya. Hal ini merupakan salah satu prinsip yang diatur dalam Konvensi Chicago 1944. Ketentuan tersebut mengindikasikan bahwa setiap negara berhak untuk membuat aturan sendiri demi kepentingan nasional. Namun, ketentuan nasional itu harus diberlakukan tanpa perbedaan kepada setiap negara. Contohnya, ketika ada pesawat Australia yang ingin berangkat ke Malaysia, otomatis pesawat Australia itu akan melewati daerah Indonesia. Oleh sebab itu, Australia wajib meminta izin ke Indonesia terlebih dahulu jika ingin melewat daerah Indonesia.
Hukum penerbangan baru timbul ketika manusia mulai mengarungi udara dan erat berhubungan dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam lapangan teknik penerbangan, terutama dalam beberapa tahun sebelum dan sesudah perang dunia.
Hukum udara dan hukum angkasa merupakan lapangan hukum yang tersendiri, karena hukum udara ini mengatur suatu obyek yang mempunyai sifat yang khusus. Hukum udara internasional mengenal beberapa teori delimitasi ruang udara dan ruang angkasa. Antara lain Schater Air Space Theory diperkenalkan oleh Oscar Scahater. Jenks Free Space Theory (teori ruang angkasa bebas) diperkenalkan oleh C Wilfred Jenks, Haley’s International Unanimity Theory (teori persetujuan internasional) diperkenalkan oleh Andrew G. Haley dan Cooper’s Control Theory (teori pengawasan) diperkenalkan oleh John Cobb Cooper.
Banyaknya para ahli memberikan argumentasi keilmuan tentang delimitasi ruang udara dan ruang angksa. Mereka memberikan warna tersendiri dan pemahaman yang mendalam serta teliti.
Pendapat mereka dijadikan sebagai doktrina (pendapat para ahli hukum) sebagaimana tertera dalam pasal 38 Statuta Mahkamah Pengadilan Internasional. Dan dijadikan sebagai sumber hukum formil bagi para hakim dalam memutus sebuah perkara hukum.


3. Hukum tentang Penentuan Nasib Sendiri/ The Law of Self-Determination
Contoh kasus Papua
Beberapa orang berpendapat bahwa penentuan nasib sendiri bagi Papua adalah tidak sah menurut prinsip-prinsip internasional PBB. Alasan mengapa PBB mengabaikan hak masyarakat untuk mengatur diri mereka sendiri dan memisahkan diri dari negara mereka saat ini adalah untuk menjaga perdamaian internasional.
Untuk tujuan ini PBB hanya diakui negara sebagai aktor utama dalam urusan internasional. Setiap partai di negara-negara yang ada yang mencoba untuk memisahkan akan menghadapi kendala. Dalam hal ini, beberapa orang percaya bahwa tidak ada kesempatan bagi orang Papua untuk memerintah diri mereka sendiri. Contoh Basque di Spanyol dan Quebec di Kanada menunjukkan skala hambatan.
Namun, sejak Uni Soviet runtuh pada tahun 1991, persepsi baru dalam hukum internasional integritas wilayah negara muncul. Hal ini menyebabkan pengakuan penentuan nasib sendiri berdasarkan hak asasi manusia dan minoritas (Freeman 1998).
Sebagai negara  Castellino dan Gilbert, hari ini permintaan untuk persepsi baru dari hak untuk menentukan nasib sendiri, yang akan kembali masyarakat pribumi terpinggirkan ‘, merupakan prioritas tinggi. Pandangan konvensional penentuan nasib sendiri adalah bahwa ia harus reformasi melalui transformasi dalam upaya untuk mengakomodasi hak-hak penduduk asli untuk memerintah diri mereka sendiri melalui pendekatan hak asasi manusia.
Ini adalah upaya terakhir untuk mendapatkan status politik baru (Castellino & Gilbert di Pavkovic & Radan 2003). PBB pendekatan pada kasus Yugoslavia adalah turunan dari ini. Walaupun ada ambiguitas dalam konvensi internasional tentang hak-hak politik rakyat, beberapa provinsi di Yugoslavia diakui sebagai negara merdeka dan mereka segera diatur sendiri. Jika orang Papua belajar dari pengalaman ini, ada celah dalam hukum internasional, yang dapat dimanfaatkan.

4. Hukum Hak Asasi Manusia/ The Law of Human Rights
Contohnya : Larangan penganiayaan
Semua instrumen umum melarang penganiayaan atau perlakuan secara kejam deng an tak mengingat kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan. Konvensi melawan penganiayaan atau perlakuan secara kejam dengan tak mengingat kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan ini disetujui pada tahun 1984 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konvensi tersebut menetapkan bahwa Negara berkewajiban mengekstradisi pelaku penganiayaan dan menuntutnya. Prinsip ini melibatkan yurisdiksi universal yang berarti bahwa setiap negara mempunyai yurisdiksi dan memiliki hak untuk mengekstradiksi atau menuntut pelaku penganiayaan tanpa dibatasi oleh kewarganegaraan pelaku penganiayaan atau tempat pelanggaran yang dituduhkan.
Sama halnya jika divonis hukuman mati. Hukuman mati yang dijatuhkan tidak boleh secara perlahan-lahan, tapi harus langsung sekaligus agar tidak menyiksa orang tersebut.


5. Hukum Ekonomi Internasional/ International Economic Law
Ekonomi Internasional menyangkut perdagangan.
Contoh : Sengketa Mobnas RI ditinjau dari Prinsip Hukum Ekonomi Internasional
Dalam sengketa ini, Indonesia tidak melaksanakan kewajibannya dalam prinsip menahan diri untuk tidak merugikan orang lain dengan kebijakan Domestik (inpres nomor 2 tahun 1996) iini Indonesia telah memberikan beban ekonomi bagi Negara lain
7. Sari Erika Lestari, 00000008114

Hukum Hak Asasi Manusia
  1. Perang Sipil di Bosnia
Perang sipil sempat terjadi antara Bosnia dengan Serbia. Kejadian ini terjadi di periode 1992 hingga 1995 setelah pecahnya negara Yugoslavia. Dalam perang di Bosnia tersebut, terjadi pembunuhan massal terhadap 800 warga muslim Bosnia yang bermukim di kota Srebenica. Kota Srebenica sendiri memang didominasi oleh mayoritas warga muslim Bosnia. Hal ini sempat menimbulkan kekacauan di dunia dan banyak negara yang mengutuk tindakan tersebut.
  1. Sengketa Israel dan Palestina
Masalah sengketa antara Israel dan Palestina menjadi salah satu sengketa global yang berkepanjangan. Hal ini bermula ketika Israel memperluas wilayahnya dengan menguasai sebagian besar wilayah Palestina. Hasilnya, kini wilayah Palestina hanya tersisa sedikit saja. Dengan bantuan Amerika Serikat, Israel juga beberapa kali melancarkan serangan, baik serangan darat maupun udara ke wilayah-wilayah Palestina. Sudah ratusan ribu korban warga Palestina, termasuk anak-anak, wanita atau bahkan relawan dari negara lain yang menjadi korban. Dunia pun sempat mengutuk tindakan Israel tersebut.
Sumber Hukum:
  1. Universal Declaration of Human Rights (UDHR), 10 Desember 1948
  1. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR), 16 Desember 1966.
  1. International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), 16 Desember 1966 beserta dua Optional Protokolnya, yaitu:
  • 1st Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights;
  • 2nd Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights, aiming at the abolision of the death penalty.


Hukum Humaniter


Ketika terjadi peperangan, maka Hukum Humaniter berlaku bagi pihak atau negara-negara yang sedang bersengketa (belligerents). Walaupun terdapat ketentuan-ketentuan lainnya dari Konvensi Den Haag mengenai negara-negara netral, namun ketentuan-ketentuan tersebut pada umumnya untuk menjaga dan mempertahankan kenetralan negara-negara yang tidak berperang sehingga tidak memperluas skala dan intensitas perang itu sendiri.


    1. Kasus Pembantaian Sabra dan Shatila
Peristiwa pembantaian ini mula-mula berawal ketika Bashir Gemayel, seorang Kristen Maronit terpilih menjadi presiden Lebanon pada 23 Agustus 1982, terbunuh dalam sebuah ledakan di markas besarnya pada 14 September 1982. Para pemimpin Palestina dan Muslim menyangkal bertanggung jawab, namun Ariel Sharon yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan Israel mempersalahkan orang-orang Palestina, sehingga membangkitkan kemarahan kaum Falangis terhadap mereka. Brigadir Jenderal Amos Yaron, bertindak di bawah perintah dari Departemen Pertahanan Israel Ariel Sharon, mengizinkan pasukan Falangis memasuki kamp pengungsi meskipun pasukan yang sama sebelumnya terlibat dalam pembantaian warga Palestina yang tinggal di Lebanon. Pasukan milisi itu dipimpin oleh Eli Hobeika dan mulai masuk ke kamp pengungsian tersebut pada 16 September 1982. Selama 36 hingga 48 jam berikutnya, para milisi Falangis membantai para penghuni kamp pengungsian itu, sementara militer Israel menjaga pintu-pintu keluar dan terus-menerus menembakkan suar di malam hari. Jumlah korban dipekirakan mencapai 700 orang, tapi menurut saksi mata, seorang wartawan Inggris bernama Robert Fisk, jumlah korban meninggal dari kalangan pengungsi Palestina nyaris mencapai 1.700 orang, sedangkan Bulan Sabit Merah mempekirakan pengungsi Palestina yang menjadi korban tewas dalam peristiwa itu lebih dari 3.000 orang.
    1. Penyerangan Konvoi Militer AS oleh Gerilyawan Irak di Fallujah
Penyerangan yang dilakukan oleh gerilyawan Irak terhadap Konvoi Militer Amerika Serikat yang membawa logistik kontan menggemparkan dunia dan warga Amerika khususnya. Para personel Blackwater yang banyak terdiri dari anggota pasukan elit dari berbagai negara yang kini bertugas di Irak bersumpah akan menuntut balas kematian rekan-rekan mereka dengan cara yang amat menghinakan. Empat hari kemudian, serangan besar terjadi di kota Fallujah. Serangan tersebut menewaskan banyak penduduk sipil. Tidak diketahui apakah serangan tersebut berhasil menghabisi para pembunuh keempat anggota Blackwater atau tidak. Namun yang jelas adalah keberhasilan kelompok gerilyawan Irak dalam penyerangan pada tanggal 31Maret 2004 tersebut, mampu menguak keberadaan tentara bayaran Amerika Serikat yang dipekerjakan di Irak, dimana sebelumnya fakta ini sangatlah ditutup-tutupi oleh pemerintah Amerika serikat. Fenomena Tentara Bayaran sebenarnya telah lama tercium oleh gerilyawan Irak. Sejak awal invasi Amerika Serikat ke Irak, Tentara Bayaran dari Koorporasi Blackwater telah melakukan banyak sekali pelanggaran hukum perang, begitu banyak anak-anak, wanita yang termasuk warga sipil yang tidak bersenjata ditembak bahkan hingga pada tindakan yang tidak manusiwi lainnya. Fenomena pelangaran hukum perang yang terjadi di Fallujah, Irak 2004 adalah contoh kecil kasus yang dilakukan oleh tentara bayaran. Begitu banyak kejahatan perang yang dilakukan oleh tentara bayaran Amerika Serikat tersebut, betapa tidak karena sebenarnya mereka telah diiming-imingkan bayaran yang besar sehingga apapun yang menjadi penghambat tugas mereka akan mereka singkirkan. Divisi konsultan keamanan Blackwater memegang kontrak senilai 109 juta dollar dengan Departemen Luar Negeri AS untuk pengamanan di Irak. Pemerintah AS, menurut surat kabar Washington Post, bahkan memberi kewenangan pada perusahaan itu untuk mengerahkan pasukan pembunuhnya. Blackwater diperkirakan mengerahkan sekitar 1. 000 tentara bayarannya di Irak, dilengkapi dengan mesin-mesin dan senjata perang yang canggih untuk menjaga kepentingan AS di Negeri 1001 Malam itu. Dan sepanjang invasi AS ke Irak, tak sedikit pula tentara bayaran dari Blackwater yang tewas di tangan pejuang Irak. Melihat fakta ini, wajar saja jika begitu banyak warga sipil yang seharusnya dilindungi kini menjadi korban kejahatan perang yang dilakukan oleh tentara bayaran atau marcenaries. Seperti kasus Fallujah, setelah tentara bayaran Amerika Serikat terbunuh, maka keesokan harinya terjadi penembakan massal yang dilakukan oleh para marcenaries, dan tidak tanggung-tanggung menelan banyak korban jiwa utamanya warga sipil.
Sumber Hukum:
  1. Hukum Den Haag
  1. Hukum Jenewa



Hukum Udara


Hukum udara adalah seluruh norma-norma hukum yang khusus mengenai penerbangan , pesawat-pesawat terbang dan ruang udara dalam peranannya sebagai unsur yang perlu bagi penerbangan (otto riese dan jean T. Lacour).
  1. Mengatur mengenai wilayah penerbangan misalnya dari Indonesia mau ke Malaysia harus ada izin
  1. Pertanggungjawaban Maskapakai penerbangan


Sumber Hukum:
  1. Konvensi Paris 1919
Konferensi Paris 13 Oktober 1919 yang diikuti oleh 27 negara menghasilkan Konvensi Paris 1919 (Paris Convention). Pasal 1 Konvensi Paris 1919 mengakui bahwa setiap negara memiliki kedaulatan penuh atas ruang udara di atas wilayahnya. Konsekuensinya adalah negara diberi hak untuk mengatur maskapai penerbangan yang beroperasi di wilayah udara mereka.
  1. Konvensi Chicago 1944
Pasal 1 Konvensi Chicago 1944, yang merupakan penegasan dari Konvensi Paris 1919, menyatakan: “...The Contracting State recognized that every State has complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory”. Pasal ini mengatur tentang kedaulatan yang dimiliki oleh negara peserta Konvensi di ruang udara di atas wilayahnya. Walaupun konsep kedaulatan bukan merupakan prinsip ekonomi, karena lebih tepat disebut konsep politik, namun demikian, dari Pasal 1 Konvensi ini dapat ditarik suatu konsekuensi ekonomi yang penting, bahwa setiap negara memiliki hak untuk menutup ruang udara di atas wilayahnya dari usaha komersial yang dilakukan oleh negara asing.


Hukum Perjanjian Internasional


Yang mengatur Piagam PBB, Piagam ASEAN, dan macam-macam konvensi.


  1. Perjanjian Perdamaian dan Persetujuan Pampasan Antara RI dan Jepang
Sebagai hasil dari pembicaraan-pembicaraan, yang telah dilakukan antara Perdana Menteri Republik Indonesia Juanda dan Ataru Kobayashi, Wakil pribadi dari Perdana Menteri Kishi serta wakil dari Pemerintah Jepang, dengan berdasarkan persesuaian faham yang telah dicapai antara Perdana Menteri Republik Indonesia dan Perdana Menteri Jepang Nobusuke Kishi, mengenai pampasan perang dan soal-soal lain yang bersangkutan dengan hubungan antara Republik Indonesia dan Jepang, telah tercapai persesuaian faham antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Jepang, yang dimuat dalam suatu memorandum, yang telah ditanda-tangani oleh Perdana Menteri Juanda dari pihak Indonesia dan Ataru Kobayashi dari pihak Jepang pada tanggal 8 Desember 1957, di Jakarta. 

Berdasarkan atas memorandum tersebut tercapailah persetujuan perjanjian perdamaian dan persetujuan pampasan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Jepang yang ditanda-tangani oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Subandrio dan Menteri Luar Negeri Jepang Aiichiro Fujiyama pada tanggal 20 Januari 1958 di Jakarta. 
Republik Indonesia telah merdeka dan berdaulat lebih dari 12 tahun lamanya. Selama waktu itu Indonesia sudah mengadakan hubungan-hubungan dengan banyak negara-negara di dunia, demi kepentingan politik, ekonomi, perdamaian dan kesejahteraan Negara dan Rakyat Indonesia. Demikianlah antara Republik Indonesia dan Jepang di satu pihak telah berlangsung hubungan ekonomi dan perdagangan, tetapi dilain pihak hubungan politik adalah masih dalam suasana yang tidak normal, karena kedua negara itu secara formil masih berada dalam keadaan perang. Semenjak selesainya perang dunia ke-2 telah banyak peristiwa-peristiwa terjadi dalam usaha-usaha normalisasi pergaulan antara bangsa-bangsa. Jepang telah menerima pemulihan kedaulatannya dan dibenua Asia Pasifik sudah mulai berlangsung konsolidasi dan normalisasi. Birma dan Pilipina sudah mendahului kita untuk mengakhiri keadaan perang mereka dengan Jepang serta menyelesaikan masalah pampasannya. Baik Indonesia, maupun Jepang adalah anggota dari keluarga negara-negara Asia Afrika. Negara A.A. dengan solidariteitnya mempengaruhi dan turut menentukan perkembangan politik dunia, maka janggallah *1785 rasanya bagi Indonesia sebagai salah satu anggota utama untuk masih memelihara "keadaan perang" dengan negara tetangga ditengah-tengah perkembangan politik, yang pada akhir-akhir tahun ini begitu cepat dan berbelit-belit jalannya. Kabinet Kishi adalah Pemerintah Jepang yang pertama-tama yang menjadikan masaalah pampasan sebagai masaalah utama dan yang memajukan kepada Pemerintah Indonesia usul-usul yang konkrit, terutama mengenai total amount, yang selama ini selalu dielakkan. Apalagi kalau diingat, bahwa dalam politik internasional Jepang telah mengadakan hubungan normal hampir dengan semua negara-negara besar dan telah menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dewan Keamanan dan berbagai-bagai badan internasional lainnya, sehingga suatu penundaan perjanjian perdamaian dengan Jepang tidaklah akan memperbaiki posisi kita lebih daripada kesempatan pada waktu sekarang ini. Maka Pemerintah berpendapat, bahwa sudah pada tempatnya dan pada waktunyalah antara Negara Republik Indonesia dan Jepang diadakan perjanjian perdamaian serta Persetujuan Pampasan yang kedua-duanya telah ditanda-tangani oleh Pemerintah dari kedua belah pihak pada tanggal 20 Januari 1958 di Jakarta. Pemerintah dengan ini mengharap persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat atas Perjanjian Perdamaian dan Persetujuan Pampasan antara Republik Indonesia dan Jepang. 
  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1958 Tentang Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Republik Rakyat Tiongkok Mengenai soal Dwikewarganegaraan


Sumber Hukum:
  1. pasal 38 ayat 1 piagam mahkamah Internasional


Hukum Tentang Penentuan Nasib Sendiri


  1. Mengenai boleh tidaknya Krimea Merdeka
Krimea merupakan wilayah yang berada di daerah selatan Ukraina di Semenanjung Krimea. Wilayah ini dikelilingi oleh Laut Hitam disisi barat-selatan dan Laut Azov disisi timur yang mencakup hampir seluruh wilayah semenanjung itu dengan pengecualian Sevastopol. Luas wilayah Krimea adalah 26.100 km2. Krimea berbatasan dengan distrik Kherson (Ukraina) di utara dan dipisahkan dari Krasnodarsky Kray (Rusia) oleh Selat Kerch disebelah timur. Ibu kota Republik Otonomi Krimea adalah Simferopol (Syamina, 2014). Dalam beberapa bulan belakangan ini telah terjadi konflik di Krimea.  Konflik ini melibatkan Ukraina, Krimea, dan Rusia. Konflik ini terjadi karena adanya tarik ulur kepentingan antara pihak-pihak yang bertikai. Dalam konflik ini terdapat tiga titik permasalahan yang menyebabkan pertikaian di Krimea yakni keinginan untuk menjadikan Krimea sebagai negara yang merdeka. Konflik yang terjadi di Krimea tidak lepas dari sejarah perjalanan hubungan politik antar negara di sekitar wilayah tersebut dan kondisi demografis di Krimea. Konflik ini merupakan cerminan pertarungan geopolitik di kawasan Rusia dan Eropa Timur.
  1. Mengenai boleh tidaknya Papua melepaskan diri dari NKRI
Sumber Hukum :
  1. Covenant on Civil and Political Rights 1966 and Covenant on Economic, Social and Cultural Rights 1966

8.  Citra M. F
a). Hukum Ekonomi Internasional
- Hak - Hak dan Kewajiban - Kewajiban Ekonomi Negara-negara 

b). Hukum Laut
Implementasi kebebasan berlayar
- Hak untuk berlayar

c). Hukum Udara
Terbang melintasi wilayah negara asing tanpa mendarat;
- Mendarat untuk tujuan-tujuan komersial; 
- Menurunkan penumpang pada lalu-lintas negara asing yang berasal dari negara asal pesawat udara;
- Mengangkut penumpang pada lalu-lintas negara asing yang bertujuan ke negara asal pesawt udara; dan
- Mengangkut angkutan antara dua negara asing. 

d). Hukum Hak Asasi Manusia
    • - Pengakuan yang sama di hadapan hukum dan undang-undang 
    • - Pengakuan yang sama dalam mengemukakan pendapat, berserikat, berkumpul dan terlibat dalam urusan   
         pemerintahan 
    • - Kemerdekaan untuk memilih kewarganegaraan
    • - Mendapatkan kebebasan, kemerdekaan dan jaminan keselamatan dalam menentukan jalan hidupnya 
    • - Meneruskan keturunannya 
    • - Mendapatkan pendidikan dan pengajaran 
    • - Kebebasan dari penganiayaan
    • - Hak untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya

      e). Hukum Diplomatik dan Konsuler
      Seorang Diplomat memiliki hak kekebalan (immunities), keistimewaan (privileges), dan kemudahan (facilities) yang dapat memudahkannya dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai perwakilan negara pengirim di negara penerima.

      Negara penerima memiliki wewenang untuk melakukan Persona non-Grata kepada para Diplomat yang bertugas di negaranya kapanpun dan tidak perlu memberikan penjelasan atas tindakan yang telah diambilnya kepada negara pengirim.


2. Sumber Hukum yang mengaturnya:

a). Hukum Ekonomi Internasional 

-  Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Ekonomi Negara-negara (Charter of the Economic Rights and Duties of States) (selanjutnya disebut “piagam” atau Piagam CERDS”) pertama kali diusulkan oleh Presiden Mexico Luis Echeverria Alvarez pada 1972:
Bagian II mengenai “hak-hak dan kewajiban- kewajiban ekonomi negara-negara” terdiri dari 28 pasal mengenai: 
1. Kedaulatan dan penanaman modal asing (pasal 1,2,7 dan 16) serta harta kekayaan yang dikelola bersama (shared resources)(pasal 3)
2. Aturan-aturan perdagangan internasional (pasal 4- 6,14,18,20,21,22,26,27,28)
3. Perlakuan preferensial terhadap negara-negara kurang maju (pasal 18,19,21,25,26)
4. Organisasi internasional (pasal 10 dan 11)
5. Kelompok-kelompok (organisasi) ekonomi
6. regional (pasal 12,21,23 dan 24)
7. Alih teknologi (pasal 13)
8. Kewajiban-kewajiban umum untuk memajukan
9. pembangunan dan kerjasama ekonomi (pasal 7-9,11 dan 17)
10. Perlucutan senjata (pasal 15 dan 9), dekolonisasi (pasal 16)
b). Hukum Laut
Implementasi kebebasan berlayar, dalam pasal- pasal Konvensi Hukum Laut 1982 UNCLOS  (the United Nation Convention on the Law of the sea). 
Pasal 87 Konvensi mengenai kebebasan dilaut lepas antara lain menegaskan bahwa semua negara memiliki hak untuk berlayar.
c). Hukum Udara 
Kebebasan di ruang udara ini tampak nyata dalam “five freedoms of the air” yang termuat dalam the Chicago International Air Transport Agreement (1944). Kebebasan tersebut yaitu:
a. Terbang melintasi wilayah negara asing tanpa mendarat;
b. Mendarat untuk tujuan-tujuan komersial; 
c. Menurunkan penumpang pada lalu-lintas negara asing yang berasal dari negara asal pesawat udara;
d. Mengangkut penumpang pada lalu-lintas negara asing yang bertujuan ke negara asal pesawt udara;   
    dan
e. Mengangkut angkutan antara dua negara asing. 
d). Hukum Hak Asasi Manusia 
The Universal Declaration of Human Rights oleh PBB tahun 1948. No. 217 A (III) menyetujui Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia. Deklarasi ini merupakan suatu bentuk pelaksanaan umum yang baku bagi seluruh bangsa dan negara yang ada di dunia. Pasal - pasal di dalamnya menjabarkan secara rinci hak-hak yang tidak boleh dilanggar atas manusia. Hak-hak tersebut antara lain: 
  • Di bidang politik
    • Pengakuan yang sama di hadapan hukum dan undang-undang (pasal 6, 7, 8, 11 dan 12)
    • Pengakuan yang sama dalam mengemukakan pendapat, berserikat, berkumpul dan terlibat dalam urusan pemerintahan (pasal 10, 19, 20 dan 21)
    • Kemerdekaan untuk memilih kewarganegaraan (pasal 15)
  • Di bidang sosial
    • Mendapatkan kebebasan, kemerdekaan dan jaminan keselamatan dalam menentukan jalan hidupnya (pasal 1, 2, 3, 4, 13, 14, 18, 22, 24, 25, 28, 29 dan 30)
    • Menjalankan kepercayaannya (pasal 2 dan 18)
    • Meneruskan keturunannya (pasal 16)
    • Mendapatkan pendidikan dan pengajaran (pasal 25, 26 dan 27)
    • Kebebasan dari penganiayaan (pasal 5, 9 dan 12)
  • Di bidang ekonomi
    • Hak untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya (pasal 22, 23 dan 25)
Perkembangan pengakuan terhadap HAM senantiasa menunjukkan perubahan yang cukup signifikan terutama pada bidang-bidang yang disorot dalam HAM. 

e). Hukum Diplomatik dan Konsuler 

- Pasal 29 Konvensi Wina 1961 berbunyi: 
“The person of diplomatic agent shall be inviolable. He shall not be liable to any form of arrest or detention“ 
yang berarti bahwa pejabat diplomatik adalah inviolable, ia tidak dapat ditangkap dan ditahan. Jadi, istilah inviolability tersebut sebagai kekebalan terhadap alat-alat kekuasaan dari negara penerima maka pejabat diplomatik mempunyai hak untuk tidak dapat dikenakan tindakan kekuasaan oleh alat kekuasaan negara penerima, misalnya berupa penahanan dan penangkapan.
Dan,
“… The receiving state… shall take appropriate stop to prevent any attack on his person, freedom, or dignity”
Jadi, seorang wakil diplomatik mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan dari negara penerima, yakni berupa pengambilan langkah yang dianggap perlu oleh negara penerima untuk mencegah setiap serangan terhadap kehormatan, kebebasan dan diri pribadi seorang wakil diplomatik tersebut.

- Keistimewaan dalam Pasal 36 ayat (1) Konvensi Wina 1961 atas barang-barang yang dimasukkan pada saat pertama kali penempatan mereka. Antara lain bebas dari semua bea dan ongkos-ongkos yang berhubungan dengan penyimpangan, pelayanan, dan pengusungan atas barang-barang untuk kegunaan resmi perwakilan diplomatik, barang-barang pribadi pejabat diplomatik dan keluarganya. 

Viena Convention on Diplomatic Relation, Konvensi Viena 1961Pasal 9 ayat (1) tentang Hubungan Diplomatik yang menyatakan:
“Negara penerima setiap waktu dan tanpa memberikan penjelasan atas keputusannya, dapat memberitahukan kepada negara pengirim bahwa kepala perwakilan atau salah seorang staf diplomatik dari perwakilannya adalah persona non-grata atau bahwa salah seorang anggota staf perwakilan tersebut tidak dapat diterima baik. Dalam keadaan demikian, Negara pengirim sepatutnya, harus memanggil kembali orang yang bersangkutan atau mengakhiri tugasnya pada perwakilan. Seseorang dapat dinyatakan persona non-grata atau tidak dapat diterima baik sebelum tiba di wilayah Negara penerima.”


9. Melinda Fortuna, 00000007627
1. hukum organisasi internasional
Contohnya: World Trade Organization (WTO) yang mengatur mengenai perdagangan dunia,
Sumber hukum yg mengatur WTO: WTO Agreement


2. hukum perjanjian internasional
Contohnya: perjanjian internasional yang mengatur mengenai perlindungan korban perang,
Sumber hukumnya: konvensi jenewa tahun 1949


3. Hukum angkasa
Contohnya: hukum internasional yang mengatur mengenai registrasi benda-benda yg diluncurkan ke luar angkasa,
Sumber hukumnya: registration convention tahun 1974


4. Hukum udara
Contohnya: hukum internasional tentang penerbangan sipil internasional,
Sumber hukumnya: konvensi chicago tahun 1944


5. Hukum hak asasi manusia
Contohnya: hukum yg mengatur mengenai hak sipil dan politik,
Sumber hukumnya: international covenant on civil and political rights (kovenan internasional tentang hak sipil dan politik) tahun 1976.


10. Inara Mahesa Chaidir, 00000010060


1. Hukum Diplomatik dan Konsuler
    1.1 Penyelesaian secara Hukum Internasional untuk masalah sengketa Hubungan Diplomatik, ternyata diatur dalam Optional Protocol concerning the Compulsory Settlement of Disputes of Viena Convention on Diplomatic Relation, April 18 1961. Dalam protokol opsional ini, diatur bahwa setiap pihak yang berselisih, dapat mengajukan permohonan ke International Court of Justice (ICJ). Namun sebelum mengajukan ke ICJ, pihak bersengketa dapat menempuh jalan abritrase terlebih dahulu sesuai dengan apa yang diatur dalam pasal 2 Optional Protocol.
    1.2 Waiver atau penanggalan kekebalan dan keistimewaan yang dimiliki oleh seorang diplomat. Hal ini diatur di dalam Pasal 32 Konvensi Wina 1961 mengenai penanggalan kekebalan, di mana penanggalan kekebalan dan keistimewaan ini harus selalu dinyatakan.


sumber: http://lawlowlew.blogspot.com/2013/07/hukum-diplomatik-dan-konsuler-tinjauan.html


2. Hukum Perang dan Humaniter
    2.1 Konflik Bersenjata yang bersifat Internasional       
        Sengketa bersenjata yang bersifat internasional disebut juga sebagai sengketa bersenjata antar negara (misalnya negara A berperang melawan negara B). Sengketa bersenjata antar negara terdiri dari beberapa situasi sebagaimana telah ditetapkan di dalam Pasal 2 common article Konvensi-konvensi Jenewa 1949 beserta Pasal 1 ayat (4) jo. Pasal 96 ayat (3) Protokol Tambahan I tahun 1977.
    2.2 Konflik Bersenjata yang bersifat Non-Internasional
        Sengketa bersenjata yang bersifat non-internasional dikenal juga sebagai “perang pemberontakan” yang terjadi di dalam suatu negara; juga dapat berbentuk perang saudara (civil war) (misalnya terjadi perang pemberontakan di negara C antara pasukan pemberontakan melawan pasukan reguler negara C. Perhatikan bahwa perang pemberontakan selalu bertujuan untuk memisahkan diri dari negara induk). Ketentuan mengenai sengketa bersenjata non-internasional ini diatur hanya berdasarkan satu pasal saja, yakni Pasal 3 common article Konvensi-konvensi Jenewa 1949 serta Protokol Tambahan II tahun 1977.


3. Hukum untuk menentukan nasib sendiri 
        hak untuk menentukan nasib sendiri secara normatif telah diatur dalam berbagai instrumen hukum internasional, antara lain, yaitu: Pasal 1 ayat (2) Piagam PBB; Pasal 1 ayat (1) “International Covenant on Civil and Political Rights” dan “International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights”; Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1514 (XV) 14 Desember 1960 tentang Deklarasi Pemberian Kemerdekaan kepada Bangsa dan Negara Terjajah; Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2625 (XXV) 24 Oktober 1970 mengenai Deklarasi tentang Prinsip-prinsip Hukum Internasional tentang Kerjasama dan Hubungan Bersahabat di antara Negara-negara dan Hubungan Bersahabat sesuai dengan Piagam PBB.


4. Hukum Laut 
4.1 Wewenang Penuh Ketentuan-ketentuan Negara Bendera
Kapal-kapal yang ada di laut lepas sepenuhnya tunduk pada peraturan-
 peraturan atau ketentuan negara bendera (pasal 92 konvensi). Ketentuan ini dibuat agar terdapat kesatuan hukum untuk menjamin ketertiban dan disiplin di atas kapal. Undang-undang negara bendera berlaku berlaku bagi semua perbuatan hukum yang terjadi di atas kapal.
Dasar dari ketentuan ini adalah adanya anggapan bahwa kapal sebagai floating portion of the flag stage, yaitu bagian terapung wilayah negara bendera. Karena negara mempunyai wewenang absolut terhadap wilayah, maka negara tesebut berwenang pula terhadap kapal-kapalnya yang berlayar di laut lepas.
    4.2 Laut Lepas
Pasal 86 Konvensi PBB tentang hukum laut menyatakan bahwa Laut Lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, dalam laut teritorial atau dalam perairan pedalaman suatu negara, atau dalam perairan kepulauan suatu negara kepulauan. Prinsip hukum yang mengatur rezim laut lepas adalah prinsip kebebasan.
Sumber: http://www.academia.edu/9168062/Hukum_Laut_Internasional


5. Hukum Udara dan Angkasa
    5.1 Wilayah Udara Nasional Pasal 1 konvensi paris 1919 secara tegas menyatakan : Negara-negara pihak mengakui bahwa tiap-tiap Negara mempunyai kedaulatan penuh dan eksklusif atas ruang udara ang terdapat di atas wilayah. Konvensi Chicago 1944 mengambil secara integral prinsip yang terdapat dalam konvensi paris 1919. Kedua konvensi tersebut dengan sengaja menjelaskan bahwa wilayah Negara juga terdiri dari laut wilayahnya yang berdekatan.

5.2 Ruang Udara Internasional Kedaulatan teritorial suatu Negara berhenti pada batas-batas luar dari laut wilayahnya. Kedaulatan ini tidak berlaku terhadap ruang udara yang terdapat diatas laut lepas atau zona-zona dimana Negara-negara pantai hanya mempunyai hak-hak berdaulat seperti atas landas kontinen. Atas alasan keamanan, status kebebasan yang berlaku dilaut lepas tidak pula mungkin bersifat absolute. Pasal 12 konvensi Chicago dengan alasan keamanan tersebut menyatakan bahwa diatas laut lepas ketentuan yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh ICAO sehubungan dengan penerbangan dan maneuver pesawat-pesawat yang terdapat dalam annex dari konvensi

11. Pietro Grassio
a). ). Hukum Laut
- Implementasi kebebasan berlayar
- Hak untuk berlayar

b Hukum Ekonomi Internasional
- Hak - Hak dan Kewajiban - Kewajiban Ekonomi Negara-negara

c). Hukum Udara
- Terbang melintasi wilayah negara asing tanpa mendarat;
- Mendarat untuk tujuan-tujuan komersial;
- Menurunkan penumpang pada lalu-lintas negara asing yang berasal dari negara asal pesawat udara;
- Mengangkut penumpang pada lalu-lintas negara asing yang bertujuan ke negara asal pesawt udara; dan
- Mengangkut angkutan antara dua negara asing.

d). Hukum Diplomatik dan Konsuler
- Seorang Diplomat memiliki hak kekebalan (immunities), keistimewaan (privileges), dan kemudahan (facilities) yang dapat memudahkannya dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai perwakilan negara pengirim di negara penerima.

- Negara penerima memiliki wewenang untuk melakukan Persona non-Grata kepada para Diplomat yang bertugas di negaranya kapanpun dan tidak perlu memberikan penjelasan atas tindakan yang telah diambilnya kepada negara pengirim.

e). Hukum Hak Asasi Manusia
- Pengakuan yang sama di hadapan hukum dan undang-undang
- Pengakuan yang sama dalam mengemukakan pendapat, berserikat, berkumpul dan terlibat dalam urusan  
   pemerintahan
- Kemerdekaan untuk memilih kewarganegaraan
- Mendapatkan kebebasan, kemerdekaan dan jaminan keselamatan dalam menentukan jalan hidupnya
- Meneruskan keturunannya
- Mendapatkan pendidikan dan pengajaran
- Kebebasan dari penganiayaan
- Hak untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya


2. Sumber Hukum yang mengaturnya:

a). Hukum Laut

- Implementasi kebebasan berlayar, dalam pasal- pasal Konvensi Hukum Laut 1982 UNCLOS  (the United Nation Convention on the Law of the sea).

Pasal 87 Konvensi mengenai kebebasan dilaut lepas antara lain menegaskan bahwa semua negara memiliki hak untuk berlayar.

b). Hukum Ekonomi Internasional

-  Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Ekonomi Negara-negara (Charter of the Economic Rights and Duties of States) (selanjutnya disebut “piagam” atau Piagam CERDS”) pertama kali diusulkan oleh Presiden Mexico Luis Echeverria Alvarez pada 1972:
Bagian II mengenai “hak-hak dan kewajiban- kewajiban ekonomi negara-negara” terdiri dari 28 pasal mengenai:

1. Kedaulatan dan penanaman modal asing (pasal 1,2,7 dan 16) serta harta kekayaan yang dikelola bersama (shared resources)(pasal 3)

2. Aturan-aturan perdagangan internasional (pasal 4- 6,14,18,20,21,22,26,27,28)

3. Perlakuan preferensial terhadap negara-negara kurang maju (pasal 18,19,21,25,26)

4. Organisasi internasional (pasal 10 dan 11)

5. Kelompok-kelompok (organisasi) ekonomi

6. regional (pasal 12,21,23 dan 24)

7. Alih teknologi (pasal 13)

8. Kewajiban-kewajiban umum untuk memajukan

9. pembangunan dan kerjasama ekonomi (pasal 7-9,11 dan 17)

10. Perlucutan senjata (pasal 15 dan 9), dekolonisasi (pasal 16)

c). Hukum Udara

- Kebebasan di ruang udara ini tampak nyata dalam “five freedoms of the air” yang termuat dalam the Chicago International Air Transport Agreement (1944). Kebebasan tersebut yaitu:

a. Terbang melintasi wilayah negara asing tanpa mendarat;

b. Mendarat untuk tujuan-tujuan komersial;

c. Menurunkan penumpang pada lalu-lintas negara asing yang berasal dari negara asal pesawat udara;

d. Mengangkut penumpang pada lalu-lintas negara asing yang bertujuan ke negara asal pesawt udara;  

    dan

e. Mengangkut angkutan antara dua negara asing.

d. Hukum Diplomatik dan Konsuler

- Pasal 29 Konvensi Wina 1961 berbunyi:
“The person of diplomatic agent shall be inviolable. He shall not be liable to any form of arrest or detention“
yang berarti bahwa pejabat diplomatik adalah inviolable, ia tidak dapat ditangkap dan ditahan. Jadi, istilah inviolability tersebut sebagai kekebalan terhadap alat-alat kekuasaan dari negara penerima maka pejabat diplomatik mempunyai hak untuk tidak dapat dikenakan tindakan kekuasaan oleh alat kekuasaan negara penerima, misalnya berupa penahanan dan penangkapan.
Dan,
“… The receiving state… shall take appropriate stop to prevent any attack on his person, freedom, or dignity”.
Jadi, seorang wakil diplomatik mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan dari negara penerima, yakni berupa pengambilan langkah yang dianggap perlu oleh negara penerima untuk mencegah setiap serangan terhadap kehormatan, kebebasan dan diri pribadi seorang wakil diplomatik tersebut.

- Keistimewaan dalam Pasal 36 ayat (1) Konvensi Wina 1961 atas barang-barang yang dimasukkan pada saat pertama kali penempatan mereka. Antara lain bebas dari semua bea dan ongkos-ongkos yang berhubungan dengan penyimpangan, pelayanan, dan pengusungan atas barang-barang untuk kegunaan resmi perwakilan diplomatik, barang-barang pribadi pejabat diplomatik dan keluarganya.

e). ). Hukum Hak Asasi Manusia

- The Universal Declaration of Human Rights oleh PBB tahun 1948. No. 217 A (III) menyetujui Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia. Deklarasi ini merupakan suatu bentuk pelaksanaan umum yang baku bagi seluruh bangsa dan negara yang ada di dunia. Pasal - pasal di dalamnya menjabarkan secara rinci hak-hak yang tidak boleh dilanggar atas manusia. Hak-hak tersebut antara lain:

Di bidang politik
Pengakuan yang sama di hadapan hukum dan undang-undang (pasal 6, 7, 8, 11 dan 12)
Pengakuan yang sama dalam mengemukakan pendapat, berserikat, berkumpul dan terlibat dalam urusan pemerintahan (pasal 10, 19, 20 dan 21)
Kemerdekaan untuk memilih kewarganegaraan (pasal 15)
Di bidang sosial
Mendapatkan kebebasan, kemerdekaan dan jaminan keselamatan dalam menentukan jalan hidupnya (pasal 1, 2, 3, 4, 13, 14, 18, 22, 24, 25, 28, 29 dan 30)
Menjalankan kepercayaannya (pasal 2 dan 18)
Meneruskan keturunannya (pasal 16)
Mendapatkan pendidikan dan pengajaran (pasal 25, 26 dan 27)
Kebebasan dari penganiayaan (pasal 5, 9 dan 12)
Di bidang ekonomi
Hak untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya (pasal 22, 23 dan 25)
Perkembangan pengakuan terhadap HAM senantiasa menunjukkan perubahan yang cukup signifikan terutama pada bidang-bidang yang disorot dalam HAM.

- Viena Convention on Diplomatic Relation, Konvensi Viena 1961, Pasal 9 ayat (1) tentang Hubungan Diplomatik yang menyatakan:
“Negara penerima setiap waktu dan tanpa memberikan penjelasan atas keputusannya, dapat memberitahukan kepada negara pengirim bahwa kepala perwakilan atau salah seorang staf diplomatik dari perwakilannya adalah persona non-grata atau bahwa salah seorang anggota staf perwakilan tersebut tidak dapat diterima baik. Dalam keadaan demikian, Negara pengirim sepatutnya, harus memanggil kembali orang yang bersangkutan atau mengakhiri tugasnya pada perwakilan. Seseorang dapat dinyatakan persona non-grata atau tidak dapat diterima baik sebelum tiba di wilayah Negara penerima."

12. Yehuda Bimo
Sumber – sumber Hukum Diplomatik :
  1. Konvensi Wina 1961 mengenai Hubungan Diplomatik
  1. Konvensi Wina 1963 mengenai Hubungan Konsuler
  1. Konvensi mengenai Misi Khusus
  1. Konvensi New York mengenai Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan terhadap Orang-orang yang menurut Hukum Internasional dilindungi termasuk Para Diplomat
  1. Konvensi mengenai Keterwakilan Negara dalam hubungannya dengan Organisasi Internasional yang bersifat Universal
Hal – hal yang diatur dalam Hukum Diplomatik :
1. Hubungan antara dua negara
2. Kebiasaan diplomatic yang melahirkan kewajiban
3. Hubungan antar negara – negara dalam sebuah masyarakat Internasional

Sumber – sumber Hukum Udara :
1. Konvensi Chicago 1944
2. Konvensi Tokyo 1963
3. Konvensi The Hague 1970, dll

Hal – hal yang diatur dalam Hukum Udara :
1. Yurisdiksi udara tiap negara
2. Tindak pidana dan kejahatan pesawat udara
3. Perlindungan territorial udara

Sumber – sumber Hukum Organisasi Internasional :
1.      Kenyataan historis tertentu. Kebiasaan yang sudah lama dilakukan, persetujuan atau perjanjian resmi yang dapat membentuk sumber hukum organisasi internasional.
2.      Instrumen pokok yang dimiliki oleh organisasi internasional dan memerlukan ratifikasi dari semua anggotanya. Instrumen pokok ini dapat berupa piagam, covenant, final act, pact (pakta), treaty, statute (statuta), declaration (deklarasi), constitution, dan lain-lain.

Hal – hal yang diatur dalam Organisasi Internasional :
1.  Ketentuan umum mengenai organisasi internasional
2. Mekanisme dalam menjalankan peraturan yang ada dalam organisasi internasional

Sumber – sumber Hukum HAM :
1. Hukum Perjanjian Internasional
2. Hukum Kebiasaan Internasional
3. Prinsip hukum umum
4. Putusan Hakim
5. Doktrin

Hal yang diatur dalam Hukum HAM :
1. Penegakan HAM Internasional
2. Pelaksanaan penegakan HAM Internasional

Sumber – sumber Hukum Perjanjian Internasional :
1. Konvensi Wina 1969
2. Pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional

Hal – hal yang diatur dalam Hukum Perjanjian Internasional :
1. Mengatur perjanjian antar negara
2. Mengatur mekanisme pengadaan perjanjian Internasional

13. GLENN WIJAYA
1. Hukum Laut


Mengatur hal-hal mengenai:
- territorial waters yang panjangnya adalah 12 nautical miles yang diukur dari baseline. Diatur mengenai hak innocent passage bagi kapal-kapal.
-archipelagic water
-contiguous zone
- Zona ekonomi eksklusif, panjangnya 200 mil yang dihitung dari baseline.
-Landas kontinen (continental shelf)


Sumber hukum: United Conventions on the Law of the Sea (UNCLOS)


2. HUKUM UDARA (Aviation Law)
Mengatur mengenai:
- mengenai ganti rugi bila terjadi kecelakaan bila pihak maskapai penerbangan dapat membuktikan bahwa kecelakaan terjadi bukan karena kelalaian mereka. (Montreal Convention)
- mengenai hak kedaulatan sebuah negara atas ruang udara di wilayahnya, meminta ijin melintas sebuah negara lain (Chicago Convention)
- mengatur apa saja yang dilarang dilakukan dalam pesawat (on board aircraft) (Tokyo Convention)



Sumber Hukum: Tokyo Convention, Chicago Convention, Montreal Convention


3. SPACE LAW (Hukum Luar Angkasa)


Mengatur mengenai:
- eksplorasi luar angkasa harus dilakukan dengan itikad baik
- negara-negara maju yang sudah mempunyai kapabilitas untuk eksplorasi ke luar angkasa harus berkontribusi dengan membantu negara-negara lain dalam kerjasama internasional agar negara-negara lain dapat juga mengembangkan misi-misi ke luar angkasa.
Sumber Hukum:
The 1967 Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and Other Celestial Bodies (the "Outer Space Treaty").
The 1968 Agreement on the Rescue of Astronauts, the Return of Astronauts and the Return of Objects Launched into Outer Space (the "Rescue Agreement").
The 1972 Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects (the "Liability Convention").
The 1975 Convention on Registration of Objects Launched into Outer Space (the "Registration Convention").
The 1979 Agreement Governing the Activities of States on the Moon and Other Celestial Bodies (the "Moon Treaty").


4. Hukum Humaniter (International Humanitarian Law)
Mengatur mengenai:


-prinsip proporsionalitas dalam menyerang pihak lawan
-tidak boleh menghilangkan nyawa para penduduk yang tidak bersalah
-prinsip tidak boleh menyerang objek-objek penduduk yang vital



Sumber Hukum:
-1907 Hague Regulations (Convention (IV) respecting the Laws and Customs of War on Land and its annex: Regulations concerning the Laws and Customs of War on Land. The Hague, 18 October 1907)


Law on Self-determination (Hak menentukan hidup sendiri)
Mengatur mengenai:
-dekolonisasi
-membentuk sebuah negara baru
- menghargai hak-hak warga minoritas di sebuah negara

Sumber Hukum:  United Nations General Assembly Resolution 1514 (XV) under titled Declaration on the Granting of Independence to Colonial Countries and Peoples




14. Anthonius Suryanto


Hukum Laut/ The Law of the Sea
1. laut teritorial sejauh 12 mil laut, zona tambahan sejauh 24 mil laut, zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil laut, dan landas kontinen (dasar laut) sejauh 350 mil laut atau lebih dan diatur juga apa yang dimaksud laut bebas dan Kawasan (the Area).
2. Sumber hukum : UNCLOS 1982

Hukum Ekonomi Internasional
1. mengatur tentang tatanan ekonomi di dunia atau hubungan ekonomi antara negara-negara di dunia
2. Sumber hukum: Statuta Mahkamah Internasional

Hukum Perang/Humaniter
1. untuk mengurangi atau membatasi penderitaan individu-individu dan untuk membatasi wilayah dimana kebuasan konflik bersenjata diperbolehkan dan untuk mengatur agar suatu perang dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan.
2. Sumber hukum: Konvensi Jenewa 1949

Hukum Perjanjian Internasional
1. mengatur hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antara subjek-subjek hukum internasional
2. Sumber hukum: Konvensi Wina 1969, Konvensi Wina 1986

Hukum Udara
1. Hukum udara itu sendiri dapat dipahami sebagai serangkaian ketentua nasional dan internasional mengenai pesawat, navigasi udara, pengangkutan udara komersial dan semua hubungan hukum, publik ataupun perdata, yang timbul dari navigasi udara domestik dan internasional 
2. Sumber hukum: Chicago Convention 1944, ICAO, IATA




15. Jenniefer Angel/00000007885
1.     Hukum Perjanjian International:
v Hukum Perjanjian International adalah hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban subjek hukum international.
v Sumber Hukum Perjanjian International adalah Konvensi Wina 1969 dan 1986.
2.     Hukum Angkasa:
v Hukum Angkasa adalah hukum negara-negara yang mengatur aktifitas dibidang eksplorasi yang dilakukan di ruang angkasa, pemanfaatan angkasa luar, peluncuran berbagai satelit, wilayah-wilayah yang dilintasi, pencarian sumber-sumber alam darat dan laut, meteorology, observasi astronom.
v Sumber Hukum Angkasa adalah registration convention 1974.
3.     Hukum Udara:
v Hukum Udara adalah hukum yang mengatur mengenai ketentuan pesawat navigasi udara, pengangkutan udara komersial, hubungan hukum publik-perdata, yang terdapat di dalam navigasi udara domestik dan luar negeri.
v Sumber Hukum Udara adalah Chicago Convention 1944, ICAO, IATA.
4.     Hukum Ekonomi International:
v Hukum Ekonomi International adalah hukum yang mengatur tentang hubungan perekonomian diantara negara-negara dunia.
v Sumber Hukum Ekonomi International adalah Statuta Mahkamah International.
5.     Hukum Laut:
v Hukum Laut adalah hukum yang mengatur laut teritorial sejauh 12 mil, zona tambahan sejauh 24 mil, zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil, landas kontinen sejauh 350 mil/lebih, dan juga mengatur laut bebas.
v Sumber Hukum Laut adalah UNCLOS 1982.
16.Kristi Puspita, 00000008014
Hukum Perang/Humaniter
1.       Hukum humaniter internasional sama artinya dengan hukum konflik bersenjata dan hukum perang, hukum ini digunakan untuk mengurangi atau membatasi penderitaan individu-individu dan untuk membatasi wilayah dimana kebuasan konflik bersenjata diperbolehkan dan untuk mengatur agar suatu perang dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan.
2.       Konvensi Jenewa 1949

Hukum HAM Internasional
1.       Hukum Ham internasional merujuk pada segenap peraturan yang didalamnya mencantumkan hak-hak dasar seorang manusia dan mengatur bagaimana memperlakukannya demi terhindarnya hal-hal yang tidak manusiawi.
2.       DUHAM

Hukum Laut
1.       Hukum laut mencakup peraturan tentang laut teritorial sejauh 12 mil laut, zona tambahan sejauh 24 mil laut, zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil laut, dan landas kontinen (dasar laut) sejauh 350 mil laut atau lebih dan diatur juga apa yang dimaksud laut bebas dan Kawasan (the Area).
2.       UNCLOS 1982

Hukum Udara
1.       Hukum udara itu sendiri dapat dipahami sebagai serangkaian ketentua nasional dan internasional mengenai pesawat, navigasi udara, pengangkutan udara komersial dan semua hubungan hukum, publik ataupun perdata, yang timbul dari navigasi udara domestik dan internasional
2.       Chicago Convention 1944, ICAO, IATA

Hukum Angkasa
1.       Hukum angkasa mengatur perjanjian internasional mengenai prinsip-prinsip yang mengatur kegiatan-kegiatan negara dibidang eksplorasi dan penggunaan angkasa luar termasuk bulan dan benda-benda angkasa alamiah lainnya. Hukum angkasa dapat dianggap sebagai dokumen hukum induk bagi kegiatan-kegiatan di ruang angkasa luar.
2.       Deklarasi 1963 dan Perjanjian Internasional 1967


17. TONY GUNAWAN, 00000007465
  1. Hukum Diplomatik pada hakikatnya merupakan ketentuan atau prinsip-prinsip hukum internasional yang mengatur hubungan diplomatik antar negara yang dilakukan atas dasar pemufakatan bersama dan ketentuan atau prinsip-prinsip tersebut dituangkan di dalam instrumen-instrumen hukum sebagai hasil dari kodifikasi hukum kebiasaan internasional dan pengembangan kemajuan hukum internasional (Suryokusumo, 2005, p. 5)


Hal-hal yang diatur dalam hukum diplomatik adalah :
  • Duta-duta besar dan para utusan
  • Menteri berkuasa penuh dan duta luar biasa
  • Kuasa usaha
  • (Berdasarkan Kongres Wina 1815 yang merupakan dasar dari hukum diplomatik ini)
  • (Suryokusumo, 2005, p. 8)


  • Minister Residence
  • (Berdasarkan Kongres Aix-la-Chapelle 1818 yang menambah 1 golongan lagi)
  • (Suryokusumo, 2005, p. 9)


  • Pergaulan dan kekebalan diplomatik (Konvensi Wina 1961)
  • Pergaulan dan kekebalan konsuler (Konvensi Wina 1963)
  • Misi-misi khusus (Konvensi New York 1969)
  • Hubungan antara negara dengan organisasi internasional bagian I  (Konvensi Wina 1968)
  • Masalah perlindungan dan tidak diganggu gugatnya para pejabat diplomatik dan orang-orang lainnya yang berhak memperoleh perlindungan khusus menurut hukum internasional (Konvensi New York 1973)
  • Status kurir diplomatik dan kantong diplomatik yang tidak diikutsertakan pada kurir diplomatik
  • Hubungan antara negara dan organisasi internasional bagian II (Konvensi Wina 1973)
  • (Suryokusumo, 2005, p. 11-24)


Sumber-sumber hukum yang mengatur hal tersebut di atas adalah :
  • Kongres Wina 1815
  • Kongres Aix-la-Chapelle 1818
  • Konvensi Wina 1961
  • Konvensi New York 1969
  • Konvensi Wina 1968
  • Konvensi New York 1973
  • Konvensi Wina 1973
  • (detail dapat dilihat di atas)


Sumber Referensi Pembahasan Hukum Diplomatik :
Suryokusumo, S. (2005). Hukum Diplomatik : Teori Dan Kasus (1st ed.). Bandung: P.T. Alumni.


  1. Hukum Perjanjian Internasional adalah semua perjanjian yang bersifat lintas batas negara atau transnasional ( menurut pengertian publik ) (Agusman, 2014, p. 19)


Hukum Perjanjian Internasional menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dengan sedikit modifikasi, yaitu : Setiap perjanjian di bidang hukum publik, yang diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh Pemerintah dan Negara, organisasi internasional, atau subyek hukum internasional lain. (Agusman, 2014, p. 20)


Hal-hal yang diatur dalam hukum perjanjian internasional (kaca mata Indonesia) adalah :
  • Lembaga Pemrakarsa / Lembaga Negara / Lembaga Pemerintah (Pasal 5 UU No.24 Tahun 2000 ; UU No.32 Tahun 2004)
  • Mekanisme Koordinasi dan Konsultasi (UU No.32 Tahun 2004 ; Konvensi Wina 1969 ; pasal 11 UUD 1945 )
  • Proses Pengambilan Keputusan dalam Pembuatan Perjanjian (kebiasaan nasional forum Rakor Polkam/Ekonomi/Kesra serta melalui Rapat Kabinet)
  • Pedoman Delegasi RI (Pasal 5 UU No.24 Tahun 2000)
  • Surat Kuasa / Full Powers (UU No.24 Tahun 2000 ; Konvensi Wina)
  • (Agusman, 2014, pp. 44-57)
Hal-hal yang diatur dalam hukum perjanjian internasional (kaca mata teori) adalah :
  • Dalam perjanjian internasional tak tertulis adalah pernyataan wakil negara dalam konteks hubungan antar negara seperti pernyataan Menteri Luar Negeri Norwegia terhadap pendudukan dan penguasaan Denmark atas pulau Greenland Bagian Timur yang berlanjut sebagai sengketa antara Denmark dan Norwegia.(masalah kepemilikan asset)
  • Dalam perjanjian internasional tak tertulis lainnya adalah ucapan Presiden Philipina Ferdinand.E.Marcos dalam sidang KTT ASEAN di Kuala Lumpur tanggal 8 Agustus 1977 di mana dalam pidato resminya beliau mencabut klaimnya atas Sabah dan mengakui Sabah sebagai bagian dari wilayah Malaysia.(masalah kepemilikan asset)
  • Dalam perjanjian internasional tertulis adalah :
  • Perjanjian Internasional yang berbentuk perjanjian antar negara
  • Perjanjian Internasional yang berbentuk perjanjian antar kepala negara
  • Perjanjian Internasional yang berbentuk antar pemerintah (menteri)
  • Perjanjian Internasional yang berbentuk perjanjian antar kepala negara dan kepala pemerintah
  • (Parthiana, 2002, pp. 35-39)


Sumber-sumber hukum yang mengatur hal tersebut di atas adalah :
  • Konvensi Wina 1969
  • UU No.24 Tahun 2000
  • UU No.32 Tahun 2004
  • Pasal 11 UUD 1945
  • Kebiasaan nasional forum Rakor Polkam/Ekonomi/Kesra serta melalui Rapat Kabinet
  • Detail dapat dilihat di atas


Sumber Referensi Pembahasan Hukum Perjanjian Internasional :
Agusman, D. (2014). Hukum Perjanjian Internasional : Kajian Teori dan Praktik  Indonesia (2nd ed.). Bandung: PT Refika Aditama.
Parthiana, W. (2002). Hukum Perjanjian Internasional (1st ed., Vol. 1). Bandung: CV. Mandar Maju.


  1. Hukum Organisasi Internasional :
Dalam membentuk organisasi internasional, negara-negara melalui organisasi itu akan berusaha untuk mencapai tujuan yang menjadi kepentingan bersama, dan kepentingan ini menyangkut bidang kehidupan internasional yang sangat luas. Karena bidang-bidang itu menyangkut kepentingan banyak negara, maka diperlukanlah peraturan internasional (international regulation) agar kepentingan masing-masing negara dapat terjamin.(Suryokusumo, 1990, p. 1)


Sejak pertengahan abad ke-17 perkembangan organisasi internasional tidak saja diwujudkan dalam berbagai konferensi internasional yang kemudian melahirkan persetujuan-persetujuan, tetapi lebih dari itu telah melembaga dalam berbagai variasi dari komisi(comission), sarekat(union), dewan(council), liga(league), persekutuan(association), perserikatan bangsa-bangsa(united nations), persemakmuran(commonwealth),  masyarakat(community),  kerjasama(cooperation), dan lain lain.(Suryokusumo, 1990, p. 2)


Pembahasan hukum organisasi internasional ini hanya menyangkut pada organisasi-organisasi internasional tingkat pemerintahan karena lebih melibatkan pada pemerintah negara-negara anggotanya sebagai pihak, oleh sebab itu organisasi internasional dalam pengertian ini dapat disebut sebagai organisasi internasional publik (publik international organization).(Suryokusumo, 1990, p. 2)


Hal-hal yang diatur dalam hukum organisasi internasional adalah :
  • Tidak mencampuri urusan dalam negri negara lain
  • Pelaksanaan Keputusan Organisasi Internasional termasuk rekomendasi, imbauan, maupun permintaan
  • Pelaksanaan Kewajiban Internasional
  • Netral dalam dalam pertikaian senjata antar negara
  • Pertikaian antar negara
  • Situasi Internasional
  • Pemberian status sebagai peninjau
  • Mengatasi perselisihan antar anggota yang dapat mengancam dan membahayakan perdamaian dunia dan keamanan internasional
  • (Suryokusumo, 1990, pp. 19-26)


Sumber-sunber yang mengatur hukum organisasi internasional adalah :
  • Kebiasaan (Sejarah pembentukan PBB)
  • Instrumen
  • Piagam (PBB, OAS, OAU, dan Organisasi Konferensi Islam)
  • Covenant (Liga Bangsa-Bangsa)
  • Final Act - Konferensi Keamanan dan Kerjasama Eropa/Helsinki Accords, Pact (Liga Arab,Warsawa), Treaty (NATO, SEATO), Statue (IAEA, OPEC), Deklarasi (ASEAN), Constitusion (UNIDO, ILO, WHO, UNESCO, dan lain-lain)
  • Peraturan tata cara organisasi internasional beserta badan-badan yang berada di bawah naungannya, termasuk cara kerja mekanisme yang ada pada organisasi tersebut (cth. Rules of Procedure of the Security Council, Rules of Procedure of the Economic and Social Council, Staff Regulations, dan lain lain)
  • Hasil-hasil yang ditetapkan atau diputuskan oleh organisasi internasional yang wajib atau harus dilaksanakan oleh para anggotanya maupun badan-badan yang ada di bawah naungannya. Hasil-hasil ini bisa berupa resolusi, keputusan, deklarasi, atau rekomendasi.
  • (Suryokusumo, 1990, pp. 26-32)


Sumber Referensi Pembahasan Organisasi Internasional :
Suryokusumo, S. (1990). Hukum Organisasi Internasional (1st ed.). Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).


  1. Hukum Udara
Hukum Udara adalah hukum yang mengatur tentang kedaulatan suatu negara berdasarkan ruang udara yang menjadi teritorialnya.
Menurut Paris Convention for the regulation of Aerial Navigation tahun 1919 yang mengakui kedaulatan penuh negara di ruang udara di atas wilayah daratan dan laut territorialnya. Pada awalnya kedaulatan negara tidak ditetapkan batas jaraknya secara vertikal (usque ad coelum). Namun demikian dibatasi dengan adanya pengaturan tentang ruang angkasa.(Kusumaatmadja, 2003, p. 194)


Hal-hal yang diatur dalam hukum udara adalah :
  • Setiap negara mempunyai kedaulatan penuh dan eksklusif pada ruang udara di atasnya (Pasal 1 Konvensi Chicago)
  • Pesawat udara yang merupakan bagian dari penerbangan berjadwal tidak dibenarkan untuk terbang melalui atau menuju wilayah suatu negara tanpa ijin dari negara yang bersangkutan (Pasal 6 Konvensi Chicago)
  • Ketentuan di aras dikecualikan bagi pesawat udara asing yang merupakan bagian dari penerbangan internasional tidak terjadwal.(Pasal 5 Konvensi Chicago)
  • Setiap pesawat udara memiliki kebangsaan dari negara tempat didaftarkannya pesawat udata tersebut (negara bendera).(Pasal 17 Konvensi Chicago)
  • Setiap pesawat udara hamya dapat didaftarkan di satu negara.(Pasal 18 Konvensi Chicago)
  • Yurisdiksi negara bendera terhadap segala tindakan termasuk tindak pidana yang dilakukan di atas pesawat udara ketika pesawat tersebut sedang melakukan penerbangan di ruang udara di atas laut lepas, maka negara lain dapat juga memiliki yurisdiksi terhadap tindak pidana yang mempunyai dampak terhadap wilayah negara tersebut, dan terhadap keamanan negaranya, atau apabila dilakukan oleh atau terhadap warga negaranya.(Tokyo Convention on Offences and Certain Other Acts Commited on Board of Aircraft 1963)
  • Apabila pesawat udara tersebut sedang terbang di atas atau berada di wilayah suatu negara, maka negara tersebut juga memiliki yurisdiksi apabila tindak pidana tersebut merupakan pelanggaran terhadap aturan penerbangan atau diperlukan untuk menjamin pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang berasal dari suatu perjanjian internasional.
  • (Kusumaatmadja, 2003, pp. 195-196)



Sumber-sunber yang mengatur hukum organisasi internasional adalah :
  • Paris Convention for the Regulation of Aerial Navigation 1919
  • Chicago Conference on International Civil Aviation 1944
  • Chicago Convention on Inter-national Civil Aviation 1974 (perkecualian pesawat udara militer, bea cukai, atau kepolisian)
  • Tokyo Convention on Offences and Certain Other Acts Commited on Board of Aircraft 1963


Sumber Referensi Pembahasan Hukum Udara :
Kusumaatmadja, M., & Agoes, E. (2003). Pengantar Hukum Internasional (2nd ed.). Bandung: P.T. Alumni.


  1. Hukum Laut adalah hukum yang mengatur tentang kedaulatan dan yurisdiksi negara di laut.
Hukum laut pertama kali diatur oleh konvensi-konvensi Jenewa tahun 1958 yang mengatur tentang laut teritorial dan zona tambahan, perikanan dan konservasi sumber daya hayati di laut lepas dan landas kontinen. Konvensi ini dianggap masih cukup memadai sampai tahun 1970.(Kusumaatmadja, 2003, p. 170)
Setelah melalui perundingan yang cukup panjang , negara-negara peserta Konferensi Hukum Laut PBB ke-3 akhirnya telah menyepakati Konvensi PBB tentang hukum laut (United Nations Convention on the Law of the sea) tahun 1982 yang terdiri dari 320 pasal dan 9 Annex. Konvensi ini mengatur tentang semua kegiatan di laut seperti misalnya delimitasi, hak lintas, pencemaran terhadap lingkungan laut, riset ilmiah kelautan, kegiatan ekonomi dan perdagangan, alih teknologi dan penyelesaian sengketa tentang masalah-masalah kelautan. Sesuai dengan pasal 308 konvensi ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 1994, yaitu 12 bulan setelah diterimanya ratifikasi ke-60.(Kusumaatmadja, 2003, p. 171)
Hal-hal yang diatur dalam hukum laut adalah :
  • Status hukum tentang pelbagai zona maritim
  • Berada di bawah kedaulatan penuh negara meliputi laut pedalaman, laut teritorial, dan selat yang digunakan untuk pelayaran internasional
  • Negara mempunyai yurisdiksi khusus dan terbatas yaitu zona tambahan
  • Negara mempunyai yurisdiksi eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya alamnya, yaitu zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen
  • Berada di bawah suatu pengaturan internasional khusus, yaitu daerah dasar laut samudra dalam, atau lebih dikenal sebagai kawasan international sea-bed area
  • Tidak berada di bawah kedaulatan maupun yurisdiksi negara manapun yaitu laut lepas.
  • Perairan Pedalaman
  • Laut Teritorial
  • Selat yang digunakan untuk pelayaran internasional
  • Jalur / Zona Tambahan
  • Negara Kepulauan
  • Zona Ekonomi Eksklusif
  • Landas Kontinen
  • Negara-negara yang tidak berpantai dan negara-negara yang secara geografis tidak beruntung
  • Laut Lepas
  • Kawasan
  • Pulau
  • Laut tertutup dan setengah tertutup
  • Lingkungan Laut
  • Penyelesaian Sengketa
  • (Kusumaatmadja, 2003, pp. 171-191)


Sumber-sunber yang mengatur hukum laut adalah :
  • United Nations Convention on the Law of the sea 1982
  • Konvensi Jenewa 1958


Sumber Referensi Pembahasan Hukum Laut :
Kusumaatmadja, M., & Agoes, E. (2003). Pengantar Hukum Internasional (2nd ed.). Bandung: P.T. Alumni.

18. Georgina Agatha, 00000008460
 1. Hukum Angkasa
Hukum ruang angkasa adalah sebuah wilayah dari hukum yang mengatur aktifitas pemerintahan negara dan hukum internasional di luar angkasa
Ruang angkasa memiliki beberapa pengertian diantaranya :
- Ruang Angkasa adalah ruang di seputar matahari kita dimana gaya gravitasinya adalah yang paling dominan.
-Ruang angkasa adalah wilayah yang terletak diatas ruang udara dan memiliki prinsip bebas untuk dieksplorasi dan pemanfaatannya oleh negara manapun tanpa memandang tingkat kemajuan dari negara manapun. 
DASAR – DASAR HUKUM TENTANG RUANG ANGKASA.
Dasar hukumnya adalah :
1. Deklarasi Bogota Tahun 1944 tentang Penerbangan Internasional.
2. Space Treaty tahun 1967, diakui 2 prinsip yang paling pokok yakni Ruang Angkasa  adalah bebas dan Ruang Angkasa tidak dapat dimiliki dengan alasan apapun juga.
3. Rescue Agreement Tahun 1968
4. Convention On Internasional Liability Caused By space Objects Tahun 1972  atau lebih dikenal dengan Liability Convention tahun 1972.
5. Registration Convension Tahun 1975
6. Moon Agreement Tahun 1979
2. Perjanjian Internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional. Sebuah perjanjian multilateral dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian bilateral dibuat antara dua negara. Sedangkan, perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh lebih dari dua negara.Sumber-sumber hukum yang mengatur hal tersebut di atas adalah:
1. Konvensi Wina 1969
2.UU No.24 Tahun 2000
3. Pasal 11 UUD 1945

3.  Hukum Diplomatik dan Konsuler
hukum diplomatik digunakan untuk merujuk pada norma-norma hukum internasional yang mengatur tentang kedudukan dan fungsi misi diplomatik yang dipertukarkan oleh negara-negara yang telah membina hubungan diplomatik. Pengertian hukum diplomatik secara tradisional itu kini telah meluas karena hukum diplomatik sekarang bukan sekedar mencakup hubungan diplomatik dan konsuler antar negara, akan tetapi juga meliputi keterwakilan negara dalam hubungannya dengan organisasi-organisasi internasional. Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt

Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt
hukum diplomatik digunakan untuk merujuk pada norma-norma hukum internasional yang mengatur tentang kedudukan dan fungsi misi diplomatik yang dipertukarkan oleh negara-negara yang telah membina hubungan diplomatik. Pengertian hukum diplomatik secara tradisional itu kini telah meluas karena hukum diplomatik sekarang bukan sekedar mencakup hubungan diplomatik dan konsuler antar negara, akan tetapi juga meliputi keterwakilan negara dalam hubungannya dengan organisasi-organisasi internasional. Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt

Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt
hukum diplomatik digunakan untuk merujuk pada norma-norma hukum internasional yang mengatur tentang kedudukan dan fungsi misi diplomatik yang dipertukarkan oleh negara-negara yang telah membina hubungan diplomatik. Pengertian hukum diplomatik secara tradisional itu kini telah meluas karena hukum diplomatik sekarang bukan sekedar mencakup hubungan diplomatik dan konsuler antar negara, akan tetapi juga meliputi keterwakilan negara dalam hubungannya dengan organisasi-organisasi internasional. Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt

Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt
 Hukum diplomatik digunakan untuk merujuk pada norma-norma hukum internasional yang mengatur tentang dan fungsi misi diplomatik yang telah dipertukarkan oleh negara-negara yang telah membina hubungan diplomatik, yang meliputi keterwakilan negara dengan hubungannya dengan organisasi-organisasi internasional.
hukum diplomatik digunakan untuk merujuk pada norma-norma hukum internasional yang mengatur tentang kedudukan dan fungsi misi diplomatik yang dipertukarkan oleh negara-negara yang telah membina hubungan diplomatik. Pengertian hukum diplomatik secara tradisional itu kini telah meluas karena hukum diplomatik sekarang bukan sekedar mencakup hubungan diplomatik dan konsuler antar negara, akan tetapi juga meliputi keterwakilan negara dalam hubungannya dengan organisasi-organisasi internasional. Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt

Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt
 Sumber-sumber Hukum diplomatik (ps 38 statuta Mahkamah Internasional) :
1.Konvensi internasional atau biasa disebut Law Making Treaty 
2.Kebiasaan Internasional, sebagai bukti praktek umum diterima sebagai hukum
3.Prinsip-prinsip umum hukum yang diterima oleh bangsa-bangsa beradab
4.Doktrin (sebagai sumber tambahan)

4. Hukum HAM
Secara internasional, HAM termasuk kedalam sistem hukum internasional (dibentuk oleh masyarakat internasional yang terdiri dari negara-negara). Negara mempunyai peranan penting dalam membentuk sistem hukum tersebut melalui kebiasaan, perjanjian internasional, atau bentuk lainnya seperti deklarasi maupun petunjuk teknis. Kemudian negara menyatakan persetujuannya dan terikat pada hukum internasional tersebut. Dalam HAM, yang dilindungi dapat berupa individu, kelompok atau harta benda. Negara atau pejabat negara sebagai bagian dari negara mempunyai kewajiban dalam lingkup internasional untuk melindungi warga negara beserta harta bendanya.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memberikan asas-asas tentang pengakuan negara terhadap HAM, bahwa setiap individu dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat yang sama, dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Adapun HAM dan kebebasan dasar manusia dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Hak Hidup (Pasal 9);
2. Hak untuk Berkeluarga dan melanjutkan keturunan (Pasal 10);
3. Hak Mengembangkan Diri (Pasal 11-16);
4. Hak Memperoleh keadilan (Pasal 17-19);
5. Hak Kebebasan Pribaditurut serta dalam Pemerintahan (Pasal 20-27);
6. Hak atas Rasa Aman (Pasal 28-35);
7. Hak atas Kesejahteraan (Pasal 36-42);
8. Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (Pasal 43-44);
9. Hak-hak Perempuan (Pasal 45 – 51);
10. Hak-hak Anak (Pasal 52 -66).
5.  Hukum Perang


Hukum perang atau yang sering disebut dengan hukum Humaniter internasional, atau hukum sengketa bersenjata memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia, atau sama tuanya dengan perang itu sendiri. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, bahwa adalah suatu kenyataan yang menyedihkan bahwa selama 3400 tahun sejarah yang tertulis, umat manusia hanya mengenal 250 tahun perdamaian. Naluri untuk mempertahankan diri kemudian membawa keinsyarafan bahwa cara berperang yang tidak mengenal batas itu sangat merugikan umat manusia, sehingga kemudian mulailah orang mengadakan pembatasan-pembatasan, menetapkan ketentuan-ketentuan yang mengatur perang antara bangsa bangsa.

Dalam sejarahnya hukum humaniter internasional dapat ditemukan dalam aturan-aturan keagamaan dan kebudayaan di seluruh dunia. Perkembangan modern dari hukum humaniter baru dimulai pada abad ke-19. Sejak itu, negara-negara telah setuju untuk menyusun aturan-aturan praktis, yang berdasarkan pengalaman-pengalaman pahit atas peperangan modern. Hukum humaniter itu mewakili suatu keseimbangan antara kebutuhan kemanusiaan dan kebutuhan militer dari negara-negara. Seiring dengan berkembangnya komunitas internasional, sejumlah negara di Seluruh dunia telah memberikan sumbangan atas perkembangan hukum humaniter internasional. Dewasa ini, hukum humaniter internasional diakui sebagai suatu sistem hukum yang benar-benar universal.
 Pada umumnya aturan tentang perang itu termuat dalam aturan tingkah laku, moral dan agama. Hukum untuk perlindungan bagi kelompok orang tertentu selama sengketa bersenjata dapat ditelusuri kembali melalui sejarah di hampir semua negara atau peradaban di dunia. Dalam peradaban bangsa Romawi dikenal konsep perang yang adil (just war). Kelompok orang tertentu itu meliputi penduduk sipil, anakanak, perempuan, kombatan yang meletakkan senjata dan tawanan perang.

19.Ezmeralda Pawan, 00000008064
  • Hukum Laut
  1. Perbatasan perairan antar negara, pembagian laut atas laut lepas, hak lintas damai di wilayah suatu negara, dll.
  2. UU No. 6 Tahun 1996, UNCLOS 1982.


  • Hukum Perjanjian Internasional
  1. Mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak, mengatur tata cara pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional, mengatur tata cara pembatalan suatu perjanjian internasional, mengatur bagaimana berakhirnya sebuah perjanjian internasional, dll.
  2. UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.


  • Hukum Hak Asasi Manusia
  1. Hukum HAM memberikan pertahanan dan perlindung bagi setiap individu terhadap kekuasaan negara yang sangat rentan disalahgunakan,
  2. UUD 1945 pasal 27 ayat 1, UUD 1945 pasal 28, UUD 1945 pasal 29 ayat 2, dll.


  • Hukum Udara
  1. Mengatur jurisdiksi wilayah udara suatu negara secara horizontal dan vertikal.
  2. Convention Relating to The Regulation of Aerial Navigation 1919, Konvensi Chicago 1944, UU No. 1 tahun 2009.


  • Hukum Pertanggungjawaban Negara
  1. Mengatur mengenai penjatuhan hukuman terhadap tersangka atas suatu tindak kejahatan yang merugikan warga negara/negara lain, mengatur tata cara pemberian pertanggungjawaban kepada negara yang bersangkutan, mengatur subjek-subjek hukumnya.
  2. ILC 2001.

 20. Agustina

1. Hukum Laut
 Contoh: Bila A merampok do sekitar laut teritorial dan kabur, maka pihak polisi masih dapat mengejarnya hingga zona tambahan, A hanya bisa bebas bila berada di jangkauan laut bebas.
Sumber Hukum : UNCLOS 1982

2.Hukum Udara
Contoh : suatu pesawat baru saja melintasi negara Amerika, Indonesia begitu saja, maka satu-satunya cara untuk mengatasinya adalah dengan melakukan hubungan hukum internasional dengan negara-negara lainnya.
Sumber Hukum : Chicago Conventions 1944, ICAO,IATA.

3. Hukum Perang dan Humaniter
 Contoh : Di dalam suatu perang, bila seseorang akan membunuh pihak lain, maka orang tersebut tidak boleh myiksa pihak lain hingga meninggal. Bila akan membunuh, harus langsung dilakukan pembunuhan tersebut, tidak boleh dengan cara disiksa hingga meninggal.
Sumber Hukum : konvensi Jenewa

4. Hukum Organisasi Internasional
Contoh : Palang merah internasional merupakan organisasi tersendiri yang biasanya di dalam peperangan, bila terdapat pihak dari mereka yang sedang membantu korban tentara yang terluka, maka anggota organisasi palang merah tersebut tidak boleh dibunuh atau dilukai.
Sumber Hukum : United Nations Administratives Tribunal Statute and Rules


5. Hukum tentang penentuan nasib sendiri
Contoh : Negara yang ingin bebas dari kekuasaan negara lainnya, negara yang ingin melakukan reformasi, seperti Indonesia saat melaksanakan kemerdekaannya, Ucraina dsb
Sumber Hukum : PBB
21. NOVA SHYNTIA RYAN DINATA PURBA
1.Humaniter (International Humanitarian Law),Mengatur tentang :
  1. Prinsip (asas) kepentingan militer (military necessity), yaitu pihak yang berperang dibenarkan menggunakan kekerasan dalam rangka menundukkan lawan, demi tercapainya tujuan dan kemenangan perang.
  2. Prinsip Kesatriaan (chivalry), bahwa di dalam perang kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat yang tidak terhormat dan berbagai cara tipu muslihat dan atau bersifat khianat, tidak diperkenankan.
  3. Prinsip kemanusiaan (humanity), yaitu para pihak dalam perang diharuskan memerhatikan asas perikemanusiaan. Mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan berlebihan yang dapat menimbulkan penderitaan yang tidak perlu.
Sumber hukumya: hukum den haag dan hukum jenewa.


2.Hukum Laut
a.Daerah dasar laut dan lapisan tanah di bawahnya dinyatakan sebagai warisan bersama umat manusia.
b. Laut Lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, dalam laut teritorial atau dalam perairan pedalaman suatu negara, atau dalam perairan kepulauan suatu negara kepulauan. Prinsip hukum yang mengatur rezim laut lepas adalah prinsip kebebasan.
Sumber Hukum yang mengatur : Konferensi PBB III Tentang Hukum Laut
                                                          Pasal 86 konferensi PBB
3. Hukum Udara
a. Negara mempunyai kedaulatan penuh atas ruang udara di atas wilayah daratan dan laut teritorialnya sampai ketinggian tidak terbatas.
b. Negara mempunyai kedaulatan, sempurna dan eksklusif atas ruang udaranya. 
¬ Kebebasan Udara
1. Kebebasan Dasar :
a. Hak lintas damai 
b. Hak mendarat teknik 
2. Kebebasan Komersial 
a. Hak menurunkan di semua negara 
b. Hak menaikkan untuk selanjutnya menuju negara asal pesawat 
c. Hak untuk menaikkan di semua negara dan menurunkan di negara lainnya.
Sumber Hukum yang mengatur:
Konvensi Paris 1919
Konvensi Chicago 1944


4.Hukum Ruang Angkasa
bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan penuh (complete and exclusive sovereignity) atas ruang udara atas wilayah kedaulatannya. Dari pasal tersebut memberikan pandangan bahwa perwujudan dari kedaulatan yang penuh dan utuh atas ruang udara di atas wilayah teritorial, adalah : (1). Setiap negara berhak mengelola dan mengendalikan secara penuh dan utuh atas ruang udara nasionalnya; (2). Tidak satupun kegiatan atau usaha di ruang udara nasional tanpa mendapatkan izin terlebih dahulu atau sebagaimana telah diatur dalam suatu perjanjian udara antara negara dengan negara lain baik secara bilateral maupun multilateral.
Sumber hukum yang mengaturnya :  Konvensi Chicago 1944 Pasal 1
5.Hukum Hak Asasi  Manusia
Hak hidup;
- Hak untuk tidak disiksa, diperlakukan atau dihukum secara kejam, tidak manusiawi atau direndahkan martabat;
- Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi;
- Hak untuk tidak dipenjara semata-mata atas dasar ketidakmampuan memenuhi kewajiban kontraktual;
- Hak atas persamaan kedudukan di depan pengadilan dan badan peradilan; dan
- Hak untuk tidak dihukum dengan hukuman yang berlaku surut dalam penerapan hukum pidana.


Sumber hukumnya :
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang mulai berlaku secara internasional sejak Maret 1976. 


  22. Alifia Nabila 
  1. HUKUM LAUT (The Law of The Sea)
Menurut pasal 87, kebebasan-kebebasan tersebut meliputi :
  • Kebebasan berlayar
  • Kebebasan penerbangan
  • Kebebasan untuk memasang kabel & pipa bawah laut
  • Kebebasan untuk membangun pulau  buatan
  • Kebebasan menangkap ikan sesuai kesepakatan
  • Kebebasan melakukan riset ilmiah
Mengatur landasan kontinen=
  • Landasan kontinental adalah daerah laut yang terletak antara dasar laut menurun secara tajam & dimana mulai daerah dasar laut baru yang disebut lereng kontinen. Biasanya terjadi pada kedalaman 200 Meter.
   Tentang Zona Ekonomi Ekslusif=  
  • ZEE merupakan manifestasi dari usaha-usaha Negara pantai untuk melakukan pengawasan & penguasaan terhadap segala macam SDA yang terdapat di zona laut yang terletak di luar dan berbatasan dengan laut wilayahnya. ZEE ini diatur dalam pasaal 56 Konvensi Hukum Laut 1982 yaitu : Hak eskplorasi, Hak eskploitasi, Hak konservasi, dan pengelolaan SDA baik hayati & non hayati.
Sumber Hukum :
United conventions on the law of the sea (UNCLOS)


  1. HUKUM UDARA (Air Law)
  Secara nasional diatur dalam perjanjian, baik perjanjian multirateral maupun bilateral.  Perjanjian bilateral tentang penerbangan sipil seperti :
  • Mengatur mengenai hak-hak penerbangan
  • Rute penerbangan
  • Kapasitas pengangkut udara
  • Tarif  jasa pengangkut udara
         Sumber Hukum :
Tokyo convention, Chicago convention, Montreal convention
  1. HUKUM PERANG (Humanitarian Law)
Yang diatur dalam hukum perang adalah :
  1. Untuk membatasi akibat-akibat dari pertikaian senjata
  2. Membatasi cara-cara & metode perang
  3. Tidak boleh menghilangkan nyawa para penduduk yang tidak bersalah
Sumber Hukum :
Protocol Additional to the Genevia Conventions of 12 August 1949, and relating to the Protection of Victims of International Armed Conflicts (Protocol I), 8 June 1977


  1. HUKUM HAK ASASI MANUSIA ( The Law of human rights)
Menurut undang-undang nomor 39 tahun 1999 antara lain :
  1. Hak untuk hidup
  2. Hak untuk mengembangkan diri
  3. Hak untuk memperoleh keadilan
  4. Hak atas kebebasan pribadi
  5. Hak atas rasa aman
  6. Hak atas kesejahteraan
  7. Hak urut seta dalam pemerintahan
Sumber Hukum :
Pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional yang terdiri dari  3 sumber utama dan 2 sumber tambahan. Sumber hukum tersebut adalah :
  • Hukum Perjanjian Internasional
  • Hukum Kebiasaan Internasional
  • Prinsip Umum Hukum
  • Putusan Hakim
  • Pendapat para ahli Hukum internasional


5. HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ( The Law of Treatis)
  1. TRAKTAT (Treaty): Mencakup segala macam bentuk persetujuan internasional yang bekerja sama di Asia Tenggara (Treaty of Amity and cooperation in southeast Asia) tanggal 24 Feb 1979
  2. KONVENSI (Convention): Mencakup pengertian perjanjian secara umum, istilah konvensi digunakan untuk perjanjian-perjanjian multirateral yang beranggotakan banyak pihak. Seperti perjanjian Jenewa tahun 1949 tentang perlindungan korban perang.
  3. PERSETUJUAN ( Agreement): Mencakup seluruh jenis perangkat internasional. Contoh = Treaty of Rome, 1957
  4. MEMORANDUM OF UNDERSTANDING
  5. PROTOKOL (Protocol)
Sumber Hukum  :
  • Perjanjian Internasional ( International Conventions)
  • Kebiasan Internasional ( International Custom)
  • Prinsip Hukum Umum ( General principles of law) yang diakui oleh Negara-negara yang beradab.

       

23.  Reza Chandra

HUKUM RUANG ANGKASA: Mengatur tentang kegiatan antariksa termasuk didalamnya ada eksplotasi dan pemanfaatan (UU No 15 th 1992 ,dan UU No 6 th 1996)

HUKUM PERANG: Mengatur tentang perang saudara at.au pemberontakan (Pasal 3 Konvensi Jenewa Th 1949)

HUKUM LAUT: Mengatur tentang landasan kontinen suatu negara (Konvensi Jenewa 1958 tentang landasan kontinen)

HUKUM UDARA : Mengatur tentang kedaulatan penuh suatu negara atas ruang udara diatas wilayah daratan dan laut teritorialnya sampai ketinggian tidak terbatas (Konvensi Paris )

HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL : Mengatur tentang masalah masalah bersama(negara) yang penting dalam hubungan antara subjek hukum internasional (Pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional).

24.  Rezky Kariema T


  1. Hukum tentang Hak Asasi Manusia

  • Mengatur tentang hak-hak manusia
  • Contohnya : Hak untuk hidup , hak atas keadilan , Dll.

Instrumen hukum yang mengikat , antara lain :

  • Universal Declaration of Human Rights
  • ICCPR

  • Hak untuk hidup
  • Hak untuk tidak disiksa
  • Hak atas kemerdekaan & keamanan pribadi
  • Hak atas persamaan kedudukan didepan pengadilan

2. Hukum Udara
Dalam hukum romawi ada satu adegium yang menyebutkan, bahwa “cojust est solum, ejus est usque ad quelum yang artinnya : barang siapa memiliki sebidang tanah dengan demikian juga memiliki segala-galanya yang berada diatas permukaan tanah tersebut sampai ke langit & segala apa yang ada didalam tanah.

Instrumen hukum yang mengikat, antara  lain :

    • International air transportation agreement 1944
  • The privilege to fly across its territory without landing
  • The privilege to land for non traffic purposes
  • The privilege to put down passengers, mail, & cargo taken on territory of the state whose nationality the airccraft possesses
  • Etc.


  • Konvensi Chicago :

  • Hak untuk lewat & hak untuk turun bukan untuk traffic
  • Hak untuk menaikkan & menurunkan penumpang dan sebagainya



3. Hukum Perang & Humaniter
Hukum ini mengatur tentang tindakan-tindakan yang tidak diperbolehkan dalam saat berperang. Contohnya : Pihak yang berperang tidak boleh menyerang konsentrasi penduduk & hanya diperbolehkan menyerang instalasi militer.

Sumber Hukum Perang & Humaniter

    • Konvensi jenewa 1949


4. Hukum Diplomatik & Konsuler
Mengatur tentang tugas,fungsi,& hak-hak apa saja yang didapatkan oleh perwakilan diplomatik suatu negara di negara lain. Contohnya seperti kekebalan diplomatik dan sebagainya.

Sumber Hukum

  1. Kongres Wina 1815
  2. Konvensi Wina 1961
  3. Konvensi Wina 1969



5. Hukum Laut
Salahsatunya yang diatur oleh hukum laut adalah batas kedaulatan perairan suatu negara dengan yang lainnya agar tidak terjadi pertengkaran dari kedua negara tersebut.

Sumber Hukum Laut

  1. UNCLO


    25.  Dennis Christian David, 00000007756
    Jawab :
    1. Hukum Perang/Humaniter
    ( 1 ) untuk mengurangi atau membatasi penderitaan individu-individu
    ~ untuk membatasi wilayah dimana kebuasan konflik bersenjata diperbolehkan 
    ~ untuk mengatur agar suatu perang dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan

    ( 2 ) Sumber Hukum Perang : Konvensi Jenewa 1949


    2. Hukum Angkasa 
    ( 1 ) untuk mengatur aktifitas dibidang eksplorasi yang dilakukan di ruang angkasa
    ~ untuk mengatur pemanfaatan angkasa luar
    ~ untuk mengatur peluncuran berbagai satelit
    ~ untuk mengatur wilayah-wilayah yang dilintasi
    ~ untuk pencarian sumber-sumber alam darat dan laut, meteorology, observasi astronom

    ( 2 ) Sumber Hukum Angkasa : Registration Convention 1974

    3. Hukum Udara
    ( 1 ) untuk mengatur mengenai ketentuan pesawat navigasi udara
    ~ untuk mengatur pengangkutan udara komersial
    ~ untuk mengatur hubungan hukum publik - perdata, yang terdapat di dalam navigasi udara domestik dan luar negeri

    ( 2 ) Sumber Hukum Udara : Chicago Convention 1944, ICAO, IATA

    4. Hukum Laut/ The Law of the Sea
    ( 1 ) laut teritorial sejauh 12 mil laut
    ~ zona tambahan sejauh 24 mil laut
    ~ zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil laut
    ~ landas kontinen ( dasar laut ) sejauh 350 mil laut atau lebih dan diatur juga apa yang dimaksud laut bebas dan kawasan ( the area )

    ( 2 ) Sumber Hukum Laut : UNCLOS 1982

    5. Hukum Ekonomi Internasional
    ( 1 ) untuk mengatur tentang tatanan ekonomi di dunia atau hubungan ekonomi antara negara-negara di dunia

    ( 2 ) Sumber Hukum Ekonomi Internasional : Statuta Mahkamah Internasional
    26. HENDRA RONALDI,00000008578
    1. HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL
    Dalam pengaturan nasional, regional dan dunia hubungan- hubungan ekonomi transnasional acapkali dibedakan antara 5 kategori utama transaksi-transaksi internasional:
    1. pergerakan barang-barang secara lintas batas negara (internationalmovement of goods) atau biasa disebut dengan perdagangan internasional dibidang barang;
    2. pergerakan jasa-jasa secara lintas batas negara atau biasa disebut sebagai perdagangan jasa (invisible trade) melalui transaksi yang melintasi batas-batas negara;
    3. pergerakan orang-orang yang melintasi batas-batas negara (international movement of persons), misalnya kebebasan bekerja bagi orang atau badan hukum di negara lain;
    4. pergerakan internasional modal yang mensyaratkan investor-investor asing untuk dapat mengawasi secara langsung modalnya; dan
    5. pembayaran internasional dalam transaksi-transaksi ekonomi tersebut diatas yang biasanya menyangkut tukar menukar mata uang asing(foreign exchange transactions).


    Sumber hukum ekonomi internasional adalah Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, :
    1. v  International convention, whether general or particular, establishing rules expressly recognized by the contesting states;
    2. v  International customs, as evidence of a general practice accepted as law;
    3. v  The general principles of law recognized by civilized nations;
    4. v  Subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the teachings of the most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for the determinations of rules of law


    Sumber hukum terpenting HEI terbagi menjadi 2 : Privat dan publik.

    2. Hukum Udara Internasional :
    Dubai (ANTARA News/Reuters/WAM) - Empat orang tewas ketika sebuah pesawat penumpang kecil menuju ke Riyadh jatuh tak lama setelah lepas landas dari bandara Al Ain, di Uni Emirat Arab, Ahad, menurut kantor berita negara.
    Pihak berwenang penerbangan sipil UAE mengatakan, jet tersebut, sebuah Grumman 21T, lepas landas tak lama setelah pukul 16:00 waktu setempat, namun berbelok ke kiri dan jatuh di landas pacu itu.
    Pesawat tersebut hancur akibat kecelakaan itu dan pada akhirnya terbakar, menurut beberapa pernyataan.
    Belum diketahui secara pasti sebab-sebab terjadinya kecelakaan itu, dan penyelidikan sedang dilakukan.
    Sementara itu dari Abu Dhabi, Kantor Berita UAE, WAM, mengatakan, pihak Otoritas Umum Penerbangan Sipil (GCAA) membenarkan bahwa pesawat "Grumman 21T" jatuh pada Ahad malam di Bandara Al Ain.
    Pihak layanan dinas kebakaran dan penyelamatan bandara segera melakukan pertolongan, dan tempat kejadian kemudian ditutup oleh kepolisian Al Ain.
    Satu tim penyelidikan kecelakaan udara GCAA diberangkatkan ke tempat kejadian, untuk melakukan penyelidikan kecelakaan.


    Sumber hukum internasional udara :
    Konvensi Paris 13 Oktober 1919v Pada tanggal 13 oktober 1919, di paris ditandatangani konvensi internasional mengenai navigasi udara yang telah disiapkan oleh suatu komosi khusus yang dibentuk oleh dewan tertinggi Negara-negara sekutu. Konvensi paris tersebut merupakan upaya pertama pengaturan internasional secara umum mengenai penerbangan udara. Disamping itu Negara-negara pihak juga diizinkan membuat kesepakatan-kesepakatan bilateral diantara mereka dengan syarat mematuhi prinsip-prinsip yang dimuat dalam konvensi. Terhadap Negara-negara bekas musuh, pasal 42 konvensi paris memberikan persyaratan bahwa Negara-negara tersebut hanya dapat menjadi Negara pihak setelah masuk menjadi anggota pada Liga Bangsa-Bangsa (LBB) atau paling tidak atas keputusan dari ¾ Negara-negara pihak pada konvensi. Pada tahun 1929, setelah direvesi dengan protocol 15 juni 1929 yang bertujuan untuk menerima keanggotaan jerman dalam LBB, konvensi paris 1919 betul-betul menjadi konvensi yang bersifat umum karena sejak mulai berlakunya protocol tersebut tahun 1933,53 negara telah menjadi pihak. Perubahan tersebut dilakukan oleh komisi Internasional Navigasi Udara dalam sidangnya di paris tanggal 10-15 juni 1929. Rezim baru tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
      1. Negara-negara bukan pihak pada konvensi 1919 dapat diterima tanpa syarat apakah Negara-negara tersebut ikut serta atau tidak dalam perang dunia
      2. Tiap-tiap Negara selanjutnya dapat membuat kesepakatan-kesepakatan khusus dengan Negara-negara yang bukan merupakan pihak pada konvensi dengan syarat bahwa kesepakatan-kesepakatan tersebut tidak bertentangan dengan hak-hak pihak-pihak lainnya dan juga tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip umum konvensi.
      3. Protocol 1929 meletakkana prinsip kesama yang absolute bagi semua Negara dalam komisi internasional. Masing-masing Negara pihak tidak boleh lebih dari dua wakil dalam komisi dan hanya memiliki satu suara. Konvensi Chicago 1944v Konferensi Chicago membahas 3 konsep yang saling berbeda yaitu:
      4. Konsep internasionalisasi yang disarankan australi dan selandia baru.
      5. Konsep amerika yang bebas untuk semua. Konsep persaingan bebas atau free enterprise.
      6. Konsep intermedier inggris yang menyangkut pengaturan dan pengawasan. Setelah melalui pendebatan yang cukup panjang dan menarik akhirnya konsep inggris diterima oleh konferensi. Pada akhir konverensi sidang menerima tiga insrtumen yaitu :  Konvensi mengenai penerbangan sipil internasional§  Persetujuan mengenai transit jasa-jasa udara internasional§  Persetujuan mengenai alat angkutan udara internasional.§ Konvensi Chicago 7 desember 1944 mulai berlaku tanggal 7 april 1947. Uni soviet baru menjadi Negara pihak pada tahun 1967. Konvensi ini membatalkan konvensi paris 1919, demikian juga konvensi inter amerika Havana 1928. Seperti konvensi paris 1919, konvensi Chicago mengakui validitas kesepakatan bilateral yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Sekarang ini jumlah kesepakatan-kesepakatan tersebut sudah melebihi angka 2000.



    1. Hukum laut internasional
    Menurut pasal 87, kebebasan-kebebasan tersebut meliputi :
    1. Kebebasan berlayar
    2. Kebebasan penerbangan
    3. Kebebasan untuk memasang kabel & pipa bawah laut
    4. Kebebasan untuk membangun pulau  buatan
    5. Kebebasan menangkap ikan sesuai kesepakatan
    6. Kebebasan melakukan riset ilmiah
    7. Mengatur landasan kontinen=
    8. Landasan kontinental adalah daerah laut yang terletak antara dasar laut menurun secara tajam & dimana mulai daerah dasar laut baru yang disebut lereng kontinen. Biasanya terjadi pada kedalaman 200 Meter.
    9. Tentang Zona Ekonomi Ekslusif=  
    10. ZEE merupakan manifestasi dari usaha-usaha Negara pantai untuk melakukan pengawasan & penguasaan terhadap segala macam SDA yang terdapat di zona laut yang terletak di luar dan berbatasan dengan laut wilayahnya. ZEE ini diatur dalam pasaal 56 Konvensi Hukum Laut 1982 yaitu : Hak eskplorasi, Hak eskploitasi, Hak konservasi, dan pengelolaan SDA baik hayati & non hayati.
    Sumber Hukum laut internasional yaitu :
    United conventions on the law of the sea (UNCLOS).


    1. Hukum Ruang Angkasa internasional
    bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan penuh (complete and exclusive sovereignity) atas ruang udara atas wilayah kedaulatannya. Dari pasal tersebut memberikan pandangan bahwa perwujudan dari kedaulatan yang penuh dan utuh atas ruang udara di atas wilayah teritorial, adalah : (1). Setiap negara berhak mengelola dan mengendalikan secara penuh dan utuh atas ruang udara nasionalnya; (2). Tidak satupun kegiatan atau usaha di ruang udara nasional tanpa mendapatkan izin terlebih dahulu atau sebagaimana telah diatur dalam suatu perjanjian udara antara negara dengan negara lain baik secara bilateral maupun multilateral.


    Sumber hukum ruang angkasa internasionalnya yaitu :  
    Konvensi Chicago 1944 Pasal 1


    1. Hukum Hak Asasi Manusia internasional
        1. Sengketa Israel dan Palestina
    Masalah sengketa antara Israel dan Palestina menjadi salah satu sengketa global yang berkepanjangan. Hal ini bermula ketika Israel memperluas wilayahnya dengan menguasai sebagian besar wilayah Palestina. Hasilnya, kini wilayah Palestina hanya tersisa sedikit saja. Dengan bantuan Amerika Serikat, Israel juga beberapa kali melancarkan serangan, baik serangan darat maupun udara ke wilayah-wilayah Palestina. Sudah ratusan ribu korban warga Palestina, termasuk anak-anak, wanita atau bahkan relawan dari negara lain yang menjadi korban. Dunia pun sempat mengutuk tindakan Israel tersebut.


    Sumber Hukum HAM internasional yaitu :
    1. Universal Declaration of Human Rights (UDHR), 10 Desember 1948
    2. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR), 16 Desember 1966.
    3. International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), 16 Desember 1966 beserta dua Optional Protokolnya, yaitu:
    1. 1st Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights;
    2. 2nd Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights, aiming at the abolision of the death penalty.
    27.  Josua Samuel

    1. Hukum laut batas terirori laut negara yang diatur oleh united national convention on the law of the sea 

    2. Perdagangan internasional pengguna dan keabsahan pesan elektronik yang didasarkan pada penggunaan komputer dalam perdagangan internasional didasarkan hukum untied nation commision international trade law cth e-commerce 

    3. Pidana internasional pelanggaran ham dasar hukhm statuta roma 1998 tentang kesepakatan untuk membentuk mahkamah internasional

    4.hukum diplomatik pembentukan hubungan hubungan diplomatik qnatara negara negara haruw ada kesepakatan bersama dasar hukum convention wina 1961

    5. Hukum udara setiap pesawat yabg melintas wilayah negara lain harus memperoleh izin kalau terjadi pelanggaran bisa kena sanksi berupa menurunkan pesawat secara paksa atau bahkan menembak paksa pesawat sumeber hukum convention on international civil aviation 1944 ( chicago convection)  

    28. Hotasi Albin
    1. Hukum udara dan angkasa luar (antariksa) merupakan salah satu cabang hokum internasional yang relative baru karena mulai berkembang pada permulaan abad ke 20 setelah munculnya pesawat udara. Setiap negara pada dasarnya memiliki kedaulatan penuh dan ekskusif atas wilayah udara di atas teritorialnya. Hal ini merupakan salah satu prinsip yang diatur dalam Konvensi Chicago 1944. Ketentuan tersebut mengindikasikan bahwa setiap negara berhak untuk membuat aturan sendiri demi kepentingan nasional. Namun, ketentuan nasional itu harus diberlakukan tanpa perbedaan kepada setiap negara. Contohnya, ketika ada pesawat Australia yang ingin berangkat ke Malaysia, otomatis pesawat Australia itu akan melewati daerah Indonesia. Oleh sebab itu, Australia wajib meminta izin ke Indonesia terlebih dahulu jika ingin melewat daerah Indonesia.
    Hukum penerbangan baru timbul ketika manusia mulai mengarungi udara dan erat berhubungan dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam lapangan teknik penerbangan, terutama dalam beberapa tahun sebelum dan sesudah perang dunia.
    Hukum udara dan hukum angkasa merupakan lapangan hukum yang tersendiri, karena hukum udara ini mengatur suatu obyek yang mempunyai sifat yang khusus. Hukum udara internasional mengenal beberapa teori delimitasi ruang udara dan ruang angkasa. Antara lain Schater Air Space Theory diperkenalkan oleh Oscar Scahater. Jenks Free Space Theory (teori ruang angkasa bebas) diperkenalkan oleh C Wilfred Jenks, Haley’s International Unanimity Theory (teori persetujuan internasional) diperkenalkan oleh Andrew G. Haley dan Cooper’s Control Theory (teori pengawasan) diperkenalkan oleh John Cobb Cooper.
    Banyaknya para ahli memberikan argumentasi keilmuan tentang delimitasi ruang udara dan ruang angksa. Mereka memberikan warna tersendiri dan pemahaman yang mendalam serta teliti.
    Pendapat mereka dijadikan sebagai doktrina (pendapat para ahli hukum) sebagaimana tertera dalam pasal 38 Statuta Mahkamah Pengadilan Internasional. Dan dijadikan sebagai sumber hukum formil bagi para hakim dalam memutus sebuah perkara hukum.
    2 Hak asasi manusia
     Hak atas Kebebasan Pikiran, Hati Nurani, dan Agama Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan politik menyatakan bahwa perwujudan agama dan kepercayaan seseorang boleh dijadikan sasaran pembatasan seperti itu hanya karena ditentukan oleh undang-undang dan diperlukan untuk melindungi keselamatan umum, ketertiban umum, kesehatan masyarakat, atau moral umum, atau hak-hak dasar dan kebebasan orang lain
    Sumber : http://bryantobing01.blog.com/hak-asasi-manusia
    29. Angela Novia Wangsa, 00000007416
    1. Hukum Diplomatik
    Persona non grata, hak ekstratoritorial
    Vienna Convention
    1. Hukum Perang
    Palang Merah Internasional, Hal kemanusiaan
    Konvensi Jenewa
    1. Hukum Laut
    Batas wilayah negara, hak eksplorasi SDA dalamlaut
    UNCLOS
    1. Hukum Udara
    Batas wilayah
    Konvensi Chicago 1944


    1. Hukum tentang Kekebalan dan Jurisdiksi Negara
    Hak  tentang kewenangan negara
    Pasal 2 piagam PBB

    30. Christopher Reza - 00000007334
    hukum perang
    sumber hukum : Hukum Jenewa dan Hukum Den Haag

    menetapkan hak dan kewajiban pihak yang berperang menyangkut pelaksanaan operasi serta membatasi pilihan sarana mencelakai yang boleh dipakai atau yang berfokus melindungi orang sipil dan orang-orang yang tidak dapat bertempur lagi dalam konflik bersenjata. 

    hukum laut 
    sumber hukum : UNCLOS

    untuk mengatur kegunaan rangkap dari laut yaitu sebagai jalan raya dan sebagai sumber kekayaan serta sumber tenaga. Di samping itu hukum laut juga mengatur kompetisi antara negara-negara dalam mencari dan menggunakan kekayaan yang diberikan laut, terutama sekali antara negara-negara maju dan berkembang.

    hukum Luar Angkasa
    sumber hukum :  Outer Space Treaty

    pada tahun 1961 Uni Sovyet kembali melakukan kegiatan yang terkait dengan luar angkasa, yaitu peluncuran manusia pertama yang bernama Yurin Garin. Kemudian pembentukan hukum angkasa ini didasari juga oleh respon aktif dari masyarakat internasional dengan segera menyusun rumusan kesepakatan-kesepakatan yang ditandai dengan banyaknya prinsip-prinsip dasar sesudah peluncuran satelit pertama (sputnik) itu pada tahun 1957, khususnya dibidang penerbangan dan komunikasi

    hukum penyelesaian sengketa internasional
    sumber hukum : piagam PBB

    perselisihan yang terjadi antara negara dan negara, antara negara dan individu-individu, atau antara negara dan badan-badan atau lembaga-lembaga yang menjadi subjek hukum Internasional.


    hukum pertanggung jawaban negara
    sumber hukum :ICCPR

    suatu negara bertanggung jawab bilamana suatu perbuatan atau kelalaian yang dapat dipertautkan kepadanya melahirkan pelanggaran terhadap suatu kewajiban internasional, baik yang lahir dari suatu perjanjian internasional maupun dari sumber hukum internasional lainnya. 


    31. Kevin Christiansen David
    1. Hukum Organisasi Internasional

    Persyaratan pendirian Organisasi Internasional menurut Konvensi Wina 1969:

    "An international agreement conclude between states in written from and governed by international law, whether embodied in a single instrument or in two or more related instruments, and whatever it's particular designation"

    Berdasarkan hal di atas, maka unsur-unsur pendirian organisasi internasional antara lain:

    1. Dibuat oleh negara sebagai para pihak (contracting state)

    2. Berdasarkan perjanjian tertulis dalam satu, dua atau lebih instrumen 

    3. Untuk tujuan tertentu

    4. Dilengkapi dengan organ

    5. Berdasarkan Hukum Internasional

    A. Organisasi Internasional Publik

    Organisasi Internasional publik beranggotakan negara dan karena itu disebut juga organisasi antar pemerintahan (inter-governmental organization). Namun pada umumnya disebut sebagai organisasi internasional. Organisasi internasional ini hanya menyangkut organisasi tingkat pemerintahan karena lebih melibatkan pada pemerintah negara-negara  anggotanya sebagai pihak. Agar suatu organisasi internasional mempunyai status publik, organisasi itu haruslah dibentuk dengan suatu persetujuan internasional, mempunyai badan-badan dan karena mempunyai persetujuan internasional maka pembentukan itu dibawah hukum internasional. Organisasi internasional semacam ini juga termasuk organisasi regional.

    Suatu organisasi internasional biasanya hanya akan dibedakan menurut prinsip yang dianut dalam menentukan keanggotaannya. Prinsip-prinsip dimaksud sebagai berikut:

    1. Prinsip universalitas (principle of universality) yang dianut oleh PBB sendiri dan termasuk juga badan-badan khusus PBB dimana keanggotaannya lebh didasrkan pada persamaan kedaulatan negara (sovereign equality of state).  Organisasi internasional yang dibentuk berdasarkan prinsip ini tidak akan membedakan besar kecilnya negara sebagai anggota.

    2. Prinsip kedekatan wilayah (principle of geographic proximity), dimana keanggotaannya hanya dibatasi pada negara-negara yang berada di wilayah-wilayah tertentu seperti Asia Tenggara (ASEAN);

    3. Prinsip selektivitas (principle of selectivity), yang lebih melihat pada latar belakang kesamaan agama, budaya, etnis, pengalaman sejarah dan sesama produsen seperti Liga Arab, OPEC, EU, Persemakmura (commonwealth).

    B. Organisasi Internasional Privat

    Organisasi Internasional Privat anggotanya bukan negara, karena sering disebut sebagai organisasi non-pemerintahan (non-governmental organization atau lazim disebut NGO). 

    Sumber Hukum

    Sumber hukum organisasi internasional digunakan dalam empat pengertian mendasar:

    Pertama, sebagai kenyataan historis tertentu, kebiasaan yang sudah lama dilakukan, persetujuan atau perjanjian resmi yang dapat membentuk sumber hukum organisasi onternasional. Masa jabatan Sekretaris Jenderal PBB merupakan salah satu contoh dari kebiasaan yang kni masih diikuti. Seperti diketahui, PBB tidak menyebutkan tentang syarat-syarat calon untuk menjabat sekretaris jenderal, demikian juga tentang masa jabatannya. Untuk itu, majelis umum telah menetapkan lima tahun masa jabatan sekretaris jenderal dan sesudah habis masa jabatannya dapat dipilih kembali. 

    Kedua, instrumen pokok yang dimiliki oleh organisasi internasional dan memerlukan ratifikasi dari semua anggotanya. Instrumen pokok ini dapat berupa piagam, covenant, final act, piact teraty, statute, constitution, dan lain-lain.

    Ketiga, ketentuan-ketentuan lainnya mengenai peraturan tata cara organisasi internasional beserta badan-badan yang ada di bawah naungannya, termasuk mekanisme yang ada pada organisasi tersebut. Peraturan-peraturan seperti itu merupakan elaborasi dan pelengkap instrumen pokok yang ada yang seluruhnya memerlukan persetujuan bersama dari para anggota. Dalam sistem PBB, kita kenal beberapa peraturan, antara lain United Nations Administrative Tribunal Statute and Rules, provisions in force with effect from 16th October 1970 dan Rules of Procedure of The Governing Council of The Special Fund, 1959.

    Keempat, hasil-hasil yang ditetapkan atau diputuskan oleh organisasi internasional yang wajib atau harus dilaksanakan, baik oleh para anggotanya maupun badan-badan yang ada di bawah naungannya. Hasil-hasil itu dapat berbentuk resolusi, keputusan, deklarasi atau rekomendasi (Suryokusumo, 1990)

    2. Hukum Ekonomi Internasional

    Dalam pengaturan nasional, regional dan dunia hubungan- hubungan ekonomi transnasional acapkali dibedakan antara 5 kategori utama transaksi-transaksi internasional
    A. pergerakan barang-barang secara lintas batas negara (international movement of goods) atau biasa disebut dengan perdagangan internasional dibidang barang;
    B. pergerakan jasa-jasa secara lintas batas negara atau biasa disebut sebagai perdagangan jasa (invisible trade) melalui transaksi yang melintasi batas-batas negara;
    C. pergerakan orang-orang yang melintasi batas-batas negara (international movement of persons), misalnya kebebasan bekerja bagi orang atau badan hukum di negara lain;
    D. pergerakan internasional modal yang mensyaratkan investor-investor asing untuk dapat mengawasi secara langsung modalnya; dan
    E. pembayaran internasional dalam transaksi-transaksi ekonomi tersebut diatas yang biasanya menyangkut tukar menukar mata uang asing(foreign exchange transaction

    Kaidah - Kaidah

    A. Kebebasan Berkomunikasi

    Prinsip yang menyatakan bahwa setiap negara memiliki kebebasan untuk berhubungan dengan siapa pun juga. Termasuk kebebasan untuk memasuki wilayah suatu negara guna melakukan transaksi-transaksi ekonomi internasional. Seperti navigasi, kebebasan transit, kebebasan melakukan perjalanan melalui darat, kereta api, atau pengangkutan udara. 
    Implementasi kebebasan berlayar, dalam pasal- pasal Konvensi Hukum Laut 1982 (the United Nation Convention on the Law of the sea). Pasal 87 Konvensi mengenai kebebasan dilaut lepas antara lain menegaskan bahwa semua negara memiliki hak untuk berlayar. 
    Kebebasan di ruang udara ini tampak nyata dalam “five freedoms of the air” yang termuat dalam the Chicago International Air Transport Agreement (1944). Kebebasan tersebut yaitu: 
    a. Terbang melintasi wilayah negara asing tanpa mendarat;
    b. Mendarat untuk tujuan-tujuan komersial; 
    c. Menurunkan penumpang pada lalu-lintas negara asing yang berasal dari negara asal pesawat udara;
    d. Mengangkut penumpang pada lalu-lintas negara asing yang bertujuan ke negara asal pesawt udara; dan
    e. Mengangkut angkutan antara dua negara asing. 

    B. Kebebasan Berdagang 

    Setiapa negara memiliki kebebasan untuk berdagang dengan setiap orang atau setiap negara dimanapun di dunia ini. Kebebasan ini tidak boleh terhalang oleh karena negara memilki sistem ekonomi, ideologi atau politik yang berbeda dengan negara lainnya. 

    Sumber Hukum

    Barangkali salah satu cara untuk menemukan definisi yang paling baik tentang apakah hukum internasional itu adalah dengan jalan melihat sumber-sumber hukum internasional. 
    Definisi klasik hukum internasional dapat ditemukan pada pasal 38 Statuta the International Court of Justice (ICJ) yang memberikan empat buah sumber hukum internasional yang diakui oleh ICJ. Keempat sumber itu adalah: 
    a. Perjanjian Internasional (International Conventions) – baik umum maupun khusus yang memuat aturan-aturan yang diakui oleh Negara- negara peserta. 

    b. Kebiasaan Internasional (International Customs) – sebagai suatu bukti praktek-praktek umum yang diterima dan dilakukan oleh Negara-negara di dunia. 

    c. Prinsip-prinsip umum hukum (General principles of laws) yang diakui oleh masyarakat internasional 

    d. Putusan-putusan hakim dan pendapat sarjana (Judicial decisions and text book writers) para ahli dan para pakar pada bidang-bidang yang relevan dalam hukum internasional.

    3. Hukum Udara

    Konvensi Paris
    Pada tanggal 13 oktober 1919, di paris ditandatangani konvensi internasional mengenai navigasi udara yang telah disiapkan oleh suatu komosi khusus yang dibentuk oleh dewan tertinggi Negara-negara sekutu. Konvensi paris tersebut merupakan upaya pertama pengaturan internasional secara umum mengenai penerbangan udara. Disamping itu Negara-negara pihak juga diizinkan membuat kesepakatan-kesepakatan bilateral diantara mereka dengan syarat mematuhi prinsip-prinsip yang dimuat dalam konvensi. Terhadap Negara-negara bekas musuh, pasal 42 konvensi paris memberikan persyaratan bahwa Negara-negara tersebut hanya dapat menjadi Negara pihak setelah masuk menjadi anggota pada Liga Bangsa-Bangsa (LBB) atau paling tidak atas keputusan dari ¾ Negara-negara pihak pada konvensi. Pada tahun 1929, setelah direvesi dengan protocol 15 juni 1929 yang bertujuan untuk menerima keanggotaan jerman dalam LBB, konvensi paris 1919 betul-betul menjadi konvensi yang bersifat umum karena sejak mulai berlakunya protocol tersebut tahun 1933,53 negara telah menjadi pihak. 
    Perubahan tersebut dilakukan oleh komisi Internasional Navigasi Udara dalam sidangnya di paris tanggal 10-15 juni 1929. Rezim baru tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

    • Negara-negara bukan pihak pada konvensi 1919 dapat diterima tanpa syarat apakah Negara-negara tersebut ikut serta atau tidak dalam perang dunia 1. 

    • Tiap-tiap Negara selanjutnya dapat membuat kesepakatan-kesepakatan khusus dengan Negara-negara yang bukan merupakan pihak pada konvensi dengan syarat bahwa kesepakatan-kesepakatan tersebut tidak bertentangan dengan hak-hak pihak-pihak lainnya dan juga tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip umum konvensi.

    • Protocol 1929 meletakkana prinsip kesama yang absolute bagi semua Negara dalam komisi internasional. Masing-masing Negara pihak tidak boleh lebih dari dua wakil dalam komisi dan hanya memiliki satu suara.

    Konvensi Chicago 1944
    Konferensi Chicago membahas 3 konsep yang saling berbeda yaitu: 

    • Konsep internasionalisasi yang disarankan australi dan selandia baru. 

    • Konsep amerika yang bebas untuk semua. Konsep persaingan bebas atau free enterprise. 
    • Konsep intermedier inggris yang menyangkut pengaturan dan pengawasan. Setelah melalui pendebatan yang cukup panjang dan menarik akhirnya konsep inggris diterima oleh konferensi. Pada akhir konverensi sidang menerima tiga instrumen yaitu:


    o Konvensi mengenai penerbangan sipil internasional
    o Persetujuan mengenai transit jasa-jasa udara internasional
    o Persetujuan mengenai alat angkutan udara internasional
    o Konvensi Chicago 7 desember 1944 mulai berlaku tanggal 7 april 1947. Uni soviet baru menjadi Negara pihak pada tahun 1967. Konvensi ini membatalkan konvensi paris 1919, demikian juga konvensi inter amerika Havana 1928. Seperti konvensi paris 1919, konvensi Chicago mengakui validitas kesepakatan bilateral yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Sekarang ini jumlah kesepakatan-kesepakatan tersebut sudah melebihi angka 2000.
     

    Sumber Hukum

    Undang-undang dan peraturan-peraturan penerbangan yang nasional dalam arti dibuat oleh pembuat undang-undang nasional. 
    • Perjanjian-perjanjian internasional sebagai sumber hukum udara dan hukum penerbangan tidak dapat kita abaikan juga di Indonesia. Misalnya ordonansi pengangkutan udara yang sebagaimana dikatakan diatas merupakan salah satu peraturan penerbangan yang terpenting adalah berdasarkan,kalau kita hendak dikatakanhampir merupakan turunan semata-mata dari pada perjanjian warsawa yaitu perjanjian yang lebih dikenal dengan nama warsa convenstion.
    • Sebagai sumber hukum penerbangan ketiga di Indonesia persetujuan-persetujuan pengangkutan. Sebagai suatu organisasi internasional, dalam man tergabung sebagian besar dari pada pengangkutan-pengangkutan udara seluruh dunia ang besar-besar, maka IATA (international Air Transport Association) mempunyai kekuasaan yang tidak sedikit terhadap anggota-anggotanya.
    • Sumber hukum terakhir ialah ilmu pengetahuan. Telah menjadi suatu pendapat yang umum dalam dunia ilmu hukum, bahwa ilmu pengetahuan merupakan suatu sumber hukum


    4. Hukum Diplomatik dan Konsuler

    Pembukaan Perwakilan Diplomatik

    Untuk melakukan pembukaan atau pertukaran perwakilan diplomatic maupun konsuler dengan Negara-negara sahabat, pada umumnya harus memenuhi syarat-syarat seperti:
    1)      Harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak (mutual consent).

    2)      Prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku.


    Pembentukan persetujuan tentang pembukaan hubungan diplomatik yang didasarkan atas mutual consent, prinsip-prinsip hukum internasional maupun prinsip reciprositas ini sebenarnya ditentukan pula dalam konvensi Wina tahun 1963 di mana ditegaskan bahwa :
-        ”Persetujuan yang diberikan untuk pembentukan hubungan-hubungan diplomatik antara dua negara, apabila tidak ditentukan lain, berarti mencakup juga pembentukan hubungan-hubungan konsuler.”


    Walaupun sudah ditentukan sedemikian rupa, akan tetapi di dalam prakteknya terdapat banyak kesukaran-kesuakarannya, antara lain :

    a)      Negara-negara kecil, tidak hanya terlalu besar biayanya yang harus dikeluarkan tetapi juga kurangnya personal-personal yang terampil untuk mengemban tugas misi diplomatik ataupun konsuler.

    b)      Mungkin negara-negara kecil tersebut hanya mempunyai sedikit kepentingan saja yang harus dilindungi di negara penerima yang bersangkutan.

    c)      Keengganan untuk membuka perwakilan diplomatik dan/atau konsuler secara tetap di beberapa negara tertentu.


    Pengangkatan dan Penerimaan Perwakilan Diplomatik
    Menurut Sir H. Nicolson dalam bukunya ”diplomacy” menyebutkan bahwa seorang diplomat harus memenuhi syarat, ia harus meiliki :
    Kejujuran (truthfulness);
    Ketelitian (precision);
    Ketenangan (calm);
    Temperamen yang baik (good temper);
    Kesabaran dan kesederhanaan (patience and modesty);
    Kesetiaan (loyalty).

    Apabila negara penerima menyatakan persetujuannya, maka duta itu dengan membawa surat kepercayaan yang telah ditandatangani oleh Kepala negaranya. Surat kepercayaan tersebut sering disebut ”Letters of Credence atau Letters de Creance”. Surat-surat kepercayaan ini harus diberikan kepada Negara penerima, wakil itu sendiri yang harus membawa surat-surat yang sudah disegel dan sebuah salinan. Pada saat tibanya, ia harus dipersembahkan sendiri oleh wakil yang bersangkutan kepada kepala Negara penerima. Seorang Duta Besar diterima oleh kepala Negara penerima di dalam suatu upacara kenegaraan resmi.


    Pengangkatan wakil-wakil diplomatik diperinci dalam dua kategori :
    Duta keliling, yang sifatnya ad hoc yang dimulai pada abad pertengahan. Ia adalah sebagai delegasi konperensi internasional dan perwakilan yang diakreditasikan pada perwakilan tertentu.
    Duta-duta tetap yang sudah dimulai dari abad ke 15 oleh negara Italia.

    Klasifikasi Perwakilan Diplomaik
    A. Klasifikasi menurut Kongres Wina tahun 1815.
    Tanggal 19 Maret 1815, dibentuknya tiga kelas pejabat diplomatik, yaitu :

    1. Duta Besar serta perwakilan kursi suci (Ambassador papa legates Nuncios);

    2. Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (Envoys Extra-ordinary and Minister Plenipotentiary);

    3. Kuasa Usaha (Charge d’affaires).


    B. Klasifikasi menurut Kongres Aix-La-Chapelle 1818.
    1. Ambassador and legates, or Nuncios;

    2. Envoys and Minister Plenipotentiary;

    3. Minister Resident, dan

    4. Charge d’affaires.


    C. Klasifikasi perwakilan diplomatic menurut konvensi Wina tahun 1961.

    1. Ambassador atau Nuncois, diakreditasikan pada Kepala Negara dan kepaa misi lain yang sederajat;

    2. Envoys, Ministers dan Internuncios, diakreditasikan kepala negara;

    3. Charge d’affaires, diakreditasikan kepada  Menteri Luar Negeri.


    Staf perwakilan diplomatik dalam menjalankan fungsinya adalah sebagai berikut :

    1. Kepala perwakilan;

    2. Minister;

    3. Minister Counsellor;

    4. Counsellor;

    5. Sekretaris I;

    6. Sekretaris II;

    7. Sekretaris III;

    8. Atase

    Sumber
 Hukum

    The final act of the congress of vienna (1815) on diplomatic ranks;
Vienna convention on diplomatic relations and optigonal protocols (1961), beserta:
    1. Vienna convention on diplomatic relations;
    2. Optional protocol concerning acquisition of nationality; dan
    3. Optional protocol concerning the compulsory settlement of disputes.

    Vienna convention on consular relations and optional protocol (1963), beserta:
    1. Vienna convention on diplomatic relations;
    2. Optional protocol concerning acquisition of nationality; dan
    3. Optional protocol concerning the compulsory settlement of disputes.

    Conventon on special mission and optional protocol (1969) beserta:
    1. Conventon on special mission
    2. Optional protocol concerning the compulsory settlement of disputes.

    Convention on the prevention and punishment of cries against internationally  protected persons, including diplomatic agents (1973)

    Vienna convention on the representation of states inn their relation with international organization of a universal character (1975)

    5. Hukum Humaniter

    ICRC telah memformulasikan tujuh aturan yang mencakup inti dari hukum perikemanusian internasional. Aturan-aturan ini tidak memiliki kekuatan hukum seperti sebuah perangkat hukum internasional dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan perjanjian-perjanjian yang berlaku.

    1. Orang yang tidak atau tidak dapat lagi mengambil bagian dalam pertikaian patut memperoleh penghormatan atas hidupnya, atas keutuhan harga diri dan fisiknya. Dalam setiap kondisi, mereka harus dilidungi dan diperlakukan secara manusiawi, tanpa pembedaan berdasarkan apa pun. 

    2. Dilarang untuk membunuh atau melukai lawan yang menyerah atau yang tidak dapat lagi ikut serta dalam pertempuran. 

    3. Mereka yang terluka dan yang sakit harus dikumpulkan dan dirawat oleh pihak bertikai yang menguasai mereka. Personil medis, sarana medis, transportasi medis dan peralatan medis harus dilindungi. Lambang palang merah atau bulan sabit merah di atas dasar putih adalah tanda perlindungan atas personil dan objek tersebut di atas, dan harus dihormati.

    4. Kombatan dan penduduk sipil yang berada di bawah penguasaan pihak lawan berhak untuk memperoleh penghormatan atas hidup, harga diri, hak pribadi, keyakinan politik, agama dan keyakinan lainnya. Mereka harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan ataupun balas dendam. Mereka berhak berkomunikasi dengan keluarganya serta berhak menerima bantuan. 

    5. Setiap orang berhak atas jaminan peradilan dan tak seorangpun dapat dituntut untuk bertanggungjawab atas suatu tindakan yang tidak dilakukannya. Tidak seorangpun dapat dijadikan sasaran penyiksaan fisik maupun mental atau hukuman badan yang kejam yang merendahkan martabat ataupun perlakuan lainnya. 

    6. Tidak satu pun pihak bertikai maupun anggota angkatan bersenjatanya mempunyai hak tak terbatas untuk memilih cara dan alat berperang. Dilarang untuk menggunakan alat dan cara berperang yang berpotensi mengakibatkan penderitaan dan kerugian yang tak perlu. 

    7. Pihak bertikai harus selalu membedakan antara penduduk sipil dan kombatan dalam rangka melindungi penduduk sipil dan hak milik mereka. Penduduk sipil, baik secara keseluruhan maupun perseorangan tidak boleh diserang. Penyerangan hanya boleh dilakukan semata-mata kepada objek militer.

    Sumber Hukum

    A. Hague Convention (Konvensi Den Haag)
                Sumber yang pertama adalah berasal dari Konvensi Den Haag, dinamakan Den Haag sendiri karena dibuat di wilayah ini (salah satu wilayah di Belanda). Konvensi Den Haag terjadi sebanyak dua kali. Dimana yang konvensi yang pertama pada tahun 1899 dan yang kedua pada tahun 1907. Sebenarnya isi dari kedua konvensi ini sama yakni mengatur tata cara dan alat yang diperbolehkan dalam perang yang dilakukan oleh Negara-negara yang melakukannya. Hanya saja isi dari konvensi kedua merupakan penyempurnaan dari konvensi pertama.
                Dalam Konvensi Den Haag pertama 1899 dihasilkan enam konvensi dan deklarasi. Sedangkan pada tahun 1907 menghasilkan empat belas konvensi yang beberapa diantaranya tidak digunakan. Akan tetapi sebagian lainnya digunakan hingga sekarang, yang paling terkenal dalam konvensi ini adalah konvensi keempat yang menyangkut tentang “Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat”.
    Isi dari Konvensi Den Haag   ;
    i.                    Penyelesaian Damai atas Sengketa Internasional
    ii.                  Pembatasan Penggunaan Kekuatan untuk Penagihan Utang Kontrak
    iii.                Pembukaan Perang/ cara memulai peperangan
    iv.                Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat
    v.                  Hak dan Keajiban Negara dan Orang Netral bilamana terjadi Perang
    vi.                Status Kapal Dagang Musuh Ketika Pecahnya Sebuah Perang
    vii.              Konversi Kapal Dagang Menjadi Kapal Perang
    viii.            Penempatan Ranjau Kontak Bawah Laut Otomatis
    ix.                Pmeboman oleh Pasukan Angkatan Laut dimasa Perang
    x.                  Penyesuaian Prinsip-prinsip Konvensi Jenewa terhadap Perang Laut
    xi.                Pembatasan Tertentu Menyangkut Pelaksanaan Hak Menangkap dalam Perang Laut
    xii.              Pendirian Pengadilan Hadiah International (salah satu konvensi yang tidak digunakan/tidak diratifikasi)
    xiii.            Hak dan Kewajiban Negara Netral dalam Perang di Laut.

    B. Geneva Convention (Konvensi Jenewa)
                Apabila Konvensi Den Haag lebih membahas tentang tata cara serta alat yang dipergunakan dalam berperang, maka dalam Konvensi  Jenewa sendiri lebih mengarah kepada tata cara dalam memperlakukan dalam melindungi korban dari perang yang terjadi. Konvensi ini juga sama dengan Den Haag, dimana nama yang diambil berasal dari daerah tempat terjadinya Konvensi ini, yaitu Jenewa yang merupakan salah satu wilayah di Swiss. Konvensi ini terjadi pada tahun 1949. dalam Konvensi ini terdapat banyak pasal yang sangat mengarah atau membahas tentang cara memperlakukan korban maupun penduduk sipil yang tidak boleh tersentuh ketika perang berlangsung.
                Setelah perang dunia kedua, Konvensi ini disempurnakan menjadi empat Konvensi, yang kesemua isinya menyangkut tentang pasal-pasal yang menyangkut tentang perlindungan bagi warga sipil, orang-orang yang tertangkap perang, perlindungan bagi korban perang, serta para pelayan kesehatan dalam perang. Konvensi 1949 menghasilkan empat hukum yang isinya :

    (1)   Geneva Convention for the Amelioration of the Condition of the Wounded and Sick in Armed Forces in the Field (Convention I) – Mengenai Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata yang Terluka dan Sakit di Darat.
    (2)   Geneva Convention for the Amelioration of the Condition of Wounded, Sick and Shipwrecked Members of Armed Forces at Sea (Convention II) – Mengenai Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata yang Terluka, Sakit, dan Karam di Laut.
    (3)   Geneva Convention relative to the Treatment of Prisoners of War (Convention II) – Mengenai Perlakuan Terhadap Tawanan Perang.
    (4)   Geneva Convention relative to Protection of Civilian Persons in Time of War (Convention IV) – Mengenai Perlindungan Orang Sipil di Masa Perang.

    Kemudian selain empat Konvensi yang dihasilkan diatas, terdapat dua protocol tambahan yang dihasilkan  pada Diplomatic Conference 8 Juni 1977 :

    (1)   Protocol Additional to the Geneva Convention of 1949, and relating to the Protection of Victims of International Armed Conflicts [Protokol I]
    (2)   Protocol Additional to the Geneva Conventions of 1949, and relating to the Protection of Victims of Non-International Armed Conflicts [Protokol II].
    32. Jovano B.W lango 
    1. Hukum laut merupakan cabang hukum international 
    Hal-hal yang di atur dalam hukum laut:  
    -Laut merupukan sarana penghubung antara bangsa. 
    Mengatur tentang prinsip kebebasan: kebebasan berlayar, kebebasan penerbangan, kebebasan menangkap, kebebasan riset ilmiah.  
    - mengatur tentang ZEE ( lebarnya ZEE, prinsip-prinsip hukum ZEE, delimitasi ZEE) 
    -mengatur bagaimana kapal bertindak di laut. 
    Sumber hukum: UNCLOS 1982

    2.Hukum Udara 
    Hal-hal yang di atur dalam hukum udara: 
    -mengatur tentang bagaimana pesawat bertindak di udara. 
    Di dalam hukum udara juga menjelaskan perbedaan tentang fungsi pesawat sebagai: 
    A)pesawat udara sipil 
    B)pesawat udara komersial 
    C)pesawat yang melakukan pengangkutan  
    D)pesawat cabotage 
    E)pesawat publik 
    -pelanggaran kedaulatan 
    Mengatur tentang pelanggaran yang dilakukan oleh pesawat sipil dan pesawat militer. 
    Negara yang kedaulatannya di langgar dapat menyergap pesawat tersebut. 
    Dasar hukum: 
    1. Konvensi Paris 1919 
    2. Konvensi Chicago 1944 

    3. Hukum Ruang Angkasa 
     Mengatur aktifitas dibidang eksploitasi yang dilakukan di ruang angkasa 
    A) untuk mengatur pemanfaatan angkasa luar 
    B) untuk mengatur peluncuran berbagai satelit 
    C) untuk mengatur wilayah-wilayah yang dilintasi 
    Sumber hukum: Registration Convention 1974 
    4. Hukum perang 
    Untuk mengurangi atau membatasi penderitaan individu-individu untuk membatasi wilayan dimana kebuasan konflik bersenjata diperbolehkan. 
    Untuk mengatur agar suatu perang dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan 
    Sumber hukum: konvensi Jenewa 1949 

    5. Hukum humaniter international 
                Hukum Humaniter Internasional adalah seperangkat aturan yang, karena alasan kemanusiaan dibuat untuk membatasi akibat-akibat dari pertikaian senjata. Hukum ini melindungi mereka yang tidak atau tidak lagi terlibat dalam pertikaian, dan membatasi cara-cara dan metode berperang. Hukum Humaniter Internasional adalah istilah lain dari hukum perang (laws of war) dan hukum konflik bersenjata (laws of armed conflict). 
    Sumber hukum: Konvensi Den Haag, Genewa Conventio.
    33. KENDRA WIRATAMA

    1. Hukum laut merupakan cabang hukum international
    Hal-hal yang di atur dalam hukum laut:
    -Laut merupukan sarana penghubung antara bangsa.
    Mengatur tentang prinsip kebebasan: kebebasan berlayar, kebebasan penerbangan, kebebasan menangkap, kebebasan riset ilmiah.
    - mengatur tentang ZEE ( lebarnya ZEE, prinsip-prinsip hukum ZEE, delimitasi ZEE

    2.Hukum Udara
    Hal-hal yang di atur dalam hukum udara:
    -mengatur tentang bagaimana pesawat bertindak di udara.
    Di dalam hukum udara juga menjelaskan perbedaan tentang fungsi pesawat sebagai:
    A)pesawat udara sipil
    B)pesawat udara komersial
    C)pesawat yang melakukan pengangkutan
    D)pesawat cabotage
    E)pesawat publik
    -pelanggaran kedaulatan
    Mengatur tentang pelanggaran yang dilakukan oleh pesawat sipil dan pesawat militer.
    Negara yang kedaulatannya di langgar dapat menyergap pesawat tersebut.
    Dasar hukum:
    1. Konvensi Paris 1919
    2. Konvensi Chicago 1944

    3. Hukum Ruang Angkasa
    Mengatur aktifitas dibidang eksploitasi yang dilakukan di ruang angkasa
    A) untuk mengatur pemanfaatan angkasa luar
    B) untuk mengatur peluncuran berbagai satelit
    C) untuk mengatur wilayah-wilayah yang dilintasi
    Sumber hukum: Registration Convention 1974

    4. Hukum perang
    Untuk mengurangi atau membatasi penderitaan individu-individu untuk membatasi wilayan dimana kebuasan konflik bersenjata diperbolehkan.
    Untuk mengatur agar suatu perang dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan
    Sumber hukum: konvensi Jenewa 1949

    5. Hukum humaniter international
    Hukum Humaniter Internasional adalah seperangkat aturan yang, karena alasan kemanusiaan dibuat untuk membatasi akibat-akibat dari pertikaian senjata. Hukum ini melindungi mereka yang tidak atau tidak lagi terlibat dalam pertikaian, dan membatasi cara-cara dan metode berperang. Hukum Humaniter Internasional adalah istilah lain dari hukum perang (laws of war) dan hukum konflik bersenjata (laws of armed conflict).
    Sumber hukum: Konvensi Den Haag, Genewa Convention
    34. Rendi Dwi Akbar  

    1. Hukum tentang Hak Asasi Manusia
    Mengatur tentang hak-hak manusia
    Contohnya : Hak untuk hidup , hak atas keadilan , Dll.

    Instrumen hukum yang mengikat , antara lain :

    Universal Declaration of Human Rights
    ICCPR
    Hak untuk hidup
    Hak untuk tidak disiksa
    Hak atas kemerdekaan & keamanan pribadi
    Hak atas persamaan kedudukan didepan pengadilan

    2. Hukum Perang & Humaniter
    Hukum ini mengatur tentang tindakan-tindakan yang tidak diperbolehkan dalam saat berperang. Contohnya : Pihak yang berperang tidak boleh menyerang konsentrasi penduduk & hanya diperbolehkan menyerang instalasi militer.
    Sumber Hukum Perang & Humaniter
    Konvensi jenewa 1949
    3. Hukum Laut
    Salahsatunya yang diatur oleh hukum laut adalah batas kedaulatan perairan suatu negara dengan yang lainnya agar tidak terjadi pertengkaran dari kedua negara tersebut.
    Sumber Hukum Laut
    UNCLOS

    4. Hukum Ruang Angkasa 
     Mengatur aktifitas dibidang eksploitasi yang dilakukan di ruang angkasa 
    A) untuk mengatur pemanfaatan angkasa luar 
    B) untuk mengatur peluncuran berbagai satelit 
    C) untuk mengatur wilayah-wilayah yang dilintasi 
    Sumber hukum: Registration Convention 1974 

    5. Hukum Udara 
    Hal-hal yang di atur dalam hukum udara: 
    -mengatur tentang bagaimana pesawat bertindak di udara. 
    Di dalam hukum udara juga menjelaskan perbedaan tentang fungsi pesawat sebagai: 
    A)pesawat udara sipil 
    B)pesawat udara komersial 
    C)pesawat yang melakukan pengangkutan  
    D)pesawat cabotage 
    E)pesawat publik 
    -pelanggaran kedaulatan 
    Mengatur tentang pelanggaran yang dilakukan oleh pesawat sipil dan pesawat militer. 
    Negara yang kedaulatannya di langgar dapat menyergap pesawat tersebut. 
    Dasar hukum: 
    1. Konvensi Paris 1919 
    2. Konvensi Chicago 1944 

    35. Bob Allen Simatupang
    1.  Hukum Perang dan Humaniter/Humanitarian Law
    Contohnya antara lain adalah larangan menyerang dokter atau ambulans yang mengenakan lambang Palang Merah. Merupakan larangan pula menembak orang atau kendaraan yang mengenakan bendera putih karena bendera tersebut, yang dianggap sebagai bendera gencatan senjata, menyatakan niat untuk menyerah atau keinginan untuk berkomunikasi. Dalam kasus yang pertama ataupun yang kedua, orang yang dilindungi oleh Palang Merah atau bendera putih diharapkan menjaga netralitas, dan mereka sendiri tidak boleh melakukan tindakan-tindakan mirip perang (warlike acts). Justru, melakukan kegiatan perang dengan bendera putih atau lambang palang merah itu sendiri merupakan pelanggaran atas Hukum Perang.
    Sumber : https://arlina100.wordpress.com/tag/hukum-internasional/ 

    2. Hukum Udara/ Air Law
    Hukum udara dan angkasa luar (antariksa) merupakan salah satu cabang hokum internasional yang relative baru karena mulai berkembang pada permulaan abad ke 20 setelah munculnya pesawat udara. Setiap negara pada dasarnya memiliki kedaulatan penuh dan ekskusif atas wilayah udara di atas teritorialnya. Hal ini merupakan salah satu prinsip yang diatur dalam Konvensi Chicago 1944. Ketentuan tersebut mengindikasikan bahwa setiap negara berhak untuk membuat aturan sendiri demi kepentingan nasional. Namun, ketentuan nasional itu harus diberlakukan tanpa perbedaan kepada setiap negara. Contohnya, ketika ada pesawat Australia yang ingin berangkat ke Malaysia, otomatis pesawat Australia itu akan melewati daerah Indonesia. Oleh sebab itu, Australia wajib meminta izin ke Indonesia terlebih dahulu jika ingin melewat daerah Indonesia.
    Hukum penerbangan baru timbul ketika manusia mulai mengarungi udara dan erat berhubungan dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam lapangan teknik penerbangan, terutama dalam beberapa tahun sebelum dan sesudah perang dunia.


    3. Hukum tentang Penentuan Nasib Sendiri/ The Law of Self-Determination
    Contoh kasus Papua
    Beberapa orang berpendapat bahwa penentuan nasib sendiri bagi Papua adalah tidak sah menurut prinsip-prinsip internasional PBB. Alasan mengapa PBB mengabaikan hak masyarakat untuk mengatur diri mereka sendiri dan memisahkan diri dari negara mereka saat ini adalah untuk menjaga perdamaian internasional.
    Untuk tujuan ini PBB hanya diakui negara sebagai aktor utama dalam urusan internasional. Setiap partai di negara-negara yang ada yang mencoba untuk memisahkan akan menghadapi kendala. Dalam hal ini, beberapa orang percaya bahwa tidak ada kesempatan bagi orang Papua untuk memerintah diri mereka sendiri. Contoh Basque di Spanyol dan Quebec di Kanada menunjukkan skala hambatan.

    4. Hukum Hak Asasi Manusia/ The Law of Human Rights
    Contohnya : Larangan penganiayaan
    Semua instrumen umum melarang penganiayaan atau perlakuan secara kejam deng an tak mengingat kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan. Konvensi melawan penganiayaan atau perlakuan secara kejam dengan tak mengingat kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan ini disetujui pada tahun 1984 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konvensi tersebut menetapkan bahwa Negara berkewajiban mengekstradisi pelaku penganiayaan dan menuntutnya. Prinsip ini melibatkan yurisdiksi universal yang berarti bahwa setiap negara mempunyai yurisdiksi dan memiliki hak untuk mengekstradiksi atau menuntut pelaku penganiayaan tanpa dibatasi oleh kewarganegaraan pelaku penganiayaan atau tempat pelanggaran yang dituduhkan.
    Sama halnya jika divonis hukuman mati. Hukuman mati yang dijatuhkan tidak boleh secara perlahan-lahan, tapi harus langsung sekaligus agar tidak menyiksa orang tersebut.


    5. Hukum Ekonomi Internasional/International Economic Law
    Ekonomi Internasional menyangkut perdagangan.
    Contoh : Sengketa Mobnas RI ditinjau dari Prinsip Hukum Ekonomi Internasional
    Dalam sengketa ini, Indonesia tidak melaksanakan kewajibannya dalam prinsip menahan diri untuk tidak merugikan orang lain dengan kebijakan Domestik (inpres nomor 2 tahun 1996) iini Indonesia telah memberikan beban ekonomi bagi Negara lain.


     
     

     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar