1. Tengku Aniska Sabila
00000010192
Legalitas Hasil Referendum Crimea di Ukraina ?
Saya tidak setuju dengan Referendum Crimea yang
menurut saya tidak sah hanyalah akal-akalan belaka oleh Rusia sendiri yang
dimana hasil Referendum tersebut adalah penggabungan Crimea kedalam Rusia.
Mengapa Referendum tersebut hanya akal akalan
saja? Karena dalam pilihan pertanyaan dalam kertas suara itu sebetulnya tidak
memberikan opsi Crimea akan kembali ke pangkuan Ukraina. Dalam situs parlemen
Crimea yang dikuasai kelompok pro-Rusia, dicantumkan pilihan dalam referendum
sebagai berikut:
1. "Apakah anda mendukung bergabungnya
Crimea dengan Federasi Rusia, sebagai bagian dari Rusia?"
2. "Apakah anda mendukung restorasi
konstitusi Crimea tahun 1992, dan status Crimea sebagai bagian dari Ukraina?”
Pilihan kedua ini sebetulnya kontradiktif.
Konstitusi tahun 1992 menegaskan bahwa Crimea adalah negara merdeka dan bukan
bagian dari Ukraina. Penetapan wilayah otonomi dalam teritori Ukraina baru
dilakukan berikutnya.
Jadi, kalau warga memilih “mendukung restorasi
konstitusi 1992”, mereka sebenarnya mendukung otonomi yang lebih besar.
Berarti tak peduli apa yang dipilih, para
pemilih akan menyetujui kemerdekaan dari Ukraina.
Indonesia sendiri juga menganggap Referendum ini
tidak sah karena menilai referendum tersebut tak memiliki dasar hukum. Mantan
Kemenlu RI terdahulu, Marty Natalegawa, menganggap bahwa langkah ini
telah melanggar kedaulatan dan keutuhan wilayah dari
Ukraina.
Sebelumnya, Parlemen Crimea telah
mengeleksi Perdana Menteri Crimea baru yang Pro Rusia yang memungkinkan
terpengaruhinya hasil Referendum ini yang mengakibatkan pemisahan diri Crimea
dan penggabungannya ke Rusia.
Perdana menteri baru Ukraina, Arseniy
Yatsenyuk mengatakan bahwa baik Kiev maupun Barat tidak akan mengakui hasil
referendum itu, yang menurutnya telah dilakukan di bawah todongan senjata . Ia
juga menyebutkan bahwa Referendum tersebut adalah sirkus yang dipentaskan oleh
Federsi Rusia. Arseniy juga menyatakan bahwa 21.000 tentara Rusia telah ambil
bagian dalam kinerja ini yang dengan senjata mereka mencoba untuk membuktikan
legalitas referendum.
Presiden AS, Obama, juga menolak referendum
ini dan memperingatkan bahwa Washington siap untuk menjatuhkan sanksi terhadap
Moskow. Obama juga menekankan bahwa tindakan Rusia telah melanggar kedaulatan
Ukraina dan integritas territorial.
Berdasarkan uraian diatas, saya sendiri
berpendapat bahwa Referendum Crimea ini adalah illegal dan hanya akal akalan
belaka. Yang bias kita lihat dalam opsi pertanyaan kertas suara yang dimana
isinya mendukung untuk Crimea bergabung dengan Rusia. Selain itu, semenjak
bulan Februari Semenanjung Krimea telah dikuasai oleh pasukan
pro-Rusia sejak akhir Februari lalu dan juga banyak tentara Rusia yang dating
ke Crimea untuk mendukung apa yang disebut legalitas referendum ini. Hal
lainnya adalah bahwa telah terplihnya Perdana menteri Crimea yang baru yang Pro
Rusia. Uni Eropa dan Amerika juga berpendapat bahwa referendum ini illegal dan
telah melanggar kedaulatan Ukraina dan integritas territorial.
Hal hal tersebutlah yang menyimpulkan saya
bahwa legalitas Referendum ini tidak sah yang dimana sependapat dengan
Indonesia sendiri, Uni Eropa dan Amerika.
2. Aulia Rachmadani, 00000010134
- Upaya penentuan nasib sendiri yang dilakukan warga Crimea telah sesuai dengan Hukum Internasional, dimana hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan prinsip di dalam hukum internasional yang dirumuskan didalam Piagam PBB Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 55, Konvensi Internasional Hak- Hak Sipil dan Politik, Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1514 (XV) tahun 1960 Deklarasi mengenai Pemberian Kemerdekaan Kepada Wilayah-Wilayah dan Bangsa-Bangsa Terjajah dan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2625 (XXV) tahun 1970 tentang Deklarasi Prinsip-Prinsip Hukum Internasional dalam Hubungan Bersahabat dan Kerjasama diantara Negara-Negara Sesuai dengan Piagam PBB.
- Legalitas pelaksanaan referendum yang dilakukan warga Crimea tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip dalam hukum internasional, praktik-praktik PBB dan diawasi oleh dewan keamanan PBB. Meskipun hal tersebut dilakukan karena tidak mendapatkan persetujuan pemerintah yang berdaulat yakni Ukraina. Sehingga hal tersebut tidak dapat dikatakan sepenuhnya salah, karena pelaksanaan referendum dilaksanakan oleh penduduk asli Crimea.
- Pengakuan dunia internasional atas hasil referendum Crimea terbagi menjadi pihak menolak maupun pihak mengakui, hal tersebut disebabkan berbagai pertimbangan dalam negeri mereka sendiri. Pengakuan penggabungan Crimea sebagai bagian dari Federasi Rusia dihadapan hukum internasional, dapat ditinjau berdasarkan teori deklaratif karena pengakuan tidak menciptakan suatu Negara, bahwa suatu negara begitu lahir langsung menjadi anggota masyarakat internasional dan pengakuan hanya merupakan pengukuhan dari kelahiran tersebut. Sehingga, bagi negara yang mengakui maka Crimea akan dianggap sebagai bagian dari Rusia, sedangkan bagi negara yang tidak mengakui ataupun abstain, Crimea tetap dianggap sebagai bagian dari wilayah Ukraina.
3.
Arina Sondang, 00000010318
Case Position
Ukraina merupakan sebuah negara yang berada disebelah
tenggara benua eropa yang berbatasan langsung dengan negara Belarusia,
Hungaria, Moldova, Polandia, Romania, Russia dan Slovakia. Negara yang
berpopulasi sekitar 44 juta jiwa ini didominasi oleh etnis Ukraina yang
mendominasi sekurang-kurangnya 78 persen dari populasi, kemudian terdapat etnis
Rusia sekitar 18 persen dan sisanya oleh etnis Tatar, Belarusia, Polandia,
Yahudi dan lain-lain. Negara dengan luas 603,700 km persegi ini sendiri
memiliki sejarah panjang dalam tataran hubungannya dengan dunia internasional,
bisa kita lihat dalam sejarah modern bahwa bangsa ini setidaknya pernah
diduduki oleh 3 penguasa besar diwilayah eropa, mulai dari kekaisaran Tsar
Rusia yang menduduki wilayah tersebut selama ratusan tahun, kemudian ketika
kekaisaran Tsar Rusia diruntuhkan oleh revolusi oktober yang dilakukan oleh
Lenin dan mendirikan negara komunis Uni Soviet, wilayah Ukraina pun tidak lewat
dari caplokan tentara merah Soviet kala itu. Begitu juga ketika
genderang perang dunia kedua bertabuh ketika Nazi Jeman dibawah komando Hitler
menginvasi Soviet pada 22 Juni 1941 juga memprioritaskan pendudukan Ukraina
daripada harus menyerang Moskow pada Agustus 1941, setelah Jerman Nazi kalah
perang pun Ukraina harus kembali pada kekuasaan Soviet yang kala itu sudah
dibawah kekuasaan Stalin yang juga pernah melakukan purge atau
pembersihan massif terhadap rakyat Ukraina pada 1932 yang dianggap tidak loyal
terhadap komunis soviet dan pertanian kolektif yang digaungkan masa itu.
Meninggal dunianya pemimpin Soviet, Stalin pada 1953 sedikit
memberikan harapan pada masyarakat yang hidup dalam kekuasaan Uni Soviet, hal
ini dibuktikan dengan dibentuknya negara-negara otonomi (dikarenakan masih
dalam kekuasaan yang dikontrol oleh Kremlin/ Uni Soviet) termasuk juga pada
Ukraina. Pemimpin Soviet pasca Stalin, yaitu Nikita Khruschev yang juga masih
memiliki darah etnis Ukraina, memberikan wilayah Crimea yang dahulunya dikuasai
penuh oleh Uni Soviet kedalam wilayah kekuasaan Ukraina.
Runtuhnya Uni Soviet pada medio 1990an memberikan harapan
baru pada masyarakat Ukraina, dikarenakan dengan runtuhnya Uni Soviet tersebut
maka Ukraina bisa mendeklarasikan kemerdekaannya dan berdiri sebagai negara
sendiri yang merdeka dan independen. Namun bisa ditebak bahwa kemerdekaan dari
Uni Soviet ini pun tidak langsung membawa perubahan pada Ukraina, terbukti
Ukraina dipimpin oleh pemimpin yang notabene pro terhadap Rusia (setelah Uni
Soviet runtuh) hal ini bisa dibuktikan dengan sikap pemimpinnya yang tidak mau
mengikuti kehendak rakyatnya untuk masuk dalam Uni Eropa, yang puncaknya adalah
terjadinya bentrokan yang berujung pada tergulingnya Presiden Yanukovich pada
Maret 2014 lalu. Kemarahan terhadap presiden Yanukovich memuncak saat ditemukan
dugaan korupsi yang dilakukan selama dia menjabat, pada akhirnya Uni Eropa dan
Liechtenstein mengambil langkah untuk membekukan asset milik presiden
Yanukovich.
Persoalan tak berhenti di saat presiden Yanukovich
terguling. Crimea dimana merupakan sebuah republik otonom tersendiri dalam
pemerintahan Ukraina, dan juga tempat berada sebuah pangkalan angkatan laut
milik Rusia di Sevastopol juga melakukan tindakan terhadap revolusi yang berada
di Kiev yang menjatuhkan presiden Yanukovich. Berbeda dengan demonstran di Kiev
yang menjatuhkan Yanukovich yang menyerukan agar Ukraina bergabung dengan Uni
Eropa, di Crimea dimana mayoritas penduduknya adalah juga etnis Rusia, menolak
mengakui penggulingan presiden Yanukovich dan pembentukan pemerintah baru yang
didominasi politisi pro barat.
Ditengah masih tidak stabilnya negara pasca tergulingnya
Presiden Yanukovich, parlemen Crimea mengambil inisiatif melakukan voting
dengan hasil 54 dari 64 suara memilih Sergey Aksyonov sebagai perdana menteri
Crimea. Setelah terpilih menjadi perdana menteri wilayah otonom Krimea maka
segeralah dia merancang sebuah referendum untuk memilih apakah tetap berada
dalam kekuasaan Ukraina, ataupun bergabung dengan Rusia.
Referendum tersebut akhirnya dilaksanakan pada tanggal 16
Maret 2014 diseluruh wilayah Crimea yang pada akhirnya memutuskan 96,77 persen
dari pemilih memutuskan agar Crimea bergabung ke Federasi Rusia berdasarkan
voting yang dilakukan oleh 81,37 persen penduduk Krimea yang berjumlah sekitar
2 juta jiwa tersebut.
Analisa
- Hasil referendum dari rakyat Crimea dimata hukum internasional merupakan dapat ditinjau dari dua perspektif, dari sisi legal personality Crimea berhak menentukan nasib sendiri, dikarenakan rakyat Crimea menganggap adanya absence of power ketika terjadi demonstrasi penggulingan presiden Yanukovich, dan tidak ada koordinasi bagaimana pihak-pihak yang berwenang di Crimea harus bertindak. Juga Crimea bisa bertindak atas nama bangsa, karena mayoritas penduduk di semenanjung Crimea adalah etnis Russia. Disisi lain, bisa jadi tindakan pemimpin di Crimea adalah inkonstitusional, karena secara de jure mereka masih dibawah kekuasaan Kiev/ Ukraina yang memiliki konstitusi sendiri dan cara-cara tersendiri apabila ingin melepaskan diri dari kedaulatan Ukraina, dan konstitusi itu harus dipatuhi agar memperoleh pengakuan dari negara lain. Penghormatan terhadap konstitusi itu sendiri sebenaranya menghindarkan Crimea dari anggapan dunia internasional bahwa perolehan kekuasaan mereka, bergabungnya mereka dengan Rusia diperoleh dengan cara inkonstitusional, tidak menghormati kebiasaan internasional yang mendahulukan diplomasi.
- Pengakuan dunia internasional terbagi menjadi pihak yang menolak maupun pihak yang mengakui. Sebagai pihak yang mengakuipun mereka hanya menggunakan pengakuan dalam bentuk tersirat atau implied recognition dikarenakan berbagai pertimbangan dalam negeri mereka sendiri. Diakui atau tidak, Crimea tetap menjadi subyek hukum internasional pada perspektif negara mana yang mengakuinya. Bagi negara pengaku maka Crimea akan dianggap sebagai bagian dari Rusia, bagi negara yang tidak mengakui ataupun abstain, Crimea tetap dianggap sebagai wilayah teritori dari Ukraina.
4.
Viky Devina Sohgar, 00000007881
Referendum
di Crimea pada tahun 2014 silam terjadi karena Rusia ingin menganeksasi Crimea
karena keinginan Rusia untuk meningkatkan kekuasaan militernya. Cara yang
ditempuh dengan referendum seakan-akan adalah cara yang valid dan
konstitusional di mata hukum baik nasional maupun internasional untuk
mendapatkan Crimea dari tangan Ukraina. Namun apabila ditinjau dari sisi hukum,
referendum tersebut tidaklah sesuai dengan undang-undang dasar di Ukraina.
Sedangkan dalam hal ini status Crimea merupakan bagian dari Ukraina, sedangkan
di Crimea dimayoritasi oleh orang Rusia yang masyarakatnya mengikuti budaya dan
kebiasaan Rusia.
Banyak
kejanggalan yang dapat kita telaah pada referendum di Crimea ini. Misalnya
saja, secara hukum, dalam pasal 73 UUD Ukraina 1996 dan pasal 3 UU di Ukraina
tahun 2012 Menurut pasal 73 dari UUD Ukraina 1996 tentang “all-Ukrainian
referendum” yang mengatakan bahwa Ukraina juga berhak mereferendum apakah
Crimea boleh menjadi bagian dari Rusia, sehingga bukan hanya warga di Crimea
saja yang memiliki hak tersebut. Namun pada kenyataannya, UUD tersebut tidak
dijalankan karena tidak semua warga Ukraina turut serta dalam referendum
tersebut. Referendum ini juga illegal karena tidak ada transparansi dalam
menjalaninya. Misalnya saja daftar peserta referendum tidak di publikasikan,
serta tidak adanya keikut serta dunia internasional dalam mengawasi jalannya
referendum.
Resolusi
yang dikatakan oleh UN General Assembly bahwa referendum yang diadakan di
Crimea adalah ilegal. 100 negara mendukung pernyataan ketidaksahan referendum
di Crimea, sedangkan 11 negara lainnya tidak setuju bahwa referendum tersebut
ilegal. Pemerintah Ukraina mengatakan, seharusnya Rusia dalam resolusi ini,
sebagai anggota Dewan Keamanan PBB menjalankan Piagam PBB yang menjunjung tinggi
integritas teritorial dan tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan
masalah dengan menempatkan militernya di Crimea.
Kesimpulannya adalah referendum di Crimea pada
tahun 2014 silam memang illegal, karena tidak sesuai dengan norma-norma hukum
nasional, dalam hal ini hukum nasional Ukraina tentunya, maupun internasional.
Bahkan, pihak PBBpun sudah menentangnya dengan mengeluarkan Resolusi PBB yang
menyatakan bahwa referendum yang sudah diadakan tersebut illegal, yang dimana
pandangan tersebut disetujui mayoritas negara-negara anggota PBB.
5. Nova Shyntia Ryan Purba, 00000009797
Apa Pandangan Anda Terhadap Legalitas hasil REFERENDUM CRIMEA di
UKRAINA?
Menurut saya jika dipandang dalam sudut Hukum internasional
sah-sah saja jika Crimea ingin merdeka dan lepas dari Ukraina. Referendum di
Crimea sudah sesuai dengan hukum Internasional dan piagam PBB yang menyebutkan
bahwa semua negara berhak menentukan masa depan mereka sendiri.
Tapi juga bisa dilihat jika Rusia melakukan agresi militer dengan
adanya tentara-tentara di crimea,Hukum Internasional tindak agresi militer
untuk perang(Conquest) dan menurut Negara-negara eropa ataupun amerika
jika"Konstitusi Ukraina dibentuk untuk keutuhan negara dan (konstitusi
tersebut) tidak memungkinkan diadakannya referendum lokal untuk memisahkan diri
dari Ukraina," .
Setiap referendum mengenai status suatu wilayah seharusnya
didahului dengan negosiasi serius antara semua pemangku kepentingan. Tapi
negosiasi itu tidak terjadi (pada referendum Crimea),tetapi jangan lupa ada
banyak Negara yang berhasil melakukan referendum lokal,memisahkan diri seperti
Bangladesh,Kosovo.
Referendum Crimea juga bisa di bilang sah ketika Lebih dari
setengah rakyat crimea memilih untuk bergabung dengan Rusia dimana itu
sudah menjadi syarat-syarat pembentkan wilayah baru.
Syarat-syarat pembentukan Negara baru adalah:
1. Memiliki Wilayah
2. Memiliki Rakyat
3. Pemerintahan Yang Berdaulat
4. Pengakuan Dari Negara Lain
Dari syarat diatas Crimea bisa menjadi sebuah Negara baru ,tetapi
dalam hal pengakuan Negara lain Crimea yang di banyak di tentang oleh
Negara-negara lain sangat sulit untuk mendapatkan pengakuan dari Negara lain.
6. Georgina Agatha, 00000008460
Saya
tidak setuju dengan Referendum Crimea yang menurut saya tidak sah hanyalah
akal-akalan belaka oleh Rusia sendiri yang dimana hasil Referendum tersebut
adalah penggabungan Crimea kedalam Rusia.
Mengapa
Referendum tersebut hanya akal akalan saja? Karena dalam pilihan pertanyaan
dalam kertas suara itu sebetulnya tidak memberikan opsi Crimea akan kembali ke
pangkuan Ukraina. Dalam situs parlemen Crimea yang dikuasai kelompok pro-Rusia,
dicantumkan pilihan dalam referendum sebagai berikut:
1.
"Apakah anda mendukung bergabungnya Crimea dengan Federasi Rusia, sebagai
bagian dari Rusia?"
2.
"Apakah anda mendukung restorasi konstitusi Crimea tahun 1992, dan status
Crimea sebagai bagian dari Ukraina?”
Pilihan
kedua ini sebetulnya kontradiktif. Konstitusi tahun 1992 menegaskan bahwa
Crimea adalah negara merdeka dan bukan bagian dari Ukraina. Penetapan wilayah
otonomi dalam teritori Ukraina baru dilakukan berikutnya.
Jadi,
kalau warga memilih “mendukung restorasi konstitusi 1992”, mereka sebenarnya
mendukung otonomi yang lebih besar.
Berarti
tak peduli apa yang dipilih, para pemilih akan menyetujui kemerdekaan dari
Ukraina.
Referendum
ini juga melanggar Article 73 dari Undang Undang Ukraina dan Article 3 Hukum
Ukraina tahun 2012 dalam “Seluruh Referedum Ukraina”, perubahan territorial
dapat diterima melalui referendum dimana semua rakyat Ukraina diperbolehkn
untuk memilih, termasuk yang tidak berada/tinggal di Crimea.
Referendum
ini jelas telah melanggar hal hal diatas karena Referendum ini dilakukan hanya
oleh rakyat yang berdiam di Semenanjung Crimea, bukan keseluruhan Ukraina,
Artile
134 dari Undang Undang Ukraina, menyatakan bahwa Crimea adalah
“inseparable constituent part of Ukraine” yang dapat diartikan bahwa Crimea
bagian kosntituen yang tidak terpisah dari Ukraina”. Cession Crimea akan
mengubah isi dri UU Ukraina. Perubahan UU ini tidak diperbolehkan dalam pasal
157(1) yang menayatakan bahwa UU tidak boleh diubah apabila bermaksud
untuk liquidasi kemerdekaan atau pelnggaran teritorial Ukraina. Yang dimana
pelarangan secessio ini tidak berlawanan dengan standar UU Eropa yang juga
turut melarang aksi Cession ini.
Perdana menteri baru Ukraina, Arseniy Yatsenyuk mengatakan bahwa
baik Kiev maupun Barat tidak akan mengakui hasil referendum itu, yang
menurutnya telah dilakukan di bawah todongan senjata . Ia juga menyebutkan
bahwa Referendum tersebut adalah sirkus yang dipentaskan oleh Federsi Rusia.
Arseniy juga menyatakan bahwa 21.000 tentara Rusia telah ambil bagian
dalam kinerja ini yang dengan senjata mereka mencoba untuk membuktikan
legalitas referendum.
Hal
ini telah melanggar perjanjian PBB yang melarang agresi/ancaman dan penggunaan
kekuatan ke Negara lain.
Indonesia
sendiri juga menganggap Referendum ini tidak sah karena menilai referendum
tersebut tak memiliki dasar hukum. Mantan Kemenlu RI terdahulu, Marty
Natalegawa, menganggap bahwa langkah ini telah melanggar kedaulatan dan
keutuhan wilayah dari Ukraina.
Sebelumnya,
Parlemen Crimea telah mengeleksi Perdana Menteri Crimea baru yang Pro
Rusia yang memungkinkan terpengaruhinya hasil Referendum ini yang mengakibatkan
pemisahan diri Crimea dan penggabungannya ke Rusia.
Hal hal diatas menjelaskan pendapat saya bahwa Referendum Crimea ini tidak sah karena banyak melanggar baik UU ukraina maupun perjanjian PBB.
7. Kristi
Puspita, 00000008014
Referendum Krimea diadakan pada tanggal 16 Maret 2014 oleh
parlemen Krimea, yang saat itu masih merupakan bagian dari Ukraina. Menurut
Pasal 3 Undang-Undang Ukraina, perubahan wilayah hanya dapat disetujui melalui
referendum yang diikuti oleh semua rakyat Ukraina, termasuk mereka yang tidak
tinggal di Krimea. Terdapat dua pilihan dalam referendum ini:
Pilihan 1: Apakah anda mendukung penyatuan kembali Krimea dengan
Rusia dengan Krimea menjadi bagian dari Federasi Rusia?
Pilihan 2: Apakah anda mendukung pengembalian Konstitusi 1992 dan
status Krimea sebagai bagian dari Ukraina?
Kembalinya konstitusi ke tahun 1992 akan memberikan pemerintah
Krimea kekuatan untuk membuat hukum sendiri dan mengendalikan pemerintahan
sendiri, sementara secara teknis tetap menjadi bagian dari Ukraina.
Hasilnya, lebih dari 95 persen pemilih di wilayah Crimea Ukraina
mendukung penggabungan wilayah itu dengan Rusia.
Keinginan Krimea untuk memisahkan diri dari Ukraina muncul ketika
Yanukovych digulingkan dari kursi kepresidenannya. Ukraina kemudian berada di
bawah pemerintahan interim dengan Olexander Turchynov sebagai presiden. Berbeda
dengan pemerintahan Yanukovych yang pro Rusia, pemerintahan interim yang baru
terbentuk ini pro terhadap Uni Eropa. Masyarakat pro Rusia yang berada di
Krimea menganggap bila keberadaan pemerintah interim ini ilegal dan menolak
untuk mengakuinya. Menanggapi hal ini, pihak Rusia mengirimkan tentaranya ke
Krimea dengan dasar untuk melindungi etnis Rusia yang berada di sana dari
serangan kelompok pro Uni Eropa. Semenjak hasil referendum diumumkan, angkatan
militer Russia mulai datang ke daerah Krimea maupun perbatasan Krimea dan
berdalih bahwa Krimea telah menjadi daerah Russia dan Russia berhak untuk
menduduki daerah Krimea.
Tetapi, di sisi lain NATO dan USA mendukung penuh kebijakan
Ukraine yang tidak setuju akan keputusan referendum Krimea yang melepaskan diri
lalu bergabung dengan Russia karena referendum ini dianggap telah dilakukan di
bawah todongan senjata. Berbagai upaya akan ditempuh oleh Ukraine atas tindakan
sewenang-wenang Russia, antara lain adalah akan memberikan sanksi hukum
internasional.
Presiden AS Barack Obama mengatakan bahwa Amerika Serikat menolak
hasil referendum dan menekankan bahwa tindakan Rusia telah melanggar kedaulatan
Ukraina dan integritas teritorial. Referendum Krimea yang tidak diakui oleh PBB
dan terutama negara-negara barat karena tersandung masalah pelaksaannya yang
dilakukan tanpa restu pemerintah pusat.
Namun menurut saya, referendum adalah keputusan yang paling adil
dalam menyelesaikan sengketa semacam ini karena sesuai dengan kehendak rakyat
yang tinggal di daerah tersebut sehingga keputusan itu harus dihargai. Selain
itu, sejak awal Ukraina telah memiliki undang-undang yang mengatur tentang
perubahan wilayah seperti yang telah tertulis diatas “Menurut Pasal 3 Undang-Undang
Ukraina, perubahan wilayah hanya dapat disetujui melalui referendum yang
diikuti oleh semua rakyat Ukraina, termasuk mereka yang tidak tinggal di
Krimea” sehingga hasil referendum yang telah didapat merupakan hasil sah
yang sesuai dengan undang-undang negara Ukraina sendiri.
Seperti yang telah kita ketahui, Amerika Serikat dan Rusia
mempunyai sejarah permusuhan yang panjang dan telah lama berseteru sebagai dua
negara dengan kekuatan terbesar di dunia. Maka tidak heran bila Amerika Serikat
menolak hasil referendum Krimea yang ingin bergabung dengan Rusia dan mendukung
Ukraina. Menurut saya, Amerika Serikat juga telah melanggar perjanjian Ukraina
sebelum terjadi referendum di Krimea dengan menggulingkan presiden sah yang
dipilih secara demokratis dan bukankah penggulingan Presiden Ukraine, Viktor
Yanukovych adalah kudeta? Dan AS beserta sekutunya membiayai kudeta itu.
Kita tidak bisa menyalahkan negara yang ingin mempertahankan
keutuhan wilayahnya. Tapi di sisi lain kita juga tidak bisa menyalahkan rakyat
yang memilih untuk memerdekakan diri atau bergabung dengan negara lain untuk
mencapai tingkat kemakmuran yang lebih tinggi. Kewajiban negara selain menjaga
kedaulatan wilayahnya dengan menghadapi tantangan dari rakyat yang menyuarakan
pilihan mereka juga adalah untuk memberikan kemakmuran bagi rakyatnya.
Kasus seperti ini merupakan suatu bukti bahwa demokrasi dapat menjadi senjata
berbahaya bagi suatu negara ketika demokrasi justru digunakan sebagai alat
untuk memisahkan diri melalui pelaksanaan referendum.
8. Rezky Kariema, 00000010197
Menurut
saya legalitas referendum crimea itu seharusnya sah atau legal. Tetapi Amerika
dan Uni eropa menganggap bahwa referendum tersebut ilegal atau tidak sah.
Padahal dari 1,5 juta warga yang mengikuti referendum tersebut, 95,5% rakyat di
Crimea memilih untuk bergabung dengan Russia. Dalam Hukum Internasional ada
yang dinamakan conquest yaitu penggunaan kekuatan bersenjata untuk melakukan
perluasan kekuatan wilayah. Conquest sendiri telah di larang dalam hukum
internasional. Tetapi kejadian di Crimea tidak sepenuhnya bisa dikaitkan dengan
conquest. Karena dari hasil referendum crimea terlihat bahwa rakyat crimea
sendiri yang ingin bergabung dengan Ukraina. Vladimir putin pun sudah
mengatakan bahwa referendum tersebut sah secara hukum internasional. Bisa juga
dikaitkan dengan teori right to self determination. Faktor yang membuat
russia menduduki crimea juga salahsatunya karena mayoritas rakyat crimea
beretnis Russia. Jadi saya menentang Amerika & Uni eropa yang menyebutkan
bahwa referendum tersebut tidak sah atau ilegal.
9.
Rendi
Dwi Akbar, 00000009074
Referendum mengenai status crimea
yang diadakan pada tanggal 16 marer 2014, berdasarkan hasil dari republik
otonom crimea menginginkan untuk bergabung dengan rusia, tetapi referendum ini
masih ilegal secara internasional. Menurut saya referendum itu seharusnya legal
karena penduduk crimea rata-rata memilih untuk bergabung dengan rusia. Pbb
telah mengatakan referendum itu tidak sah terapi vladimir putin yaitu presiden
rusia itu sendiri melakukan hak veto dengan menganggap referendum itu sah
secara internasional, saya berpendapat, saya setuju dengan vladimir putin
karena masyarakat di crimea mayoritas ber etnis rusia.
10.
Agustina
Hasil referendum dari crimea di ukraina adalah
96,6 persen warga mendukung Crimea bergabung ke Rusia timbulnya referendum
crimea ini salah satu penyebabnya adalah selain 60 persen populasi Crimea
adalah etnis Rusia, sebelumnya Crimea memang bagian Uni Soviet hngga akhirnya
Uni Soviet peah menjadi Russia dan Crimea dijadikan satu wilayah dengan
Ukraina. Hubungan telah tegang antara Rusia dan Ukraina sejak Crimea secara
resmi menjadi bagian dari Ukraina.
Crimea sangat penting bagi Russia karena
secara strategis penting sebagai lokasi pangkalan Angkatan Laut Rusia.
Armada Laut Hitam berpangkalan di semenanjung Crimea sejak didirikan oleh
Pangeran Potemkin pada tahun 1783. Posisi strategis armada Rusia di sana sangat
berperan ketika mengalahkan Georgia dalam perang Ossetia Selatan pada tahun
2008, dan tetap penting untuk menajga dan meningkatkan keamanan Russia
sekarang.
Hasil referendum yang menunjukkan hasrat kuat
untuk bergabung ke Rusia sudah barang tentu bakal ditentang negara-negara Barat
seperti AS, Jerman, Perancis, dan Inggris, tulis AP pada Senin
(17/3/2014). Negara-negara itu bakal menyatakan kalau referendum Crimea
menyalahi konstitusi negara Ukraina.
Jadi, menurut saya adalah pantas bagi Crimea
untuk bergabung dengan Russia karena Crimea itu sendiri sebelumnya adalah
bagian dari Russia. Serta Crimea memiliki hak untuk melaksanakan referendum,
karena referendum itu sendiri adalah hak untuk menentukan nasibnya sendiri.
Crimea itu sendiri ingin menyatakan kemerdekaannya, salah satu ucapan yang
dikatakan oleh bangsa Crimea adalah “Republik Crimea meminta Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dan semua negara di dunia untuk mengakuinya sebagai sebuah
negara independen.". Crimea ingin menjadi merdeka dan ingin bergabung
dengan federasi Russia.
Pada dasarnya referendum sebagai hak untuk
menentukan nasib sendiri sudah diperkuat di dalam Piagam PBB yang diperkuat
lagi dengan suatu Deklarasi mengenai Pemberian Kemerdekaan Wilayah-wilayah dan
Bangsa-bangsa Terjajah (Declaration on the Granting Independence to Colonial
Contries and Peoples) yang diterima PBB pada bulan Desember 1960 melalui
Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1514 (XV).
Tetapi menurut pandangan legalitasnya adalah tidak bagus karena pelaksaan referendumnya tidak dibawah pengawasan secara langsung oleh PBB , sehingga bisa saja panitia dari salah satu pihak tersebut berbuat curang atau tidak benar dan eharusnya agar tidak terjadi keributan, PBB seharusnyalah yang melakukan referendum sehingga hasil dari referendum tersebut akan di terima oleh semua orang baik diterima secara terpaksa maupun tidak terpaksa. Dalam segi legalitas , kit harus bisa memilih pihak yang netral dan yang terpercaya untuk menyelesaikan perselisihan antara Russia dan Ukraina, sebab bila kita memilih pihak yang menentukan dari salah satu pihak yang sedang bergejolak ingin perang maka tentu hasilnya tidak dapat dipastikan.
11. Ardi Akbar Ramadhan, 00000009956
Menurut
pandangan saya tentang kasus perebutan wilayah crimea antara ukraina dan rusia,
Pada mulanya, krisis ini bermula terkait aneksasi Semenanjung Crimea oleh
Rusia. Awalnya, Ketika Presiden dukungan Rusia di Ukraina, yaitu
Viktor Yanukovych digulingkan oleh rakyat Ukraina karena memilih merapat ke
Rusia daripada ke Uni Eropa dalam resolusi kiev. Sejak abad ke-18 Crimea memang
menjadi bagian dari Rusia. Tetapi sampai pada tahun 1954, Pemimpin Soviet
Nikita Khrushchev menyerahkannya ke Ukraina. Rusia menyerahkan wilayah itu
karna pada saat itu ukraina masih dalam uni-soviet sampai tahun 1991.
Perkembangan terbaru adalah Rusia memilih untuk ‘terintimidasi’ oleh pihak
manapun. Ukraina dan Rusia memasuki babak baru dalam hubungan diplomatik.
Baru-baru ini, Ukraina telah menarik kembali duta besarnya di Moskwa. Dalam
suatu hubungan diplomatik, penarikan duta besar berada satu tingkat di bawah
status pemutusan hubungan kerja sama. Baru-baru ini baru muncul hasil refendum
yang menunjukan bahwa 95 persen warga crimea memilih untuk bergabung dengan
rusia ketimbang dengan ukraina. Hanya dua minggu setelah pasukan Rusia merebut semenanjung
Crimea, referendum berhasil memutuskan Crimea meninggalkan Ukraina dan
bergabung dengan Rusia.
12. Afi
Noviandari
Krisis
Ukraina dasarnya adalah tarik-tarikan kekuatan di dalam dan diluar negara itu
sendiri. Di dalam adalah adanya pihak pro terhadap Uni Eropa (etnis Ukraina,
77.8% populasi ) dan yang pro Russia (etnis Russia, 17.3% populasi ). Sementara
pengaruh dari luar adalah akibat geografis Ukraina yang berbatasan dengan
negara Uni Eropa di barat dan Russia di Timur. Perebutan pengaruh EU/NATO vs
Russia.
Perebutan
pengaruh ini kemudian berujung dan bereskalasi menjadi kerusuhan masal dengan
korban puluhan jiwa. Dengan alasan melindungi masyarakat etnis Russia (terutama
di Crimea dan sebagian Ukraina Timur), kemudian pemerintah Russia mengirimkan
paskan ke wilayah Ukraina Timur. Berikut beberapa peristiwa kunci yang berujung
kerusuhan dan mendorong masuknya militer Russia.
· 21 November 2013 : Perjanjian
Asosiasi Uni Eropa ditinggalkan, hal ini memicu protes besar di Kiev
· 30 November : Polisi
meluncurkan serangan brutal terhadap para mahasiswa demonstran.
· 17 Desember : Rusia
menawarkan pinjaman sebesar $15 milyar dan pasokan gas dengan harga yang
lebih murah, masyarakat melihatnya sebagai upaya sogokan Russia kepada
Presiden Yanukovych.
· 16 Januari 2014 : Parlemen
mengeluarkan undang-undang anti-protes. Sebagian besar
undang-undang kemudian dicabut
· 19-20 Januari : intensitas
bentrokan meningkat
· 22 Januari : Kematian
pertama pengunjuk rasa : dua orang meninggal akibat luka tembak setelah
bentrokan dengan polisi. tubuh seorang aktivis ditemukan di hutan berhari-hari
setelah penculikannya
· 23-24 Januari : Demonstran
merebut gedung-gedung pemerintah di Lviv, Ivano – Frankivsk, dan kota-
· kota Ukraina barat lainnya, protes juga menyebar ke timur
· 28 Januari : Perdana
Menteri Mykola Azarov dan pemerintahnya mengundurkan diri
· 14-16 Februari : Di bawah
kesepakatan amnesti, pengunjuk rasa mengosongkan gedung-gedung
· pemerintah yang diduduki, dan tuduhan terhadap mereka yang sudat
ditangkap dicabut
· 18 Februari : Juru bicara
parlemen menolak perdebatan tentang perubahan konstitusi, bentrokan
· meletus di Kiev, mengakibatkan banyak korban meninggal
· 20 Februari : Independence
Square dan jalan-jalan sekitarnya menjadi medan perang. Setidaknya 77
orang tewas dalam periode 48 jam, ratusan terluka dalam bentrokan antara
demonstran dan polisi, termasuk banyak ditembak oleh penembak jitu
berseragam
Mengapa Crimea begitu penting
bagi Rusia ?
Crimea secara strategis
penting sebagai lokasi pangkalan Angkatan Laut Rusia. Armada Laut Hitam
berpangkalan di semenanjung Crimea sejak didirikan oleh Pangeran Potemkin pada
tahun 1783. Posisi strategis armada Rusia di sana sangat berperan ketika
mengalahkan Georgia dalam perang Ossetia Selatan pada tahun 2008, dan tetap
penting untuk kepentingan keamanan Rusia di wilayah tersebut.
Apa yang Rusia harapkan dengan
menduduki Crimea?
60
persen populasi Crimea adalah etnis Rusia. Hubungan telah tegang antara
Rusia dan Ukraina sejak semenanjung itu secara resmi menjadi bagian dari
Ukraina pasca keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1991. Pekan lalu parlemen majelis
tinggi Rusia menyetujui penggunaan kekuatan militer di Crimea, dan menuntut
pasukan Ukraina di wilayah tersebut untuk menyerah.
13.
Melisa Salim
1. Tidak ada
pemisahan diri di Ukraina
Undang-undang
(UU) Ukraina tidak membolehkan referendum untuk pemisahan diri. Pasal 1
dan 2 UU Ukraina menyebutkan bahwa Ukraina adalah negara kesatuan dan teritori
serta perbatasannya tidak terpisahkan dan tidak dapat diganggu
gugat. Dengan demikian, sifat teritori Ukraina yang tidak dapat
dibagiadalah nilai tertinggi dalam UU Ukrraina dan menjadi indikasi bahwa
referendum untuk pemisahan diri adalah tidak sah di Ukraina.
2. Perubahan
teritori Ukraine tidak berlaku secara lokal
UU Ukraina
pasal 73 telah menetapkan bahwa status teritorial dari setiap bagian negara
hanya dapat diubah melalui referendum nasional, bukan lokal. Secara jelas,
referendum tersebut melanggar UU Ukraina pasal 134. Pasal 134 UU Ukraina
menegaskan bahwa Crimea adalah bagian integral dari Ukraina dan segala isu
terkait otoritas diselesaikan berdasarkan UU Ukraina. Dengan
demikian, pemisahan diri Crimea memerlukan perubahan UU Ukraina. Akan
tetapi, perubahan UU Ukraina dilarang sesuai yang tercantum dalam pasal 157
ayat 1: “The Constitution of Ukraine shall not be amended, .…”Hal ini
dikonfirmasi oleh Mahkamah Konstitusi Ukraina bahwa keputusan penggabungan
dengan Rusia adalah tidak sah.
II. Kembali
ke UU tahun 1992
Pasal 135 UU
Ukraina menjelaskan bahwa keputusan terhadap Crimea tidak boleh bertentangan
dengan UU Ukraina, Hukum Ukraina, Presiden Ukraina, dan Kabinet Menteri
Ukraina. Dengan demikian, kompatibilitas antara UU tahun 1992 dan UU Ukraina
selanjutnya harus dipertegas.
III.
Kompatibilitas dengan Prinsip-prinsip Konstitusi di Eropa
Referendum
Crimea tanggal 16 Maret 2014 memiliki ketidaksesuaian dengan standar
internasional (Venice Commission’s Code of Good Practice on Referendums),
di antaranya:
• Saat ini, Ukraina tidak memiliki aturan mengenai
referendum lokal. Hal ini membuat ketidakjelasan terhadap peraturan
referendum yang legal.
• Keberadaan tentara militer di masyarakat tidak
kondusif untuk pembuatan keputusan secara demokratis. Selama
berminggu-minggu, Crimea berada dalam pengamanan militer dari tentara
Rusia. Ancaman penggunaan kekerasan pun dilakukan oleh militer Rusia
terhadap militer Ukraina. Keberadaan tentara Rusia sangat memungkinkan
terjadinya intimidasi terhadap pemilik suara sehingga proses pemilihan suara
tidak bebas dan adil.
• Jangka waktu 10 hari antara keputusan referendum dan
referendum itu sendiri tergolong singkat, tanpa adanya persiapan optimal, debat
publik atau kampanye. Persiapan referendum dipenuhi dengan kurangnya
transparansi, seperti panitia pemilihan suara, jumlah pemilih, dan jumlah surat
suara. Perincian yang kurang dan tenggang waktu yang sangat sempit
menyediakan ruang lingkup yang besar untuk manipulasi hasil referendum.
• Kedua pilihan dalam referendum tidak bersifat
representatif. Rumusan kata dalam kedua pertanyaan di referendum tidak
membuka kesempatan bagi pemilih untuk mendukung status quo Crimea.
Selain itu, pertanyaan yang berkaitan dengan restorasi Crimea seperti pada
tahun 1992 tidak memberikan informasi lanjut mengenai isi dari UU tahun 1992
ini dan bersifat ambigu.
• Organization for Security and Co-Operation in
Europe (OSCE) juga menyatakan kurangnya legitimasi dan legalitas hak
pilih dalam referendum Crimea, termasuk daftar pemilih yang akurat dan
pengawasan dari pihak netral.
Kesimpulan
UU Ukraina
menjelaskan bahwa teritori Ukraina tidak dapat dibagi dan referendum lokal
untuk pemisahan diri tidak berlaku. Terlebih lagi, situasi di Crimea membuat
referendum tidak berjalan sesuai dengan standar di Eropa.
14. Melinda Fortuna, 00000007627
Referendum Crimea
diadakan pada tanggal 16 Maret 2014 oleh legislative dari Republik Otonomi
Crimea dan oleh pemerintah daerah Sevastopol (kedua subdivisi Ukraina pada saat
itu). Dalam referendum tersebut ada dua opsi yang harus dipilih yaitu apakah
penduduk Crimea ingin bergabung dengan Rusia, atau kembali kepada konstitusi
Crimea tahun 1992 dan status Crimea sebagai bagian dari Ukraina?
Akan tetapi kedua
pilihan tersebut tetap akan mengakibatkan Crimea dan Sevastopol secara de facto
mengalami pemisahan dari Ukraina. Hal tersebut karena menurut Konstitusi 1992
parlamen Crimea memiliki kekuatan yang lebih besar termasuk kekuasaan untuk
berdaulat penuh dalam membangun hubungan dengan negara-negara lain. Sehingga
pilihan tersebut dua-duanya tidak ada yang menguntungkan Ukraina.
Adapun Hasil resmi dari
adanya referendum yaitu Republik Otonomi Crimea memperoleh suara 96,77 persen
untuk integrasi wilayah ke Federasi Rusia dengan 83,1 persen pemilih
. Setelah referendum, Dewan
Tertinggi Crimea dan Sevastopol
Dewan Kota menyatakan kemerdekaan Crimea dari Ukraina dan diminta
untuk bergabung dengan Federasi Rusia . Pada hari yang sama, Rusia mengakui
Crimea sebagai negara berdaulat. Rusia secara resmi mengakui hasil referendum
Crimea dan mengklaim memungkinkan pemisahan Crimea dari Ukraina.
Adapun dalam prosedur
referendum hanya warga Crimea dengan paspor Ukraina yang diizinkan untuk
memilih. Aturan referendum tidak menyatakan jika ada sejumlah ambang suara yang
dibutuhkan untuk hasil yang akan diberlakukan.
Menurut pasal 73 tahun
1996 Konstitusi
Ukraina dan pasal 3 dalam “Ukrainian law” Tahun 2012 tentang “On-all
Ukrainian Referendum” perubahan teritorial hanya dapat disetujui melalui
referendum di mana semua warga Ukraina yang diizinkan untuk memilih, termasuk
orang-orang yang tidak berada di Crimea. Komisi
Pemilihan Umum Pusat Ukraina juga menyatakan bahwa tidak ada kemungkinan
peradilan, menurut undang-undang Ukraina, untuk memulai perubahan tersebut.
Sedangkan
Venice Commision menyatakan bahwa referendum itu tidak sah di bawah kedua
Konstitusi Ukraina dan Crimea, dan melanggar standar internasional dan
norma-norma. Komisi Venice menekankan bahwa penentuan nasib sendiri adalah
untuk dipahami terutama sebagai penentuan nasib sendiri internal dalam kerangka
yang ada perbatasan dan bukan sebagai eksternal penentuan nasib sendiri melalui
pemisahan diri. Selain itu, setiap referendum mengenai status suatu wilayah
seharusnya didahului dengan negosiasi serius antara semua pemangku kepentingan.
Dalam hal ini negosiasi tidak terjadi.
Sehingga Referendum
dianggap tidak sah oleh sebagian besar negara termasuk semua anggota Uni Eropa,
Amerika Serikat dan Kanada. Tiga belas anggota Dewan
Keamanan PBB memberikan suara mendukung resolusi yang menyatakan referendum
sah, namun Rusia memveto
dan China abstain. Sebuah Majelis
Umum PBB Resolusi
kemudian diadopsi, dengan suara 100 mendukung vs 11 melawan dengan 58 abstain,
yang menyatakan referendum valid dan menegaskan integritas wilayah Ukraina. The
Mejlis
dari Krimea Tatar Orang menyerukan boikot referendum.
Oleh karena itu menurut
saya legalitas hasil dari referendum Crimea tersebut cukup dipertanyakan. Hal
ini karena tidak adanya negosiasi terlebih dahulu oleh para pihak yang terlibat
dalam referendum yaitu Rusia dan Ukraina sebagaimana aturan hukum internasional
dalam menghadapi status suatu wilayah. Dan juga, pelaksanaan pemilihan umum
tersebut juga cacat administrasi karena berdasarkan pasal 73 Tahun 1996 dalam
Konstitusi Ukraina yang telah disebutkan diatas searusnya dalam hal perubahan
territorial wilayah negara, semua warga Ukraina diizikan untuk memilih akan
tetapi dalam referendum tersebut hanya warga Crimea saja yang diizinkan memilih
sehingga hal ini sangat inskonstitusional serta tidak adanya ambang batas suara
yang diberlakukan.
15. M.BUKHARI.M,
00000008998
Referendum Crimea di Ukraina bukanlah keputusan yang baik
bagi saya pribadi, dimana hasil tersebut mengarah untuk Ukraina kembali ke
dalam negara Russia, dimana hal tersebut membuat gejolak dan invlasi nantinya
atau hal-hal yang merugikan lainnya bagi negara-negara tetangga, yang mempunyai
hubungan ekonomi dan diplomasi dll. Crimea untuk bergabung ke Russia merupakan
tindakan Inkonstitusional, dimana setiap keputusan yang diambil merupakan
tindakan melawan hukum dan Inkonstitusional. Dan bagi siapapun orang/warga
negara mau mengakui hasil dari keputusan referendum tersebut. Karena hanya
wilayah Crimea saja yang logikanya mempunyai latar belakang Russia. Jadi tidak
usah mengorbankan wilayah yang lain.
16. Jennifer Angel
Referendum Crimea di Ukraina bukanlah keputusan yang baik
bagi saya pribadi, dimana hasil tersebut mengarah untuk Ukraina kembali ke
dalam negara Russia, dimana hal tersebut membuat gejolak dan invlasi nantinya
atau hal-hal yang merugikan lainnya bagi negara-negara tetangga, yang mempunyai
hubungan ekonomi dan diplomasi dll. Crimea untuk bergabung ke Russia merupakan
tindakan Inkonstitusional, dimana setiap keputusan yang diambil merupakan
tindakan melawan hukum dan Inkonstitusional. Dan bagi siapapun orang/warga
negara mau mengakui hasil dari keputusan referendum tersebut. Karena hanya
wilayah Crimea saja yang logikanya mempunyai latar belakang Russia. Jadi tidak usah
mengorbankan wilayah yang lain.
17. Citra Maria
Pasca keluarnya hasil referendum Crimea yang memutuskan
bahwa Crimea bergabung ke Rusia, (Pemunggutan suara yang dilakukan
rakyat Crimea untuk melepaskan diri dari Ukraina dan memilih bergabung dengan
Rusia.) timbul suasana panas dan tegang antara Rusia dan Amerika Serikat
yang didukung Uni Eropa.
Akibat dewasa ini, krisis di Ukraina dan Crimea
dimulai, Rusia terus menunjukkan kekuatan militernya, baik di perbatasan
Ukraina maupun di dalam wilayah Crimea sebagai dukungan terhadap wilayah yang
baru saja melepaskan diri dari Ukraina itu.
Di sisi lain, Amerika Serikat dan negara-negara NATO serta
Uni Eropa secara terang-terangan mendukung Ukraina dengan mengecam referendum
Crimea karena tidak setuju dengan legalitas referendum
Crimea dan melawan separatis Pro-Rusia.
Berikut analisa saya mengenai masalah-masalah yang timbul
akibat hasil referendum Crime di Ukraina:
1. Presiden Ukraina menolak tawaran Uni Eropa agar negaranya
masuk ke dalam organisasi tersebut yang menawarkan perbaikan ekonomi untuk
Ukraina.
2. Russia menawarkan modal kepada Ukraina dengan jumlah yang
lebih besar daripada Uni Eropa dengan syarat Ukraina tidak bergabung dengan uni
eropa .
3. Presiden Ukraina memilih penawaran dari Russia
4. Warga Ukraina protes karena keputusan presiden tersebut,
terjadilah kekacauan di negara tersebut.
5. Etnis Russia yang tinggal di Ukraina dibagian timur
merasa terancam dengan pergolakan dan kekacauan tersebut.
6. Crimea memilih merdeka dari Ukraina dan memilih bergabung
dengan Russia, namun ditolak oleh pemerintahan Ukraina.
7. Walikota Crimea dan ex-presiden Ukraina meminta Russia
turun tangan untuk mengambil dan menetralkan wilayah yang pro-Russia
8. Russia berinisiatif 'menempati' dan 'menguasai' wilayah
Crimea, dan melangsungkan referendum agar Crimea dapat bergabung dengan Russia
tanpa melepaskan tembakan.
9. Ukraina tidak dapat berbuat apa-apa mengingat kekuatan
militer Ukraina vs Russia sangat tidak sepantaran.
10. Barat turun tangan, dan ketika hasil referendum
menujukan bahwa Crimea bergabung dengan Russia ditolak mentah-mentah oleh barat
dan hasil referendum tersebut tidak diakui.
11. Muncul kaum separatis di Donetsk.
12. Muncul sanksi-sanksi yang diterapkan AS dan sekutunya
terhadap Russia.
13. Russia mengejutkan dunia dengan jumlah nuklirnya.
14. Suasana semakin membingungkan, karena Perancis dan
Jerman justru meminta sanksi di cabut.
Tak hanya itu, meski tak semasif Rusia, kekuatan militer
NATO, terutama negara-negara anggota yang berbatasan dengan Ukraina terus
diperkuat.
Sebagian besar negara tetangga Ukraina adalah anggota NATO
seperti Polandia, Romania, Hongaria, dan Slowakia. Demikian pula negara-negara
Baltik, Lituania, Latvia, dan Estonia.
Jika salah satu dari negara-negara NATO itu membantu Ukraina
dan terlibat perang dengan Rusia, Amerika Serikat harus mengintervensi. Bahkan
dapat menimbulkan terjadinya perang dunia ke III.
Kesimpulannya, legalitas hasil referendum Crimea di Ukraina
yang menyatakan bahwa Crimea bergabung dengan Rusia merupakan bukan solusi
terbaik antara Crimea, Ukraina, dan Rusia.
Saya lebih setuju jika Hukum Internasional menetapkan
okupasi efektif yaitu okupasi perdamaian antara Ukraina dan Rusia.
18. PIETRO GRASSIO EKO YULIO,
00000008378
Negara Russia sudah berkutat cukup lama dalam urusan merebut
wilayah crimea dari ukarina.russia menggelar referendum untuk menentukan
nasibdari crimea dan 95,5% penduduk crimea memilih pulang ke Russia.dunia tidak
mau mengakui hasil referendum dan tetap mengancam Russia.
Pasca keluarnya hasil referendum Crimea yang memutuskan bahwa
Crimea bergabung ke Rusia, (Pemunggutan suara yang dilakukan rakyat Crimea
untuk melepaskan diri dari Ukraina dan memilih bergabung dengan Rusia.) timbul
suasana panas dan tegang antara Rusia dan Amerika Serikat yang didukung Uni
Eropa. Krisis di Ukraina dan Crimea dimulai, Rusia terus menunjukkan
kekuatan militernya, baik di perbatasan Ukraina maupun di dalam wilayah Crimea
sebagai dukungan terhadap wilayah yang baru saja melepaskan diri dari Ukraina
itu.Di sisi lain, Amerika Serikat dan negara-negara NATO serta Uni Eropa secara
terang-terangan mendukung Ukraina dengan mengecam referendum Crimea karena
tidak setuju dengan legalitas referendum Crimea dan melawan separatis
Pro-Rusia.
Berikut analisa saya mengenai masalah-masalah yang timbul akibat
hasil referendum Crime di Ukraina:
1. Walikota Crimea dan ex-presiden Ukraina meminta Russia turun
tangan untuk mengambil dan menetralkan wilayah yang pro-Russia
2.Presiden Ukraina memilih penawaran dari Russiang menawarkan
perbaikan ekonomi untuk Ukraina.
3. Russia menawarkan modal kepada Ukraina dengan jumlah yang lebih
besar daripada Uni Eropa den
4.negara Baratikut campur, dan ketika hasil referendum menujukan
bahwa Crimea bergabung dengan Russia ditolak mentah-mentah oleh barat dan hasil
referendum tersebut tidak diakui.gan syarat Ukraina tidak bergabung dengan uni
eropa .
5. Etnis Russia yang tinggal di Ukraina dibagian timur merasa
terancam dengan pergolakan dan kekacauan tersebut.
6. Crimea memilih merdeka dari Ukraina dan memilih bergabung
dengan Russia, namun ditolak oleh pemerintahan Ukraina.
7.Presiden Ukraina menolak tawaran Uni Eropa agar negaranya masuk
ke dalam organisasi tersebut ya
8. Russia berinisiatif 'menempati' dan 'menguasai' wilayah Crimea,
dan melangsungkan referendum agar Crimea dapat bergabung dengan Russia tanpa
melepaskan tembakan.
9. Ukraina tidak dapat berbuat apa-apa mengingat kekuatan militer
Ukraina vs Russia sangat tidak sepadan.
10. Warga Ukraina protes karena keputusan presiden tersebut,
terjadilah kekacauan di negara tersebut
Tak hanya itu, meski tak semasif Rusia, kekuatan militer NATO,
terutama negara-negara anggota yang berbatasan dengan Ukraina terus
diperkuat.Sebagian besar negara tetangga Ukraina adalah anggota NATO seperti
Polandia, Romania, Hongaria, dan Slowakia. Demikian pula negara-negara Baltik,
Lituania, Latvia, dan Estonia.Jika salah satu dari negara-negara NATO itu
membantu Ukraina dan terlibat perang dengan Rusia, Amerika Serikat harus
mengintervensi. Bahkan dapat menimbulkan terjadinya perang dunia ke
III.legalitas hasil referendum Crimea di Ukraina yang menyatakan bahwa Crimea
bergabung dengan Rusia merupakan bukan solusi terbaik antara Crimea, Ukraina,
dan Rusia.Russia memilih untuk terisolasi dari uni eropa dan AS serta dan tetap
kokoh melakukan aneksasi crimea.
Menurut pendapat saya Hukum Internasional
menetapkan okupasi efektif yaitu okupasi perdamaian antara Ukraina dan
Rusia.agar semuanya menjadi baik adanya.
19. Sari Erika Lestari, 00000008114
Krimea merupakan wilayah yang berada di daerah selatan Ukraina di
Semenanjung Krimea. Wilayah ini dikelilingi oleh Laut Hitam disisi
barat-selatan dan Laut Azov disisi timur yang mencakup hampir seluruh wilayah
semenanjung itu dengan pengecualian Sevastopol. Luas wilayah Krimea adalah
26.100 km2. Krimea berbatasan dengan distrik Kherson (Ukraina) di
utara dan dipisahkan dari Krasnodarsky Kray (Rusia) oleh Selat Kerch disebelah
timur. Ibu kota Republik Otonomi Krimea adalah Simferopol (Syamina, 2014).
Dalam beberapa bulan belakangan ini telah terjadi konflik di Krimea.
Konflik ini melibatkan Ukraina, Krimea, dan Rusia. Konflik ini terjadi
karena adanya tarik ulur kepentingan antara pihak-pihak yang bertikai. Dalam
konflik ini terdapat tiga titik permasalahan yang menyebabkan pertikaian di
Krimea yakni keinginan untuk menjadikan Krimea sebagai negara yang merdeka.
Konflik yang terjadi di Krimea tidak lepas dari sejarah perjalanan hubungan
politik antar negara di sekitar wilayah tersebut dan kondisi demografis di
Krimea. Konflik ini merupakan cerminan pertarungan geopolitik di kawasan Rusia
dan Eropa Timur.
Jadi pada tanggal 21 November 2013 pemerintah Ukraina yang
pro Rusia secara tiba-tiba mengumumkan penundaan pembicaraan Perjanjian
Asosiasi dan Perdagangan dengan Uni Eropa, demi membangun hubungan ekonomi yang
lebih erat dengan Rusia. Langkah itu memicu kemarahan kelompok oposisi yang
pro-Eropa, yang kemudian berencana melakukan demonstrasi. Pada tanggal 30
November 2013, polisi menyerang sekelompok pengunjuk rasa, dan menahan 35
orang. Foto-foto pengunjuk rasa yang berdarah oleh serangan polisi dengan cepat
menyebar sehingga meningkatkan dukungan publik untuk demonstrasi. Memasuki
bulan desember demonstrasi semakin membesar sampai mengumpulkan demonstran
sebanyak 300.000 orang, yang terbesar di Kiev sejak Revolusi Oranye tahun 2004.
Aktivis merebut Balai Kota Kiev. Pada tanggal 17 Desember 2013 Presiden
UkrainaYanukovych berangkat ke Moskwa, Rusia, bertemu dengan Putin untuk
menandatangi kesepakatan dana talangan sebesar 15 miliar dolar Amerika Serikat
(sekitar Rp 177.18 trilun) dan mendapat potongan harga untuk membeli gas Rusia.
Pada bulan Januari 2014 unjuk-rasa terus berlanjut dan terjadi bentrok dengan
polisi yang menyebabkan jatuhnya korban. Pada tanggal 28 Januari 2014,
Perdana menteri mengundurkan diri dan parlemen mencabut undang-undang anti
protes baru yang keras yang memicu kekerasan seminggu sebelumnya. Kedua pihak
mencapai kesepakatan bersama yang bertujuan untuk meredakan krisis. Pada 2
Februari 2014 para pemimpin oposisi meminta mediasi internasional dan
bantuan finansial dari Barat di hadapan lebih dari 60.000 demonstran di Kiev.
Tanggal 5-6 Februari 2014 Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa,
Catherine Ashton dan utusan khusus AS untuk Eropa, Victoria Nuland, mengunjungi
Kiev. Tanggal 7 Februari 2014 Presiden Yanukovych bertemu dengan
sekutunya Presiden Rusia, Vladimir Putin, di sela-sela acara pembukaan
Olimpiade Musim Dingin di Sochi, Rusia. Pada 9 Februari 2014 sekitar 70.000
demonstran berkumpul di Lapangan Merdeka. Selanjutnya pada14 Februari 2014
sebanyak 234 demonstran yang ditahan sejak Desember 2013 dibebaskan, tetapi
dakwaan atas mereka tidak dicabut. Tanggal 16 Februari 2014 para
demonstran meninggalkan balai kota Kiev yang mereka duduki sejak 1 Desember
2013. Puluhan ribu orang berkumpul di Lapangan Merdeka. Pada 9 Februari
2014 sekitar 70.000 demonstran berkumpul di Lapangan Merdeka. Pada 18-19
Februari 2014 sebanyak 28 orang, termasuk 10 polisi, tewas dalam bentrokan
berdarah di Lapangan Merdeka. Demonstran kembali menduduki balai kota Kiev.
Polisi antihuruhara melancarkan serangan terhadap demonstran sepanjang malam,
Pada 19 Februari 2013 Presiden Yanukovych mencopot kepala staf angkatan
bersenjata Ukraina dan mengumumkan digelarnya “operasi anti-teroris” di
negaranya sendiri. Negara-negara Barat mengecam aksi kekerasan di Ukraina dan
mengancam akan menjatuhkan sanksi. Tanggal 20 Februari 2014 para
demonstran menyerang polisi Kiev, mengabaikan kesepakatan genjatan senjata yang
dicetuskan Yanukovych. Sekitar 25 orang tewas dalam peristiwa itu, Kementrian
Dalam Negeri Ukraina mengatakan dua orang polisi tewas ditembak dalam insiden
itu. Pada tanggal 21 Februari 2014 para pemimpin oposisi menanda-tangani
pakta perdamaian dengan Presiden Yanukovych yang dimediasi oleh Uni Eropa. Pada
22 Februari 2014 parlemen Ukarina mengadakan pungutan suara untuk
menggulingkan pemerintahan Presiden Yanukovych. Tanggal 26 Februari 2014 parlemen
Ukarina menunjuk pemerintah baru. Hal ini menyebabkan kemarahan Rusia sehingga
menyiapkan sebanyak 150.000 prajuritnya dalam kondisi siaga tinggi. Pada hari
yang sama sejumlah pasukan bersenjata pro-Rusia tanpa identitas secara perlahan
mulai mengambil kendali di semenajung Krimea. Tanggal 27 Februari 2014
pasukan tak dikenal menduduki gedung parlemen regional dan Gedung dewan
kementrian Krimea di Simferopol. Pada tanggal 28 Februari 2014,
sementara orang-orang bersenjata menduduki gedung, parlemen mengadakan siding
darurat dan melakukan pemungutan suara untuk mengakhiri pemerintah Krimea.
Kemudian mengganti Perdana Menteri Anatolii Mohyliov dengan Sergey Aksyonov.
Aksyonov adalah anggota Partai Persatuan Rusia yang menerima 4% suara dalam
pemilu terakhir. Sidang darurat ini juga melakukan pungutan suara untuk
mengadakan referendum tentang otonomi yang lebih besar pada tanggal 25 Mei.
Orang-orang bersenjata tersebut telah memotong semua komunikasi pada gedung
tersebut danmengambil ponsel anggota parlemen saat mereka masuk. Tidak ada
wartawan independen diizinkan di dalam gedung ketika pemunggutan suara sedang
berlangsung. Beberapa anggota parlemen menyatakan bahwa mereka diancam dan
bahwa suara diberikan untuk mereka dan anggota parlemen lainnya, meskipun
mereka tidak berada di ruangan.Pada 1 Maret 2014, Putin memenangkan
persetujuan parlemen untuk menginvasi Ukraina. Hal ini memicu kemarahan Gedung
Putih. Tanggal 6 Maret 2014 parlemen Krimea melakukan pemungutan suara
untuk bergabung dengan Rusia. Akhirnya pada tanggal 16 Maret 2014
diselenggarakanlah Referendum di Krimea (Syamina, 2014). Referendum ini
diadakan oleh parlemen Krimea dan pemerintahan Sevastopol yang merupakan
subdivisi Ukraina. Parlemen Krimea dan dewan kota Sevastopol menganggap
penjatuhan Presiden Ukraina Viktor Yanukovych selama revolusi 2014 sebagai
sebuah kudeta dan menganggap pemerintahan baru di Ukraina tidak sah (Wikipedia,
2014). Dalam referendum ini menunjukkan dukungan yang luar biasa untuk
bergabung dengan Federasi Rusia, meskipun diboikot oleh Tatar Krimea dan
penentang referendum lainnya. Disini saya memandang bahwa saya kurang setuju
apabila Krimea bergabung dan menjadi bagian Rusia. Rusia mengirim tentaranya
memasuki wilayah Ukraina. Tekanan dan sanksi yang akan dijatuhkan atas tindakan
Rusia telah melampaui negara Ukraina sama sekali tidak memberikan jera bagi
Rusia melainkan lebih merasa terntantang. Tindakan Rusia ini sungguh
mengintervensi Ukraina jelas melanggar hak dan kedaulatan Ukraina (Gacoor,
2014). Krimea yang merupakan wilayah otonomi Ukraina berdasarkan konstitusi
tahun 1992 sepertinya menjadikan intu masuk dan alasan Rusia. Krimea yang
mayoritas penduduknya etnis Rusia mempunyai hak hukum untuk memisahkan diri dan
keputusan melakukan referendum adalah sesuai dengan norma hukum Internasional
dan piagam, Tetapi menurut pasal 3 UU Ukraina tertulis “perubahan wilayah hanya dapat disetujui melalui
referendum yang diikuti oleh semua rakyat Ukraina, termasuk mereka yang tidak
tinggal di Krimea”. Selain itu, parlemen menyatakan referendum ini
inkonstitusional. AS dan Uni Eropa mengatakan bahwa referendum ini illegal.
Kemudian memberlakukan sanksi terhadap orang-orang yang dianggap telah
melanggar kedaulatan Ukraina. Kemudian seorang pensiunan Tatar yang
menyebut namanya hanya sebagai Rustem mengatakan bahwa masyarakat telah
diberitahu oleh para pemimpin mereka untuk bersikap rendah hati karena
ketidakpastian politik. “Vladimir Putin (Presiden Rusia) adalah orang gila yang
haus kekuasaan. Dia sudah mengaduk perbedaan di sini untuk sementara waktu”.
Setelah itu ada juga Enver Sherfiyev (26), ia mengatakan “dari saat Kaisar
Rusia Yekaterina II mengirim pasukan ke sini untuk mencaplok wilayah ini,
penderitaan kami dimulai”. Dari kata-kata ini memperlihatkan bahwa mereka telah
diperlakukan pahit oleh Rusia. “Aku bahkan tidak mengenali gagasan referendum.
Apa yang akan mereka lakukan, memikirkan hal yang baru setiap tahun?” kata
Nimatulayeva Khadirova, seorang pensiunan Tatar yang mengajarkan bahasa
Rusia.“Semua tetangga saya orang Rusia dan mereka semua datang ke rumah saya
untuk minum kopi sepanjang waktu,” katanya. “Kami adalah warga negara Ukraina
sekarang dan kami ingin tetap demikian. Apa yang salah dengan cara hal-hal
itu?” Berdasarkan ungkapan-ungkapan diatas terlihat bahwa umumnya orang-orang
Tatar Krimea lebih memilih untuk tetap bergabung dengan Ukraina karena sejarah
membuktikan bahwa ketika berada dibawah kekuasaan Rusia, mereka menderita
bahkan terusir dari tanah airnya (Syamina, 2014).
20.
Josua Samuel, 00000010211
Pelaksanaan referendum yang dilakukan Crimea pada
16 Maret 2014 banyak menimbulkan kecaman dari berbagai negara, salah satunya
adalah Ukraina yang tidak mengakui referendum dan mendesak dunia internasional
untuk tidak mengakui referendum tersebut
Menurut laporan RIA Novosti,
Naskah deklarasi kemerdekaan Crimea , mengklaim bahwa tindakan itu sesuai
dengan hukum internasional, terutama mengutip putusan Mahkamah
Internasional 2010 yang menegaskan bahwa Kosovo memiliki hak untuk
mendeklarasikan kemerdekaannya dari Serbia.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan dalam
sebuah pernyataan Selasa (11/3/2014) bahwa deklarasi kemerdekaan Parlemen
Crimea "sepenuhnya legal" dan Rusia akan menghormati sepenuhnya hasil
referendum.
Sementara itu, Parlemen Ukraina memerintahkan
warga Crimea menghentikan seruan fererendum rakyat untuk pemisahan diri atau Parlemen
akan dinyatakan bubar.
Anggota Parlemen negara itu juga menghimbau
kepada warga Crimea untuk tidak ambil bagian dalam pemungutan suara dan
mengatakan bahwa seruan aneksasi Rusia melanggar konstitusi, dimana yang
memberikan hak untuk melakukan urusan luar negeri hanya pemerintah
pusat-Ukraina.
Situasi
di wilayah Crimea terus memanas setelah Rusia diduga mengirimkan
pasukannya ke wilayah itu dengan alasan untuk melindungi rakyat Crimea yang
berasal dari etnis Rusia.
21.
Louis Tappangan, 00000009951
Referendum atau yang kita
kenal sebagai jajak pendapat ialah suatu proses pemungutan suara semesta untuk mengambil sebuah
keputusan , baik itu keputusan politik yang mempengaruhi suatu negara ataupun
perubahan wilayah suatu negara.
Seperti halnya yang terjadi
pada legalitas hasil referendum Crimea di Ukraina dimana lebih dari 95 persen
pemilih di wilayah Crimea Ukraina mendukung penggabungan wilayah itu dengan
Rusia dalam referendum, menurut hasil parsial yang dikutip oleh kantor berita
Rusia RIA.
Tetapi seiring berjalannya
waktu dunia Internasional mengetahui adanya suatu kejadian aneksasi di salah
satu bagiannya yakni Crimea. Dimana aneksasi ialah pengambilan dengan secara
pemaksaan wilayah negara lain untuk disatukan dengan negaranya sendiri atau yang
kita kenal sebagai penyerobotan.
Tingkat partisipasi
referendum yang mencapai 95 persen dari hasil voting yang menyatakan 97 persen
setuju dengan Rusia. Tetapi secara asas pemilu dan keterwakilan rakyat ini
sudah sangat legit(cukup baik) untuk dikatakan sebagai hasil referendum yang
sah. Namun apabila didasarkan pada UN Charter, tentu sudah sangat jelas
kemudian bahwa referendum ini tidak sah karena kurangnya pengakuan
internasional. Ditambah dengan Cina negara besar lainnya yang seideiologi
dengan Rusia pun tidak turut mendukungnya dan bersifat abstain (tidak
memberikan suara) terhadap keadaan yang ada.
Latar belakang dari Rusia
dalam menganeksasi Crimea
Latar
belakang Rusia dalam menganeksasi Crimea lantas juga menjadi pertanyaan. Faktor
penting adalah faktor geopolitik masa terdahulu, dimana Crimea sendiri
merupakan wilayah Rusia hingga kemudian Khruscev memberikannya pada Ukraina di
tahun 1950. Dikarenakan banyaknya penduduk ras Rusia, Putin lantas membenarkan
tindakannya untuk menganeksasi Crimea sebagai suatu bentuk proteksi lanjutan
pada masyarakat Rusia. Selain itu, terdapat suatu motif lain yang kemungkinan
menjadi dasar Putin mengambil Crimea, yakni sebagai responsibilitasnya dalam
keanggotaan KGB dan ingin mengembalikan keadaan Rusia menjadi sebesar Uni
Soviet di masa terdahulu. Faktor lain adalah terletak pada ambisi Putin dimana
ia menginginkan bahwa negara buffer Rusia tetap melindungi Rusia
sehingga aneksasi ini pun terjadi. Keinginan Crimea sendiri untuk bergabung
dengan Rusia didasarkan pada janji Rusia untuk memberikan bantuan yang cukup
besar dalam keuangan apabila dengan bantuan keuangan yang ditawarkan Ukraina
kepada Crimea.
Jadi, menurut dari teori ataupun berita-berita internasional yang sudah saya baca mengenai legalitas hasil referendum antara Crimea di Ukraina belum diakui oleh internasional sebab dunia internasional banyak kontra terhadap kebijakan Presiden Rusia Vladimir Putin yang menimbulkan adanya aneksasi terhadap pihak Crimea di Ukraina. Salah satu negara yang kontra ialah Amerika Serikat dan Uni Eropa juga tidak akan mengakui hasil referendum tersebut sebab dunia Internasional masih akan menyelidiki hasil referendum tersebut. Dan menurut pandangan saya walaupun legalitas hasil referendum Crimea tertuju kepada Rusia 95 persen untuk menjadi bagian dari Rusia tetapi tidak adanya kepastian pengakuan Internasional tentunya Crimea tidak akan jatuh begitu saja kepada wilayah Rusia sebab seluruh mayoritas internasional mengencam Rusia dengan sanksi yang akan diberikan kepada negaranya jika memaksa Ukraina untuk menyerahkan Crimea kepada Rusia.
22. Jessica
Referendum
sendiri berarti bahwa setiap Negara dan bangsa bisa mengatur nasibnya sendiri
dan menurut hukum Internasional, dia bisa berlaku kalau suata bangsa belum
memakai “Rights of self determination”. Jika sudah memakainya
sebelumnya, tidak bisa memakainya lagi.
Crimea
berlokasi di sebuah semanjung di selatan Ukraina. Walaupun begitu, populasi di
Ukraina berdasarkan sensus pada tahun 2001 terdiri dari 2.413.228 jiwa. Menurut
catatan Dinas Statistik pada 1 November 2013, Negara Crimea, ada
1.967.119 jiwa dengan komposisi lebih dari 50% merupakan orang Rusia, 24% orang
Ukraina dan 12% orang Tatar Crimea. Kesimpulan dari catatan Dinas Statistik
tersebut, kebanyakan populasi di Crimea berasal dari Russia.
Sejarah
Crimea:
1917-1920:
Ada perang saudara yang terjadi dan beberapa perubahan pemerintahan “putih” dan
“Merah” yang sekarang merupakan Negara federasi Rusia.
1921:
Republik Sosialis Soviet Otonom Crimea didirikan.
1954:
Presidium Dewan Agung Uni Soviet menetapkan kawasan Crimea diserahkan dari
Republik Sosialis Federal Soviet Rusia ke Republik Sosialis Soviet Ukraina.
Nikita
Kruschev sebagai pemimpin dari Uni Soviet pada saat itu yang menghadiahkan
Crimea kepada Ukraina.
1991:
Republik
Sosialis Federal Soviet Rusia dan Republik Sosialis Soviet Ukraina merupakan
bagian dari Uni Soviet. Setelah perpecahan Uni Soviet dan pendirian Ukraina
sebagai negara merdeka, Crimea menjadi bagian dari Ukraina.
Crimea memang sudah merdeka dan merupakan bagian dari Ukraina
tetapi, semenjak bergulirnya referendum 17 Maret 2014, dinyatakan bahwa Crimea
berada di dalam kendali Russia walaupun ini tidak diakui oleh Amerika Serikat
dan sekutunya. Crimea juga membuat perjanjian dengan Russia di bawah Traktat
Persahabatan, Kerja sama dan Kemitraan yang ditandatangain oleh Moskwa dan Kiev
pada tahun 1997. Russia diberi hak untuk tetap menggunakan pangkalan laut
Sevastopol dan mempertahankan Armada Laut Hitam Russia di Crimea sampai tahun
2017.
Menurut perjanjian antara Rusia dan Ukraina tentang keberadaan
Armada Laut Hitam Rusia di wilayah Ukraina, Russia diizinkan untuk menempatkan
388 kapal (termasuk 14 kapal selam diesel) kapan saja di wilayah perairan dan
darat Ukraina. Kemudian, Russia juga diberikan izin untuk menempatkan 161
pesawat di lapangan terbang sewaan di Gvardeiskoye (sebelah utara Simferopol)
dan Sevastopol. Ini hampir sama dengan ukuran angkatan laut Turki, walaupun
sebenarnya, jumlah kapal dan pesawat Russia yang berada di Crimea itu lebih
sedikit dari angka-angka tersebut.
Perjanjian awal ditandatangani untuk periode selama 20 tahun.
Perjanjian itu akan diperpanjang secara otomatis untuk periode lima tahun ke
depan kecuali salah satu pihak memberi tahu pihak lain tentang keputusannya
untuk mengakhiri perjanjian setahun sebelumnya dengan cara tertulis. Perjanjian
kedua yang sudah ditandatangani di Kharkiv pada 2010 memperjelas tentang
perjanjian untuk memperpanjangi durasi keberadaan Armada Laut Hitam Rusia di
Sevastopol hingga 2042.
Crimea yang tadinya di bawah Ukraina, sekarang dinyatakan
menjadi bagian dari Russia setelah adanya pemilihan umum. Tetapi hasil
pemilihan umum tersebut tidak dinyatakan sah dari Ukraina dan Negara lain
karena Crimea dianggap melakukan pemilihan umum secara tidak sah. Peraturan
dari “voting” tersebut hanya diizinkan pada pemegang paspor Ukraina yang
tinggal di Crimea. Tetapi seperti yang diketahui sekarang bahwa hasil “voting”
tersebut tidak sah karena Crimea dinyatakan memakai cara curang untuk
memenangkan Russia dibandingkan Ukraina. Menurut Crimea, sekarang mereka sudah
bergabung dengan Russia dan lepas dari Ukraina walaupun bagi Ukraina sendiri, voting
yang dilakukan Crimea itu tidaklah sah.
Menurut Saya, sekarang Crimea menyatakan telah bergabung dengan
Russia, walaupun hanya sah diantara Crimea dan Russia. Tetapi Crimea juga
mempunyai orang Russia sebagai populasi mayoritas dan juga bahasa yang dipakai
sehari-hari yang akan menginginkan gabungan antara Crimea dan Russia. Russia
sendiri menganggap Crimea mempunyai kedudukan istimewa bagi Russia. Menurut
Russia, dia bisa mendapat keuntungan dengan bekerja sama dengan Crimea. Melalui
Crimea, sekarang ada perjanjian laut hitam yang menyatakan bahwa Russia bisa
memakai wilayah dari Ukraina. Melalui analisa saya, dengan banyaknya orang
Russia di Crimea dan kemudian bahasa Russia yang dipakai untuk berkomunikasi,
Crimea akan terus ingin bergabung dengan Russia dan meninggalkan Ukraina
walaupun sekarang hasil voting itu tidak sah.
23. Jovano
B.W Lango, 00000008050
Masalah pertama:
Referendum Crimea terlihat tidak konsisten dengan konstitusi Ukraina, semua
orang harus vote terhadap pemisahan Crimea (Bukan di lakukan oleh penduduk
Crimea saja)
Ke dua: international law: Wilayah tidak
bisa di gabungkan begitu saja dengan alasan karena masyarakat ingin
memisahkan diri. Jika dalam kasus, dan dibawah international law, daerah yang
bersatu dalam grup dapat melakukan vote untuk kebebasan.
Fakta yang menunjukan bahwa referendum Crimea ilegal adalah
hasil dari rapat PBB di mana 100 negara setuju bahwa referendum tersebut
ilegal, dan hanya 11 negara yang setuju bahwa referendm tersebut legal.
Pemerintah Ukraina mengatakan sebagai Dewan Keamanan PBB seharusnya Rusia
menjalankan Piagam PBB yang menjunjung tinggi intergritas wilayah, dan tidak
mengunakan kekerasan.
Europian countries tidak setuju/ menolak terhadap refedendum
bersebut karena sudah melanggal International Law
Di bulan maret tanggal 15 UN security counsil untuk menolak
referendum tersebut.
Melihat dari bukti-bukti yang di temukan, saya setuju bahwa
referendum adalah ilegal karena sudah melanggar International Law dan banyak
negara juga yang menolak/tidak setuju dengan referendum tersebut. Kita bisa
lihat juga referendum tersebut terjadi dalam waktu yang cukup singkat. Masih
banyak negara di dunia yang mengakui Crimea masih bagian dari Ukaina dan bukan
bagian dari Rusia. Rusia dalam mengambil keputusan secara sepihak dan tidak
memperduliakn International Law
24. Jimmy Raymond Tjhie, 00000008096
Pada berberapa tahun terakhir kita mendengar bahwa Hubungan Russia
dan Ukraina menjadi dingin dan tidak terkendali. Salah satu penyebabnya adalah
Daerah yang di sekitar wilahya Ukraina yaitu Crimea, Dari segi historis Crimea
adalah wilayah Ukraina yang mayoritas penduduknya adalah etnis rusia selain
etnik ukraina dan muslim tartar-crimea. Setelah era komunisme jatuh tahun 1991,
Ukraina memerdekaan diri menjadi suatu negara. Semenanjung Crimea menjadi
wilayah bagian dari Ukraina. Tentu agar Crimea ingin menjadi wilahya Ukraina,
Ukraina harus memberikan hak ekslusif terhadap Crimea seperti hak otonom atau
menurut bahasa Hukum Administrasi Negara sub bab PEMDA (pemerintahan daerah)
ialah Desentralisasi Asismetris seperti :
- Sistem parlemen / kabinet pemerintahan sendiri
- Undang-undang daerah bersistem open-end arrangement
- Dan memiliki hak untuk memiliki ibu kotanya sendiri (Simerfool)
Akibat dari hubungan yang buruk antara 2 negara ini (Russia dan Ukraina) Crimea
dengan hak ekslusifnya melakukan referendum terhadap negaranya yang bersifat
angket dan perntanyaannya sebagai berikut:
Dalam
Bahasa Russia
Choice
1: Вы
за воссоединение Крыма с Россией на правах субъекта Российской Федерации?
Choice
2: Вы
за восстановление действия Конституции Республики Крым 1992 года и за статус
Крыма как части Украины?
Dalam
Bahasa Inggris
Choice
1: Do you support the reunification of Crimea with Russia with all the rights
of the federal subject of the Russian Federation?
Choice
2: Do you support the restoration of the Constitution of the Republic of Crimea
in 1992 and the status of the Crimea as part of Ukraine?
dan
akhirnya menghasilkan hasil yang cukup memuaskan, yaitu 70% dari rakyat Crimea
menyatakan pilihan (1) bahwa mereka ingin bebas dari Ukraina dan bergabung
dengan Russia, sementara 14% rakyat Crimea menyatakan pilihan (2) bahwa
mereka tetap ingin bersama Ukraina dan 16% rakyat crimea menyatakan belum
memakai hak nya untuk mengeluarkan pendapat (golongan putih) yang diatur di
IDHR ACT 19 perihal freedom of speech
Legal
POV:
Berdasarkan
apa yang dikatakan Alexander Biryukov di bukunya "The Doctrine of Dualism
of Private Law in the Context of Recent Codifications of Civil Law: Ukrainian
Perspectives” bahwa Ukraina menganut system dualism yang artinya ia tidak
mengakui hukum international sebagai panutan utama dan Ukraina mengakui bahwa
Hukum nasional yang berdaulat di negaranya
Bahwa
dalam article 73 of the 1996 Constitution of Ukraine dan article 3 of the 2012
ukranian law perihal referendum seluruh wilahya Ukrania mengatakan bahwa:
“Стаття 73. Виключно всеукраїнським референдумом вирішуються питання про зміну
території України.” ( article 73 of the 1996 consitution of Ukraine)
Yang
artinya
” Article 73. Exceptionally national referendum as the issue of altering the
territory of Ukraine.”
Dan
article 3 of the 2012 Ukranian Law perihal referendum
“Стаття 3. Предмет всеукраїнського референдуму
1. Предметом всеукраїнського референдуму можуть бути будь-які
питання за винятком тих, вирішення яких референдумом не допускається
Конституцією України, законами України.
2. На всеукраїнський референдум можуть виноситися декілька питань
з однієї проблеми.
3. За предметом всеукраїнський референдум може бути:
1) про схвалення нової редакції Конституції України, внесення змін
до Конституції України, скасування, втрату чинності чи визнання нечинним закону
про внесення змін до Конституції України (конституційний референдум);
2) про зміну території України (ратифікаційний референдум);
3) щодо прийняття чи скасування закону України або внесення змін
до чинного закону України (законодавчий референдум);
4) з будь-якого питання за винятком тих, щодо яких референдум не допускається
згідно з Конституцією України (загальний референдум).”
Yang
berarti:
Article 3 Subject referendum
1. The subject of the referendum could be any issues except those
whose solution referendum is not permitted by the Constitution of Ukraine, laws
of Ukraine.
2. In a national referendum may be imposed on some of the same
problem.
3. If the subject of a national referendum may be:
1) approval of the new Constitution of Ukraine,
amendments to the Constitution of Ukraine, cancel, terminate
or cancel the corresponding Law on Amendments to the
Constitution of Ukraine (constitutional referendum);
2) a change in Ukraine (ratification
referendum);
3) to adopt or repeal of the law of Ukraine, or
amendments to the current law Ukraine (legislative
referendum);
4) on any issue other than those for which a referendum is
not allowed under the
Constitution of Ukraine (general referendum).
Inti
dari ke 2 UU tersebut ialah, hak territorial dapat diubah melalui referendum
dimana syarat utamanya ialah seluruh warga wilahya terkait ( CRIMEA) ikut
serta dalam referendum tersebut.
Sesuai
dengan pasal 73 yang diatur menyatakan bahwa bila referendum national yang
mengubah territorial boleh dilakukan dan hasilnya ialah mayoritas adalah
setuju, maka secara pandangan hukum dualistis tidak perlu pengakuan hukum
international atau pengakuan dari Negara lain yang tidak terkait dalam article
ini.
Sumber
bacaan:
Buku:
Biryukov, Alexander (2002) "The Doctrine of
Dualism of Private Law in the Context of Recent Codifications of Civil Law:
Ukrainian Perspectives
25. HENDRA RONALDI, 00000008578
Menurut saya, hasil referendum crimea yang mengatakan bahwa
masyarakat crimea lebih banyak atau mayoritas lebih mendukung untuk menjadi
negara federasi dari rusia maka sah-sah saja karena rakyat dari crimea sendiri
yang ingin bergabung dengan negara federasi dari rusia itu sendiri meskipun
negara-negara eropa atau negara-negara barat tidak mengakui hasil dari
referendum tersebut tetapi rakyat dari crimea itu mayoritas ingin
bergabung dengan negara federasi rusia, maka hasil dr referendum tersebut sah.
Dan menurut berita yang saya baca suara yg di peroleh rakyat crimea yang setuju
untuk menjadi negara federasi dari rusia ada sekitar 95,5%
26. Jaqueline, 00000009010
Menurut pendapat saya pemisahan Crimea dari
Ukraina adalah hasil pemungutan referendum sebagai permainan kekuasaan dan
perampasan lahan oleh Rusia. Rusia telah mendorong warga dari Ukraina bagian timur
untuk menjadi Pro-Rusia yang bahkan akan menambah ketegangan yang ada di antara
ke dua belah pihak. Namun karena tujuan referendum adalah mewujudkan keinginan
rakyat, referendum di Crimea untuk memisahkan diri dari Ukraina dan
bergabung ke Rusia di anggap sah.
27. Getar Jiwa Adita, 00000009877
Adanya
referendum crimea pada tanggal 16 maret 2014 mengakibatkan pro dan kontra .
Terutama Ukraina . Ukraina tidak mengakui referendum ini dan mendesak dunia
internasional untuk gak mengakui referendum crimea .
Pada dasarnya
terdapat hak untuk menentukan nasib sendiri sebagai suatu hak asasi dalam hukum
internasional adalah suatu konsepsi bahwa suatu bangsa harus dapat menentukan
nasibnya sendiri dalam membentuk suatu organisasi negara dan harus dapat dengan
bebas mengatur masalah-masalah internalnya dan hubungan luar negerinya
sepanjang dipandang baik bagi bangsa itu.
Majelis Umum PBB
mengesahkan ICCPR (Konvensi tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya) dan
ICESCR (Konvensi tentang hak-hak sipil dan politik) pada tahun 1966 mulai
berlaku sepuluh tahun kemudian dan dalam masing-masing kovenan tersebut
mengatur mengenai hak menentukan nasib sendiri yang terdapat dalam pasal 1
piagam PBB.
Kesimpulan
->Walaupun banyak
negara yg menentang seperti contoh amerika berpendapat bahwa rederendum itu
illegal . Tetapi menurut saya referendum Cremia sah sah aja karena sesuai
dengan Hukum Internasional, dimana hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan
prinsip di dalam hukum internasional yang dirumuskan didalam Piagam PBB Pasal 1
ayat 2 dan Pengakuan dunia internasional atas hasil referendum Crimea terbagi
menjadi pihak menolak maupun pihak mengakui, hal tersebut disebabkan berbagai
pertimbangan dalam negeri mereka sendiri. Sehingga, bagi negara yang mengakui
maka Crimea akan dianggap sebagai bagian dari Rusia, sedangkan bagi negara yang
tidak mengakui ataupun abstain, Crimea tetap dianggap sebagai bagian dari
wilayah Ukraina.
28. Muhammad Dhana
Menurut pandangan saya tentang
legalitas hasil referendum crimea di Ukraina tersebut sangat cacat karena
banyak negara contohnya uni-eropa tidak menyetujui hasil tersebut termasuk
Amerika Serikat Obama sangat keras menentang hasil legalitas tersebut walaupun
Orang orang Crimea 95.5% menyetujui untuk bergabung dengan Russia. Namun yang
perlu dilihat adalah Crimea bukan jajahan Russia jadi sudah jelas kalau
Legalitas tersebut tidak sah dan salah satu tokoh penting Tatar, Refat
Chubarov, menyatakan referendum di Crimea ilegal. “Nasib negeri ini tidak dapat
diputuskan dengan referendum semacam itu dengan di bawah moncong senjata
tentara.” Walaupun upaya Crimea tersebut sudah sesuai dengan Hukum
Internasional diamana bangsa dapat menentukan nasibnya sendiri tapi tetap saja
hasil referendum tersebut menurut saya tidak sah.
29. Erick Tulenan
Referendum (dari bahasa Latin) atau jajak pendapat adalah
suatu proses pemungutan suara semesta untuk mengambil sebuah keputusan,
terutama keputusan politik yang memengaruhi suatu negara secara keseluruhan,
dalam hal ini referendum dilakukan mengenai wilayah.
Mengenai
referendum penngabungan Crimea, setelah dilakukan penghitungan suara dari hasil
referendum kemarin, 95,5 persen pemilih di Crimea memilih untuk bergabung
dengan Rusia. Pemimpin Crimea yang berkuasa bulan lalu, Sergei Aksyionov,
menyatakan akan mengajukan penggabungan dengan Rusia pada Senin, 17 Maret 2014.
Penggabungan
Krimea ke Rusia
adalah proses integrasi hampir keseluruhan semenanjung Krimea ke Rusia yang
terlaksana pada tahun 2014. Banyak negara di dunia menentangnya dan menyebutnya
sebagai aneksasi atau pencaplokan wilayah
Krimea yang diklaim Ukraina oleh Rusia.
Mengapa Crimea
begitu penting bagi Rusia ?
Crimea secara strategis penting sebagai lokasi pangkalan Angkatan Laut Rusia. Armada Laut Hitam berpangkalan di semenanjung Crimea sejak didirikan oleh Pangeran Potemkin pada tahun 1783. Posisi strategis armada Rusia di sana sangat berperan ketika mengalahkan Georgia dalam perang Ossetia Selatan pada tahun 2008, dan tetap penting untuk kepentingan keamanan Rusia di wilayah tersebut.
Apa yang Rusia harapkan dengan menduduki Crimea?
60 persen populasi Crimea adalah etnis Rusia. Hubungan telah tegang antara Rusia dan Ukraina sejak semenanjung itu secara resmi menjadi bagian dari Ukraina pasca keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1991. Pekan lalu parlemen majelis tinggi Rusia menyetujui penggunaan kekuatan militer di Crimea, dan menuntut pasukan Ukraina di wilayah tersebut untuk menyerah.
Namun peristiwa ini banyak
mengundang kontroversi di banyak kalangan dunia internasional dan dikecam oleh
banyak pemimpin dunia pula, begitu pula oleh NATO, yang menganggapnya sebagai
sebuah pencaplokan ilegal wilayah Ukraina. Hal ini dianggap bertentangan dengan
Memorandum
Budapes 1994mengenai
kedaulatan dan keutuhan wilayah Ukraina yang telah ditandatangani Rusia.
Amerika sendiri, Obama mengatakan kepada Putin bahwa AS menolak hasil
referendum dan memperingatkan sanksi.
Jadi, menurut pandangan saya, penggabungan Crimea ke Rusia belum di akui secara internasional karena kebijakan Presiden Rusia, Vladimir Putin ini menuai banyak kontra, AS sendiri menolak hasil referendum tersebut dan memperingatkan sanksi. Meskipun di lain sisi juga Rusia memberikan banyak bantahan terhadpa ancaman - ancaman yang ada namun saya setuju dengan pernyataan Obama yaitu Rusia telah melanggar kedaulatan Ukraina dan intregitas teritorial dan seperti yang dikatakan Obama yaitu krisis masih bisa diselesaikan secara diplomatis, tetapi militer Rusia harus menghentikan serangan terhadap Ukraina. Jadi saya menentang kebijakan Rusia ini jika didasarkan dan dihubungkan dengan Hukum Internasional.
30. Kendra Wiratama Sugihart,
00000007406
Hasil referendum dari
rakyat krimea dimata hukum internasional merupakan dapat ditinjau dari dua
perspektif, dari sisi legal personality Krimea berhak
menentukan nasib sendiri, dikarenakan rakyat Krimea menganggap adanya absence
of power ketika terjadi demonstrasi penggulingan presiden Yanukovich,
dan tidak ada koordinasi bagaimana pihak-pihak yang berwenang di Krimea harus
bertindak. Juga Krimea bisa bertindak atas nama bangsa, karena mayoritas
penduduk di semenanjung Krim adalah etnis Russia. Disisi lain, bisa jadi
tindakan pemimpin di Krimea adalah inkonstitusional, karena secarade
jure mereka masih dibawah kekuasaan Kiev/ Ukraina yang memiliki
konstitusi sendiri dan cara-cara tersendiri apabila ingin melepaskan diri dari
kedaulatan Ukraina, dan konstitusi itu harus dipatuhi agar memperoleh pengakuan
dari negara lain. Penghormatan terhadap konstitusi itu sendiri sebenaranya
menghindarkan Krimea dari anggapan dunia internasional bahwa perolehan
kekuasaan mereka, bergabungnya mereka dengan Rusia diperoleh dengan cara
inkonstitusional, tidak menghormati kebiasaan internasional yang mendahulukan
diplomasi.
Pengakuan dunia internasional terbagi menjadi pihak yang menolak maupun pihak yang mengakui. Sebagai pihak yang mengakuipun mereka hanya menggunakan pengakuan dalam bentuk tersirat atau implied recognition dikarenakan berbagai pertimbangan dalam negeri mereka sendiri. Diakui atau tidak, Krimea tetap menjadi subyek hukum internasional pada perspektif negara mana yang mengakuinya. Bagi negara pengaku maka Krimea akan dianggap sebagai bagian dari Rusia, bagi negara yang tidak mengakui ataupun abstain, Krimea tetap dianggap sebagai wilayah teritori dari Ukraina
31. Thomas
Pasca
keluarnya hasil referendum Crimea yang memutuskan bahwa
Crimea bergabung ke Rusia, (Pemunggutan suara yang dilakukan rakyat
Crimea untuk melepaskan diri dari Ukraina dan memilih bergabung dengan Rusia.)
timbul suasana panas dan tegang antara Rusia dan Amerika Serikat yang
didukung Uni Eropa.
Akibat
dewasa ini, krisis di Ukraina dan Crimea dimulai, Rusia terus menunjukkan
kekuatan militernya, baik di perbatasan Ukraina maupun di dalam wilayah Crimea
sebagai dukungan terhadap wilayah yang baru saja melepaskan diri dari Ukraina
itu.
Di
sisi lain, Amerika Serikat dan negara-negara NATO serta Uni Eropa secara
terang-terangan mendukung Ukraina dengan mengecam referendum Crimea karena
tidak setuju dengan legalitas referendum Crimea dan melawan separatis
Pro-Rusia.
Berikut
analisa saya mengenai masalah-masalah yang timbul akibat hasil referendum Crime
di Ukraina:
1.
Presiden Ukraina menolak tawaran Uni Eropa agar negaranya masuk ke dalam
organisasi tersebut yang menawarkan perbaikan ekonomi untuk Ukraina.
2. Russia menawarkan modal kepada Ukraina dengan jumlah yang lebih besar daripada Uni Eropa dengan syarat Ukraina tidak bergabung dengan uni eropa .
3. Presiden Ukraina memilih penawaran dari Russia
4. Warga Ukraina protes karena keputusan presiden tersebut, terjadilah kekacauan di negara tersebut.
5. Etnis Russia yang tinggal di Ukraina dibagian timur merasa terancam dengan pergolakan dan kekacauan tersebut.
6. Crimea memilih merdeka dari Ukraina dan memilih bergabung dengan Russia, namun ditolak oleh pemerintahan Ukraina.
7. Walikota Crimea dan ex-presiden Ukraina meminta Russia turun tangan untuk mengambil dan menetralkan wilayah yang pro-Russia
8. Russia berinisiatif 'menempati' dan 'menguasai' wilayah Crimea, dan melangsungkan referendum agar Crimea dapat bergabung dengan Russia tanpa melepaskan tembakan.
9. Ukraina tidak dapat berbuat apa-apa mengingat kekuatan militer Ukraina vs Russia sangat tidak sepantaran.
10. Barat turun tangan, dan ketika hasil referendum menujukan bahwa Crimea bergabung dengan Russia ditolak mentah-mentah oleh barat dan hasil referendum tersebut tidak diakui.
11. Muncul kaum separatis di Donetsk.
12. Muncul sanksi-sanksi yang diterapkan AS dan sekutunya terhadap Russia.
13. Russia mengejutkan dunia dengan jumlah nuklirnya.
14. Suasana semakin membingungkan, karena Perancis dan Jerman justru meminta sanksi di cabut.
2. Russia menawarkan modal kepada Ukraina dengan jumlah yang lebih besar daripada Uni Eropa dengan syarat Ukraina tidak bergabung dengan uni eropa .
3. Presiden Ukraina memilih penawaran dari Russia
4. Warga Ukraina protes karena keputusan presiden tersebut, terjadilah kekacauan di negara tersebut.
5. Etnis Russia yang tinggal di Ukraina dibagian timur merasa terancam dengan pergolakan dan kekacauan tersebut.
6. Crimea memilih merdeka dari Ukraina dan memilih bergabung dengan Russia, namun ditolak oleh pemerintahan Ukraina.
7. Walikota Crimea dan ex-presiden Ukraina meminta Russia turun tangan untuk mengambil dan menetralkan wilayah yang pro-Russia
8. Russia berinisiatif 'menempati' dan 'menguasai' wilayah Crimea, dan melangsungkan referendum agar Crimea dapat bergabung dengan Russia tanpa melepaskan tembakan.
9. Ukraina tidak dapat berbuat apa-apa mengingat kekuatan militer Ukraina vs Russia sangat tidak sepantaran.
10. Barat turun tangan, dan ketika hasil referendum menujukan bahwa Crimea bergabung dengan Russia ditolak mentah-mentah oleh barat dan hasil referendum tersebut tidak diakui.
11. Muncul kaum separatis di Donetsk.
12. Muncul sanksi-sanksi yang diterapkan AS dan sekutunya terhadap Russia.
13. Russia mengejutkan dunia dengan jumlah nuklirnya.
14. Suasana semakin membingungkan, karena Perancis dan Jerman justru meminta sanksi di cabut.
Tak
hanya itu, meski tak semasif Rusia, kekuatan militer NATO, terutama
negara-negara anggota yang berbatasan dengan Ukraina terus diperkuat.
Sebagian
besar negara tetangga Ukraina adalah anggota NATO seperti Polandia, Romania,
Hongaria, dan Slowakia. Demikian pula negara-negara Baltik, Lituania, Latvia,
dan Estonia.
Jika
salah satu dari negara-negara NATO itu membantu Ukraina dan terlibat perang
dengan Rusia, Amerika Serikat harus mengintervensi. Bahkan dapat menimbulkan
terjadinya perang dunia ke III.
Kesimpulannya,
legalitas hasil referendum Crimea di Ukraina yang menyatakan bahwa Crimea
bergabung dengan Rusia merupakan bukan solusi terbaik antara Crimea,
Ukraina, dan Rusia.
Saya lebih setuju jika Hukum Internasional menetapkan okupasi efektif yaitu okupasi perdamaian antara Ukraina dan Rusia.
Saya lebih setuju jika Hukum Internasional menetapkan okupasi efektif yaitu okupasi perdamaian antara Ukraina dan Rusia.
32. Alifia Nabila, 00000009160
Negara Rusia sudah berkutat cukup lama
dalam urusan merebut wilayah Crimea dari Ukraina, dan Rusia memilih untuk
terintimidasi oleh pihak manapun. Rusia menggelar referendum untuk menentukan
nasib dari crimea dan 95,5% penduduk Crimea memilih pulang ke Rusia. Dunia
tidak mau mengakui hasil referendum dan tetap mengecam Rusia. Kemarin, secara
sepihak Presiden Putin telah resmi mengakui Crimea menjadi negara publik.
Kerasnya Rusia juga ditandai oleh peringatan-peringatan dari pihak PBB dan
NATO. Rusia memilih untuk terisolasi dari Uni Eropa dan AS serta tetap kokoh
untuk melakukan aneksasi crimea.
33. Dennis Christian David, 00000007756
Latar belakang dari
masalah ini adalah Kasus Krimea menjadi isu internasional yang semakin
berpengaruh dalam hubungan internasional antar Rusia, Amerika Serikat, serta
Uni Eropa. Krimea telah menjadi bagian dari Ukraina sejak 1954. Pemimpin
Uni Soviet saat itu, Nikita Khrushchev "memberi" wilayah ini pada
Ukrania yang kemudian menjadi bagian dari Uni Soviet hingga negara ini bubar
pada 1991. Sejak saat itu, Krimea menjadi wilayah semiotonom dari negara
Ukraina yang memiliki ikatan politik kuat dengan Ukraina, namun memiliki ikatan
budaya yang kuat dengan Rusia. Pada tanggal 1 Maret lalu parlemen
Rusia (Duma) memberikan mandat kepada Presiden Vladimir Putin untuk menggelar
pasukan di Krimea, jika diperlukan.
Persetujuan tersebut
diberikan setelah perdana menteri Krimea Sergey Aksenov meminta Rusia untuk
membantu memulihkan keamanan di Krimea di tengah pertentangan kelompok
pro-Rusia dan penentang-penentangnya. Rusia telah menggelar ribuan pasukan di
Krimea-Ukraina dengan alasan melindungi kepentingan Rusia dan keselamatan warga
etnis Rusia. Setelah parlemen dari Ukraina Republik Otonomi Crimea memilih
untuk melepaskan diri dari Ukraina dan menjadi bagian dari Federasi Rusia dan
menyerukan referendum dalam 10 hari Untuk memvalidasi keputusannya. Presiden AS
mengatakan referendum melanggar Konstitusi Ukraina dan melanggar hukum
internasional. Setiap diskusi tentang masa depan Ukraina harus mencakup
pemerintah yang sah Ukraina.
Sekitar 1,5 juta
warga Crimea memberikan suaranya hari Minggu, 16 Maret 2014. Referendum
merupakan solusi yang diambil setelah parlemen Crimea mendeklarasikan Crimea
merdeka dari Ukraina pada 11 Maret 2014. Pemerintah Ukraina tidak mengakui
refendum ini dan mendesak dunia internasional untuk tidak mengakui referendum.
Hasil akhir dari
referendum di Crimea menunjukkan bahwa 97 persen pemilih telah mendukung
meninggalkan Ukraina untuk bergabung dengan Rusia, Aktual Press mengutip
Associated Press melaporkan, Mikhail Malyshev, Kepala Komisi Pemilihan
Referendum dalam konferensi pers yang disiarkan televisi mengatakan bahwa
penghitungan akhir dari pemungutan suara hari Minggu menunjukkan 96,8 persen
mendukung pemisahan dari Ukraina.
Demikian beberapa
tanggapan dari pemimpin - pemimpin negara tentang krisis krimea :
> Barack Obama (
Presiden Amerika Serikat )
Obama membuat
pernyataan di Gedung Putih Washington, DC, setelah parlemen dari Ukraina
Republik Otonomi Crimea memilih untuk melepaskan diri dari Ukraina dan menjadi
bagian dari Federasi Rusia. Presiden AS mengatakan referendum melanggar
Konstitusi Ukraina dan melanggar hukum internasional. Setiap diskusi tentang
masa depan Ukraina harus mencakup pemerintah yang sah Ukraina.
Obama menyebut,
referendum itu sebagai pelanggaran karena tanpa izin pemerintahan Ukraina yang
sah. Obama juga menyalahkan Rusia dan sudah memerintahkan untuk menjatuhkan
sanksi terhadap Moskow. Sanksi itu berupa pembekuan aset-aset pejabat
Rusia yang dianggap bertanggung jawab atas pengerahan pasukan Rusia di Crimea,
wilayah semi-otonom Ukraina. Referendum yang diusulkan untuk menentukan masa
depan Crimea, melanggar konstitusi Ukraina dan melanggar hukum internasional.
> David Cameron (
Perdana Menteri Inggris )
"Kami tidak
mengakui baik referendum Krimea maupun hasilnya. Kami menyeru Rusia untuk
memasuki dialog dengan Ukraina dan menyelesaikan krisis berdasarkan hukum
internasional," kata Presiden Parlemen Eropa Martin Schulz mengatakan
referendum itu melanggar undang-undang Ukraina dan internasional serta akan
mempersulit upaya lebih lanjut dalam mengatasi krisis.
> Vladimir Putin (
Presiden Rusia )
Presiden Rusia
Vladimir Putin berkata kepada Presiden Amerika Serikat Barack Obama bahwa
referendum di Krimea patuh pada hukum internasional dan Piagam Perserikatan
Bangsa Bangsa, Dengan sekitar 50 persen suara dihitung, hasil referendum telah
menunjukkan 95 persen rakyat Krimea mendukung bergabung dengan Rusia dan
memisahkan diri dari Ukraina. Putin mengatakan kepada Obama melalui
telepon bahwa "penduduk semenanjung dijamin kebebasannya dalam
mengekspresikan kehendak mereka dan menentukan nasib sendiri."
Pandangan saya adalah
bila di lihat masalah ini memang rumit karena tiap negara baik ukraina maupun
rusia memiliki alasan yang kuat mengapa mereka melakukan tindakan masing -
masing. Tapi bila di lihat dari hukum internasional rusia telah melakukan
kesalahan karena peran rusia terhadap krisis di krimea sangat besar dengan
melakukan aneksasi illegal yang memprovokasi etnis rusia di krimea serta
menurunkan pasukan ke krimea. Tetapi pada kenyataannya hampir seluruh warga
dari krimea lebih memilih untuk lepas dari ukraina, walaupun ada juga yang
tidak setuju dan memboikot referendum tersebut. Tetapi menurut saya apapun
hasil dari referendum yang di lakukan krimea itu tidak sah hasilnya karena
Referendum tersebut tidak mendapat pengesahan dari pemerintah
ukraina dan banyak negara - negara yang tidak mengakuinya. Dan rusia dalam hal
inipun banyak mendapat kecaman khusunya dari amerika dan negara - negara uni
eropa.
34. Chelsea Timotius
Pandangan saya terhadap legalitas hasil referendum crimea di ukraina, karena 95 persen pemilih di wilayah Crimea Ukraina mendukung penggabungan wilayah itu dengan Rusia dalam referendum, menurut hasil parsial yang dikutip oleh kantor berita Rusia RIA dan juga semenanjung Laut Hitam telah di rebut kekuasaannya oleh pasukan Rusia jadi sebaiknya Crimea Ukraina bergabung dengan Russia. Namun alangkah lebih baik okupasi wilayah tidak di lakukan dengan cara paksa karena jika mengingat kembali ke tahun 1992 konstitusi akan memberikan pemerintah Crimea yang mempunyai kekuasaan untuk membuat hukum sendiri dan mengendalikan pemerintahan sendiri, sementara secara teknis tetap menjadi bagian dari Ukraina.
35. Kevin Christiansen David, 00000007755
Revolusi Ukraina 2014
melawan Yanukovych memicu sebuah krisis politik di Crimea yang awalnya bermula
dengan unjuk rasa menentang pemerintahan pusat yang baru.
Dalam rapat Dewan
Tertinggi Crimea memilih Sergey Aksyonov sebagai Perdana Menteri Crimea. Namun
pengangkatan ini dianggap cacat hukum oleh Pemerintah Ukraina. Baik Aksyonov
maupun Vladimir Konstantinov (ketua parlemen) menyatakan bahwa mereka
menganggap Viktor Yanukovych sebagai presiden Ukraina secara de jure.
1
Maret 2014,
Aksyonov mendeklarasikan bahwa pihak berwenang de facto Crimea baru akan
memerintah wewenangnya di semua markas militer Ukraina di Semenanjung Crimea.
Ia juga meminta Presiden Vladimir Putin sebagai pendukung utama Yanukovych
secara internasional dan penjaminnya untuk "membantu menjamin kedamaian
dan ketertiban umum" di Crimea.
17
April 2014,
Putin mengaku bahwa militer Rusia mendukung para milisi separatis Crimea,
dengan berkata bahwa intervensi Rusia diperlukan "untuk memastikan suasana
yang layak bagi Rakyat Crimea untuk mengutarakan keinginan mereka".
Menteri Pertahanan S.Shoygu menyatakan bahwa aksi-aksi militer Rusia di Crimea
dilaksanakan oleh pasukan-pasukan dari Armada Laut Hitam dan bisa dibenarkan
karena adanya "ancaman terhadap kehidupan warga Crimea" dan bahaya
"disitanya prasarana militer Rusia oleh kaum ekstrimis".
Menurut UUD Rusia,
bergabungnya subjek-subjek federal baru diatur oleh UU konstitusi federal (pasal
65.2).
Pada tanggal 11
Maret 2014, baik Dewan Tertinggi Crimea dan Dewan Kota Sevastopol
menyetujui proklamasi kemerdekaan, yang menyatakan keinginan mereka untuk merdeka
dan meminta untuk bergabung dengan Rusia apabila permintaan penggabungan yang
akan ditanyakan di dalam referendum yang direncanakan mendapatkan hasil
mayoritas.
Referendum ini
menanyakan apakah penduduk Crimea ingin bergabung dengan Federasi Rusia atau
mengembalikan Konstitusi Crimea 1992, dan status Crimea sebagai bagaian dari
Ukraina.
Referendum ini
menghasilkan sebagian besar atau sebanyak 95% suara warga Crimea ingin menyatu
kembali dengan Rusia dengan menjadi bagian dari Federasi Rusia. Berdasarkan
setengah dari total kertas suara, 95,5% warga Crimea memilih untuk berpisah
dengan Ukraina.
Crimea dulunya adalah
wilayah dari Rusia, maka saat referendum itu menunjukkan hasil bahwa Crimea
akhirnya bergabung kembali dengan Rusia banyak warga yang menggelar perayaan
dengan mengibarkan bendera Rusia.
Walaupun referendum
tersebut ditolak oleh negara-negara Barat dan dianggap tidak sah. Menurut saya
referendum ini tidak sepenuhnya buruk. Karena sebagian besar penduduk Crimea
diantaranya berasal dari etnis Rusia dan berbicara dengan bahasa Rusia. Tidak
heran jika hasil referendum ini menghasilkan seperti itu.
36. Anthonius Suryanto, 00000007422
Dasar hukum: Menurut
Pasal 3 Undang-Undang Ukraina, perubahan wilayah hanya dapat disetujui melalui
referendum yang diikuti oleh semua rakyat Ukraina, termasuk mereka yang tidak
tinggal di Krimea.
Pandangan saya
terhadap legalitas hasil referendum Crimea di Ukraina adalah saya setuju dengan
hasil referendum ini karena sebagian besar warga di Crimea ingin menyatukan dengan
Rusia dan seperti yang saya lihat dari sumber-sumber bahwa hasil terbanyak
yaitu dengan 1.223.002 suara ingin bergabung kembali dengan Federasi Rusia.
Negara Crimea itu didukung maupun secara de facto yaitu hampir sebagian besar
penduduknya ingin kembali dan secara de juris bahwa ada negara yang setuju dan
mengakui hasil dari referendum tersebut. Kalau dilihat dari peraturan itu bahwa
referendum itu dapat dilaksanakan karena hampir sebagian besar penduduk Ukraina
mendukung referendum tersebut.
Tapi ada pihak yang
tidak setuju dengan hasil dari referendum tersebut seperti negara-negara barat
yang menentang hasil dari referendum tersebut.
37. Bob Allen Simatupang
37. Bob Allen Simatupang
Apa Pandangan Anda Terhadap Legalitas Hasil Referendum Crimea di Ukraina?
Self-determination menjadi suatu daya tarik sendiri dalam menentukan legalitas hasil referendum Crimea di Ukraina. Self-determination atau hak menentukan nasib sendiri sebagai prinsip yang terdapat dalam Piagam PBB diperkuat dengan suatu Deklarasi mengenai Pemberian Kemerdekaan Wilayah-wilayah dan Bangsa-bangsa Terjajah (Declaration on the Granting Independence to Colonial Contries and Peoples) yang diterima PBB pada bulan Desember 1960 melalui Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1514 (XV).
Pada kasus referendum di Crimea, Majelis Umum PBB menyatakan referendum Crimea yang digelar 16 Maret ilegal atau tidak sah. PBB menyatakan Crimea tetap menjadi bagian dari Ukraina. Keputusan itu diambil melalui voting di majelis Umum PBB yang menghasilkan sebanyak 100 negara mendukung resolusi PBB tersebut, sementara 11 negara menentang dan 58 abstain. Pengakuan dunia internasional atas hasil referendum Crimea terbagi menjadi pihak menolak maupun pihak mengakui, hal tersebut disebabkan berbagai pertimbangan dalam negeri mereka sendiri. Pengakuan penggabungan Crimea sebagai bagian dari Federasi Rusia dihadapan hukum internasional, dapat ditinjau berdasarkan teori deklaratif karena pengakuan tidak menciptakan suatu Negara, bahwa suatu negara begitu lahir langsung menjadi anggota masyarakat internasional dan pengakuan hanya merupakan pengukuhan dari kelahiran tersebut. Sehingga, bagi negara yang mengakui maka Crimea akan dianggap sebagai bagian dari Rusia, sedangkan bagi negara yang tidak mengakui ataupun abstain, Crimea tetap dianggap sebagai bagian dari wilayah Ukraina. Maka dari itu, sikap Russia sebagai majelis PBB dengan tidak mengikuti PBB sebagai tertinggi serta melanggar ketentuan kekerasan dalam proses referendum ini.
Ada pun kecurigaan terhadap proses referendum yang terkesan terburu-buru tanpa sebab yang jelas. Ini terlihat dengan dimajukannya tanggal referendum yang awalnya dijadwalkan ke tanggal 25 Mei lalu berpindah ke 30 Maret dan akhirnya dimajukan menjadi 16 Maret. Ini membuat suatu pertanyaan besar atas kegusaran pihak penyelenggara referendum tersebut.
Saya berpandangan bahwa referendum yang dilakukan Crimea telah sesuai dengan Hukum Internasional yang dirumuskan didalam Piagam PBB Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 55, Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politi, Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1514 (XV) tahun 1960 Deklarasi mengenai Pemberian Kemerdekaan Kepada Wilayah-Wilayah dan Bangsa-Bangsa Terjajah dan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2625 (XXV) tahun 1970 tentang Deklarasi Prinsip-Prinsip Hukum Internasional dalam Hubungan Bersahabat dan Kerjasama diantara Negara-Negara Sesuai dengan Piagam PBB. Yang membuat tidak legal adalah menurut Venice Commission bahwasanya referendum ini tidak sesuai dengan hukum positif Ukraina dan norma-norma hukum internasional. Ditambahkan lagi bahwa Venice Commission mendefinisikan self-determination sebagai suatu sikap internal suatu negara dengan batas-batas yang sudah tersedia bukan secara external yang menghasilkan sebuah secession. Sehingga, bagi negara yang mengakui, maka Crimea akan dianggap sebagai bagian dari Rusia, sedangkan bagi negara yang tidak mengakui ataupun abstain, Crimea tetap dianggap sebagai bagian dari wilayah Ukraina.
38. Angela Novia Wangsa, 00000007416
Pada awalnya Crimea memanglah bagian dari Rusia. Namun pada Mei 1945 Uni Soviet menempatkan Crimea menjadi wilayah Ukraina. Penduduk Crimea sendiri sekitar 58% penduduknya merupakan etnis Rusia, 24% etnis Ukraina, dan sisanya adalah penduduk asli Crimea yang disebut juga bangsa Tartar. Setelah diadakannya referendum pada pertengahan Maret 2014 terdapat 96% warga Crimea yang setuju untuk berpisah dari Ukraina dan bergabung dengan Rusia. Hal ini juga menunjukan besarnya keinginan rakyat untuk memisahkan diri dari Ukraina. Referendum ini juga bukanlah referendum yang diadakan pertama kali, hal serupa juga terjadi sebelumnya pada tahun 1991 dan 1994.
Namun secara konstusional, referendum yang dilakukan oleh Crimea ilegal, karena hanya dilakukan sebelah pihak tanpa adanya persetujuan dari pemerintah Ukraina. Perdana Mentri Ukraina sendiri pun, menyatakan bahwa referendum itu ilegal dan inkonstitusional, karena menurut hukum yang berlaku di Ukraina pemisahan diri haruslah dilakukan dengan referendum yang melibatkan Ukraina secara keseluruhan.
Jika dilihat dari article 1 ICCPR, referendum ini sah adanya, karena itu merupakan hak yang dimiliki oleh warga Krimea dan negara lain wajib untuk menghargai keputusan yang mereka buat terhadapap kelangsungan hidup mereka sendiri. Namun, terdapat pengecualian dalam hal ini yang tertulis dalam ICJ, dimana dalam pemisahan tidak boleh adanya intervensi atau campur tangan terlebih dahulu dari negara lain. Dalam hal referendum Krimea diketahui adanya suatu tindakan militer yang dilakukan Rusia di pangkalan angkatan udara Sevastopol, yang diduga menganeksasi wilayah Krimea.
Meskipun jika tindakan Rusia bukanlah suatu tindakan intervensi, namun referendum itu tetaplah tidak sah karena tidak sesuai dengan hukum atau konstitusi yang berlaku di Ukraina.
39. Christopher Reza - 00000007334
Menurut saya hasil dari referendum crimea tidak legal.
Walaupun
dari hasil referendum 95,5% suara menginginkan Crimea untuk bergabung
dengan Russia, namun didalam referendum tersebut hanya dituliskan 2 opsi
sehingga tidak ada opsi bagi Crimea untuk kembali kedalam pelukan Ukraina.
Pertanyaannya yaitu :
1. "Apakah anda mendukung bergabungnya Crimea dengan Federasi Rusia, sebagai bagian dari Rusia?"
2. "Apakah anda mendukung restorasi konstitusi Crimea tahun 1992, dan status Crimea sebagai bagian dari Ukraina?”
Akan
tetapi sebenarnya dari restorasi Crimea tahun 1992 yang saya baca,
konstitusi memberikan pemerintah Crimea yang mempunyai kekuasaan untuk
membuat hukum sendiri dan mengendalikan pemerintahan sendiri,
baru kemudian tanggal 6 Mei 1992 parlemen Crimea menambahkan bahwa
Crimea adalah bagian dari Ukraina. Sehingga sebenarnya Crimea tidak
terikat pada negara Ukraina walaupun secara otonomi merupakan bagian
dari Ukraina.
Tindakan
Rusia mengintervensi Ukraina jelas melanggar hak dan kedaulatan
Ukraina, Crimea yang mayotitas penduduknya etnis Rusia,
mempunyai hak hukum untuk memisahkan diri dan keputusan
melakukan referendum adalah sesuai dengan norma hukum
International dan piagam, hal inilah yang digunakan oleh Rusia untuk
memprofokasi Crimea agar menggunakan hak referendum tersebut melalui
Presiden Vladmir Puttin.
Presiden
interim Ukraina, Oleksandr Turchynov juga menuduh referendum tersebut
sebagai bagian dari upaya invasi Rusia karena pemerintah Rusia juga
melakukan suatu kegiatan militer di pangkalan udara Sevastopol sehingga
hal ini menganeksasi wilayah Crimea.
40. Ezmeralda Pawan
V).Referendum mengenai status Krimea diadakan pada tanggal 16 Maret 2014 oleh parlemen Krimea dan pemerintah Sevastopol, yang merupakan subdivisi Ukraina. Parlemen Krimea dan dewan kota Sevastopol menganggap penjatuhan Presiden Ukraina Viktor Yanukovych selama revolusi Ukraina 2014 sebagai sebuah kudeta dan menganggap pemerintahan baru di Ukraina tidak sah. Krimea sendiri merupakan wilayah dengan sejarah yang panjang dan kompleks dengan demografi yang berubah-ubah. Referendum ini menanyakan apakah penduduk Krimea ingin bergabung dengan Federasi Rusia atau mengembalikan konstitusi Krimea 1992 dan status Krimea sebagai bagian dari Ukraina. Konstitusi 1992 memberikan banyak wewenang, termasuk dalam menjalin hubungan dengan negara lain. Parlemen Krimea sebelumnya telah menyatakan keinginannya untuk bergabung kembali dengan Rusia. Referendum ini tidak memberikan pilihan untuk menetapkan status quo seperti sebelumnya.
Referendum ini ditolak oleh negara-negara Barat yang menganggapnya tidak sah. Selain itu, Mejlis Bangsa Tatar Krimea - asosiasi politik bangsa Tatar di Krimea - memboikot referendum ini. Rancangan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mendeklarasikan ketidakabsahan referendum ini diveto oleh Rusia, sementara tiga belas anggota dewan keamanan lainnya mendukung dan satu negara (Republik Rakyat Tiongkok) menyatakan abstain.
Upaya penentuan nasib sendiri yang dilakukan warga Crimea telah sesuai dengan Hukum Internasional, dimana hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan prinsip di dalam hukum internasional yang dirumuskan didalam Piagam PBB Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 55, Konvensi Internasional HakHak Sipil dan Politi, Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1514 (XV) tahun 1960 Deklarasi mengenai Pemberian Kemerdekaan Kepada Wilayah-Wilayah dan Bangsa-Bangsa Terjajah dan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2625 (XXV) tahun 1970 tentang Deklarasi Prinsip-Prinsip Hukum Internasional dalam Hubungan Bersahabat dan Kerjasama diantara Negara-Negara Sesuai dengan Piagam PBB. Pengakuan dalam masalah penentuan nasib sendiri seharusnya lebih diperjelas dalam hal ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam hukum internasional, sehingga unsur politik yang terdapat dalam setiap kebijakan negaranegara untuk mengakui ataupun tidak mengakui tidak terjadi, dengan demikian unsur yuridis lebih dipertimbangkan dibandingkan dengan unsur politiknya.
Hak menentukan nasib sendiri merupakan prinsip yang terkandung dalam hukum internasional seharusnya dihormati oleh semua negara, meskipun terdapat prinsip hukum internasional mengenai kedaulatan teritorial suatu bangsa, namun apabila suatu bangsa yang merupakan kelompok minoritas secara geografis terpisah, secara kultural dan etnik pun berbeda, hak menentukan nasib sendiri harus dihormati bagi setiap bangsa, hal tersebut telah diatur dalam Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1514
41. HOTASI ALBIN
Pelaksanaan referendum yang dilakukan Crimea pada 16 Maret 2014 banyak menimbulkan kecaman dari berbagai negara, salah satunya adalah Ukraina yang tidak mengakui referendum dan mendesak dunia internasional untuk tidak mengakui referendum tersebut. Sekitar 1,5 juta warga Crimea memberikan suaranya. Referendum merupakan solusi yang diambil setelah parlemen Crimea mendeklarasikan Crimea merdeka dari Ukraina pada 11 Maret 2014.
Ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaan referendum harus dilakukan sesuai prinsip- prinsip dalam hukum internasional dan berdasarkan praktik-praktik PBB dalam mengawasi suatu proses hak untuk menentukan nasib sendiri secara jujur dan adil yang diikuti oleh para pihak berkepentingan serta referendum harus diawasi oleh dewan keamanan PBB untuk menjamin referendum tersebut berlangsung netral tanpa tekanan.
Pada dasarnya terdapat hak untuk menentukan nasib sendiri sebagai suatu hak asasi dalam hukum internasional adalah suatu konsepsi bahwa suatu bangsa harus dapat menentukan nasibnya sendiri dalam membentuk suatu organisasi negara dan harus dapat dengan bebas mengatur masalah-masalah internalnya dan hubungan luar negerinya sepanjang dipandang baik bagi bangsa itu.
Majelis Umum PBB mengesahkan ICCPR (Konvensi tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya) dan ICESCR (Konvensi tentang hak-hak sipil dan politik) pada tahun 1966 mulai berlaku sepuluh tahun kemudian dan dalam masing-masing kovenan tersebut mengatur mengenai hak menentukan nasib sendiri yang terdapat dalam pasal 1 piagam PBB.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan referendum yang digelar di Crimea sesuai dengan hukum internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Putin mengatakan itu kepada Presiden Amerika Serikat Barack Obama setelah hasil referendum memenangkan suara mayoritas yang ingin bergabung dengan Rusia.
Presiden AS Barack Obama mengatakan kepada Putin dalam panggilan telepon bahwa Amerika Serikat menolak hasil referendum dan memperingatkan bahwa Washington siap untuk menjatuhkan sanksi terhadap Moskow atas krisis.
Juru Bicara Gedung Putih Jay Carney mengatakan, Washington tidak akan mengakui hasil referendum Crimea itu dan menggambarkan aksi Rusia di kawasan itu sangat berbahaya dan mengganggu stabilitas politik kawasan.
Sejumlah pemimpin negara Barat juga menyuarakan penolakan mereka atas hasil referendum Crimea dan menganggap proses itu tidak sesuai dengan konstitusi.
Sementara itu, Presiden Parlemen Eropa Martin Schulz menyatakan, referendum Crimea itu bertentangan dengan undang-undang Ukraina dan hukum internasional dan akan menambah rumit usaha untuk menyelesaikan krisis.
KESIMPULAN
Jadi dapat disimpulkan ditarik bahwa referendum Cremia sah sah saja karena sesuai dengan Hukum Internasional, dimana hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan prinsip di dalam hukum internasional yang dirumuskan didalam Piagam PBB Pasal 1 ayat 2 dan Pengakuan dunia internasional atas hasil referendum Crimea menjadi terbagi pihak menolak maupun pihak mengakui, hal tersebut dikarnakan pertimbangan dalam negeri mereka sendiri. Sehingga, bagi negara yang mengakuinya maka Crimea akan dianggap sebagai bagian dari Rusia, sedangkan bagi negara yang tidak mengakui ataupun abstain, Crimea tetap dianggap sebagai bagian dari wilayah Ukraina.
42. INARA MAHESA CHAIDIR
Pelaksanaan referendum yang dilakukan Crimea pada 16 Maret 2014 banyak menimbulkan kecaman dari berbagai negara, salah satunya adalah Ukraina yang tidak mengakui referendum dan mendesak dunia internasional untuk tidak mengakui referendum tersebut. Sekitar 1,5 juta warga Crimea memberikan suaranya. Referendum merupakan solusi yang diambil setelah parlemen Crimea mendeklarasikan Crimea merdeka dari Ukraina pada 11 Maret 2014.
Ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaan referendum harus dilakukan sesuai prinsip- prinsip dalam hukum internasional dan berdasarkan praktik-praktik PBB dalam mengawasi suatu proses hak untuk menentukan nasib sendiri secara jujur dan adil yang diikuti oleh para pihak berkepentingan serta referendum harus diawasi oleh dewan keamanan PBB untuk menjamin referendum tersebut berlangsung netral tanpa tekanan.
Pada dasarnya terdapat hak untuk menentukan nasib sendiri sebagai suatu hak asasi dalam hukum internasional adalah suatu konsepsi bahwa suatu bangsa harus dapat menentukan nasibnya sendiri dalam membentuk suatu organisasi negara dan harus dapat dengan bebas mengatur masalah-masalah internalnya dan hubungan luar negerinya sepanjang dipandang baik bagi bangsa itu.
Majelis Umum PBB mengesahkan ICCPR (Konvensi tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya) dan ICESCR (Konvensi tentang hak-hak sipil dan politik) pada tahun 1966 mulai berlaku sepuluh tahun kemudian dan dalam masing-masing kovenan tersebut mengatur mengenai hak menentukan nasib sendiri yang terdapat dalam pasal 1 piagam PBB.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan referendum yang digelar di Crimea sesuai dengan hukum internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Putin mengatakan itu kepada Presiden Amerika Serikat Barack Obama setelah hasil referendum memenangkan suara mayoritas yang ingin bergabung dengan Rusia.
Presiden AS Barack Obama mengatakan kepada Putin dalam panggilan telepon bahwa Amerika Serikat menolak hasil referendum dan memperingatkan bahwa Washington siap untuk menjatuhkan sanksi terhadap Moskow atas krisis.
Juru Bicara Gedung Putih Jay Carney mengatakan, Washington tidak akan mengakui hasil referendum Crimea itu dan menggambarkan aksi Rusia di kawasan itu sangat berbahaya dan mengganggu stabilitas politik kawasan.
Sejumlah pemimpin negara Barat juga menyuarakan penolakan mereka atas hasil referendum Crimea dan menganggap proses itu tidak sesuai dengan konstitusi.
Sementara itu, Presiden Parlemen Eropa Martin Schulz menyatakan, referendum Crimea itu bertentangan dengan undang-undang Ukraina dan hukum internasional dan akan menambah rumit usaha untuk menyelesaikan krisis.
KESIMPULAN
Dapat ditarik bahwa referendum Cremia sah sah saja karena sesuai dengan Hukum Internasional, dimana hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan prinsip di dalam hukum internasional yang dirumuskan didalam Piagam PBB Pasal 1 ayat 2 dan Pengakuan dunia internasional atas hasil referendum Crimea terbagi menjadi pihak menolak maupun pihak mengakui, hal tersebut disebabkan berbagai pertimbangan dalam negeri mereka sendiri. Sehingga, bagi negara yang mengakui maka Crimea akan dianggap sebagai bagian dari Rusia, sedangkan bagi negara yang tidak mengakui ataupun abstain, Crimea tetap dianggap sebagai bagian dari wilayah Ukraina.
43. Jonathan Kevin
Pandangan saya adalah bila di lihat masalah ini memang rumit karena tiap negara baik ukraina maupun rusia memiliki alasan yang kuat mengapa mereka melakukan tindakan masing - masing. Tapi bila di lihat dari hukum internasional rusia telah melakukan kesalahan karena peran rusia terhadap krisis di krimea sangat besar dengan melakukan aneksasi illegal yang memprovokasi etnis rusia di krimea serta menurunkan pasukan ke krimea. Tetapi pada kenyataannya hampir seluruh warga dari krimea lebih memilih untuk lepas dari ukraina, walaupun ada juga yang tidak setuju dan memboikot referendum tersebut. Tetapi menurut saya apapun hasil dari referendum yang di lakukan krimea itu tidak sah hasilnya karena Referendum tersebut tidak mendapat pengesahan dari pemerintah ukraina dan banyak negara - negara yang tidak mengakuinya. Dan rusia dalam hal inipun banyak mendapat kecaman khusunya dari amerika dan negara - negara uni eropa.
44. Yehuda Bimo
Sebelum menuju kepada pendapat saya mengenai Referendum Krimea yang terjadi pada 16 Maret 2014, sudah seharusnya bagi saya untuk sedikit menjabarkan sejarah yang terjadi sehingga tercipta sebuah sengketa atau permasalahan antara dua pihak yang bersangkutan dalam referendum yang secara melibatkan dua negara yaitu Rusia dan Ukraina.
SEJARAH dan LATAR BELAKANG
Krimea (Republik Krimea) adalah penyatuan antara Republik Otonom Krimea dan Sevastopol yang kini menyatu sebagai bangsa tunggal setelah merdeka pada tahun 2014 dan bergabung dengan Rusia. Pada mulanya dua wilayah ini adalah bagian dari Kekaisaran Rusia pada masa lalu. Setelah Perang Dunia II, pemerintah Soviet mendeportasi suku Tatar Krimea (suku Muslim minoritas) dan mencabut status otonom Krimea. Dahulu pada tahun 1921, Rusia Soviet memberikan status otonom kepada Krimea setelah merebutnya dari Kekaisaran Rusia. Namun pada tahun 1954 pemerintah Rusia mentransfer wilayah Krimea kepada Ukraina dan pada tahun 1991 status otonom Krimea dikembalikan serta suku Tatar yang semula dideportasi diizinkan untuk kembali lagi. Pada tahun 1996, wilayah Krimea kembali ditegaskan status otonomnya melalui ratifikasi Konstitusi Ukraina yang menyatakan Krimea sebagai wilayah otonom sekaligus wilayah konstituen Ukraina yang tidak dapat dipisahkan.
Krisis dimulai pada saat berlangsungnya Revolusi Ukraina pada Februari 2014 yang melahirkan Krisis Krimea yang disebabkan karena digulingkannya pemerintah pro–Rusia dan keinginan masyarakat Krimea untuk bergabung dengan Rusia. Akhirnya, pada 11 Maret 2014 Parlemen Krimea bersama Dewan Kota Sevastopol mendeklarasikan kemerdekaannya dari Ukraina dan dengan deklarasi tersebut, memberikan hak untuk mengesahkan referendum yang memberikan pilihan bagi Krimea dan Sevastopol untuk bergabung dengan Federasi Rusia atau tetap menjadi bagian dari Ukraina.
Pada 16 Maret 2014 diadakanlah referendum tersebut. Setelah melalui pemungutan suara, mayoritas penduduk Krimea (96,77% dari 81,36%) warga Krimea yang ikut memilih menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan Federal Rusia. 40% dari suku Tatar Krimea yang berada di Sevastopol memilih bergabung dengan Rusia namun meminta Sevastopol dijadikan sebagai kota federal. Pada 17 Maret 2014, para legislator Krimea memutuskan untuk secara resmi bergabung dengan Federasi Rusia dan pada 18 Maret 2014 satu-satunya Negara anggota PBB yang mengakui bergabungnya Krimea dan Sevastopol dengan Federasi Rusia hanyalah satu Negara saja yaitu, Rusia. Pada hari itu sekaligus dilakukan perjanjian penggabungan secara resmi Krimea dan Sevastopol kedalam Federasi Rusia. Sampai dengan sekarang, proses integrasi masih terus berlangsung dalam berbagai aspek antara lain dalam bidang ekonomi dan hukum federasi.
PENDAPAT SAYA
Seperti diketahui, pada umumnya negara-negara di dunia menolak atau tidak mengakui bergabungnya Krimea dan Sevastopol dengan Federasi Rusia, termasuk Indonesia bahkan PBB. Satu-satunya Negara yang mengakui hal tersebut hanyalah Rusia yang notabene adalah Negara yang bersengketa dengan Ukraina mengenai masalah Krimea dan Sevastopol ini. Pada kenyataannya, referendum Krimea ini diintervensi secara militer oleh Rusia bahkan ketika negara-negara lain mengecam langkah Rusia tersebut. Rusia juga melakukan apa yang disebut dengan conquest, karena pemerintah Rusia secara terbukti terlibat dalam kerusuhan besar yang terjadi dalam Revolusi Ukraina pada bulan Februari 2014 yang menewaskan puluhan orang serta membuat Ukraina terpecah oleh karena perang saudara antar rakyat Ukraina pro-pemerintah dengan rakyat Ukraina yang pro-Rusia. Secara pengertian, conquest berarti merebut wilayah lain dengan menggunakan kekuatan bersenjata. Apa yang telah dilakukan Rusia sudah terbukti melanggar hukum internasional modern yang melarang intervensi secara militer untuk merebut suatu wilayah. Mengapa disini saya katakana “merebut”? Karena pada sesungguhnya wilayah Krimea dan Sevastopol adalah suatu wilayah yang otonom sesuai dengan Konstitusi Ukraina tahun 1996 yang menyatakan bahwa “Krimea adalah wilayah otonom dan konstituen Ukraina yang tidak dapat dipisahkan”.Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa Rusia telah melakukan aneksasi yaitu dengan merebut suatu wilayah yang telah menjadi bagian sah suatu negara lain dalam hal ini Ukraina. Dengan demikian, karena banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh Rusia yang terbukti secara sah telah melanggar konstitusi dan hukum internasional, maka referendum Krimea dapat saya simpulkan sebagai sesuatu yang inkonstitusional dan tidak sah. Sikap Rusia dibawah komando Presiden Vladimir Putin yang tidak memberikan respek terhadap hukum internasional dan seruan negara-negara lain yang tidak menyetujui referendum tersebut juga menjadi alasan pendukung bagi saya untuk tidak menyetujui Referendum Krimea dan penggabungan Krimea dan Sevastopol menjadi bagian dari Federasi Rusia. Maka patutlah bagi negara-negara seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, bahkan PBB tidak mengakui kemerdekaan Krimea dari Ukraina, karena hal tersebut adalah inkonstitusional.
45. Tony Gunawan
Crimea adalah wilayah Ukraina yang mayoritas penduduknya adalah etnis rusia selain etnik ukraina dan muslim tartar-crimea.Sebelumnya baik Ukraina maupun Crimea adalah negara bagian dari Uni Sovyet. Setelah era komunisme jatuh tahun 1991, Ukraina memerdekaan diri menjadi suatu negara. Semenanjung Crimea menjadi wilayah bagian dari Ukraina, tetapi dengan status otonom yaitu Republik Crimea yang memiliki parlemen pemerintahan, bendera, undang-undang sendiri, bahkan ibu kota sendiri yaitu Simferpool. Mulai tahun 2000 politik luar negeri Ukraina mulai beralih dari arah Rusia ke arah Uni-Eropa. Akibatnya adalah terjadi tarik menarik kepentingan antara rusia dan Uni Eropa – Barat yang menghasilkan dua kubu yaitu kubu condong ke Uni Eropa-Barat dan kubu condong ke Rusia. Puncaknya terjadi dalam tahun 2014 di mana terjadi penggulingan Presiden Ukraina yang pro Rusia oleh massa yang ingin Ukraina menjadi bagian dari Uni-Eropa. Dengan alasan melindungi warganya yang mayoritas, Rusia pun mengirim militernya ke Crimea yang diperkuat oleh keinginan Parlemen Crimea yang ingin memisahkan diri dari Ukraina dan memilih bergabung dengan Federasi Rusia.
Pendekatan sekilas sejarah Crimea menjadi wilayah Ukraina :
Jika melihat balik ke sejarah, Sejak abad ke-18 Crimea memang menjadi bagian dari Rusia. Tetapi sampai pada tahun 1954, Pemimpin Soviet Nikita Khrushchev menyerahkannya ke Ukraina. Pada saat itu, Ukraina masih berada dalam kungkungan Uni Soviet sampai pada tahun 1991, Ukraina secara resmi memerdekakan dari kungkungan kekuasaan Uni Soviet dan itu ditandai dengan runtuhnya Uni Soviet. Secara kultural, maka Crimea pun sejak saat itu menjadi bagian dari wilayah Ukraina.
Pendekatan Teori Secession of State / Pemisahan diri atas keinginan sendiri :
Yaitu suatu teori berpisahnya suatu negara menjadi negara baru baik melalui persetujuan bersama ( konstitusional ) maupun tanpa persetujuan negara ( inkonstitusional ) seperti pemberontakan. Hukum Internasional ini pada prinsipnya mengatur kedaulatan suatu negara.
Pendekatan Referendum :
Referendum adalah jajak pendapat rakyat suatu wilayah untuk dijamin kebebasannya untuk mengekspresikan kehendak mereka untuk menentukan nasibnya sendiri.
Referendum ini sesuai dengan piagam PBB yang mengatakan bahwa tiap negara berhak menentukan masa depan mereka sendiri.
Berdasarkan pendekatan-pendekatan tersebut di atas dapat disimpulkan :
- Referendum Crimea adalah sesuatu tindakan yang tepat yang sesuai dengan piagam PBB untuk menentukan nasib dan masa depannya sendiri. Dalam kasus ini 95 % penduduknya memilih untuk bergabung dengan Rusia ;
- Referendum juga dibenarkan dalam teori hukum internasional secession of state bagi negara yang ingin memisahkan dirinya secara konstitusional dan seyogyanya tanpa kekerasan ;
- Hal ini dapat dibenarkan jika melihat sejarah Crimea yang dahulunya adalah milik Uni Sovyet yang dihadiahkan kepada Ukraina. Jadi Rusia ingin membenarkan kesalahan sejarahnya dalam hal ini ;
- Kasus ini sebenarnya hampir sama dengan Ukraina sendiri yang ingin bergabung dengan Uni Eropa yang tidak secara konstitusional melainkan melalui pemberontakan dengan menggulingkan presiden terpilihnya, jadi sebenarnya masih ada dualisme kekuasaan secara de facto di sana. Menurut saya, tindakan referendum Crimea jauh lebih baik daripada tindakan penggulingan presiden di Ukraina ;
- ( Kasus ini hampir sama dengan sengketa kepulauan Malvinas antara Inggris dan Argentina yang dimenangkan oleh referendum yang memilih Inggris ) ;
- Referendum ini sebenarnya tinggal menunggu pengakuan internasional saja, di mana dalam hal ini terjadi tarik menarik antara kepentingan Rusia dengan kepentingan Uni Eropa.
Kesimpulan jawaban akhir :
Referendum Crimea merupakan suatu tindakan yang tepat yang sesuai dengan hukum internasional, di mana rakyat memilih untuk bergabung dengan Federasi Rusia, tetapi menjadi ilegal karena belum mendapat pengakuan internasional yang merupakan ranah politik.
45. Glenn Wijaya
45. Glenn Wijaya
Latar Belakang
Krisis di Crimea dimulai ketika Viktor Yanukovich, presiden terpilih Ukraina melalui pemilihan umum demokratis, tidak bisa berunding lagi dengan pemimpin oposisi di Ukraina. Setelah ia terdesak oleh kekerasan yang semakin menjadi-jadi, ia akhirnya meninggalkan ibukota Ukraina dan tidak lagi memegang kekuasaan atas Ukraina. Sebuah pemerintahan sementara (interim government) yang dipimpin oleh Oleksandr V. Turchynov menjadwalkan sebuah pemilihan umum pada tanggal 25 Mei dan akhirnya Petro Poroshenko pun dipilih menjadi presiden.
Pemerintahan Rusia lalu memobilisasi pasukan militernya pada tanggal 28 Februari 2014 untuk memproteksi populasi etnik Rusia. Basis Angkatan Laut Rusia di Black Sea/ Laut Hitam terletak di Sevastopol. Simferopol, ibukotanya, dan dua bandara utama lainnya sudah diambil alih oleh pihak Rusia. Selain itu, gedung Parlemen Crimea dan beberapa kantor polisi juga dikuasai oleh Rusia.
Perlu diketahui pula bahwa Crimea adalah daerah di Ukraina yang multietnik dengan mayoritas orang-orang keturunan Rusia. Crimea adalah daerah yang memiliki otonomi dan mempunyai Parlemennya sendiri. Pada tanggal 6 Maret 2014, Parlemen Crimea akhirnya menyetujui adanya referendum untuk menentukan apakah Crimea sebaiknya berpisah(secede) dari Ukraina dan bergabung dengan Rusia, ataukah tetap mempertahankan status quo, yakni sebagai daerah bagian dari Ukraina. Referendum pun berjalan pada tanggal 16 Maret 2014 dan mayoritas menyetujui bahwa Crimea sebaiknya menjadi bagian dari Rusia. Pemerintah kota Sevastopol juga menjalankan referendum serupa dan akhirnya mereka juga setuju untuk bergabung dengan Rusia.
Sehari setelah referendum usai, parlemen Crimea akhirnya meminta pemerintah Rusia untuk mengakui Crimea sebagai bagian dari Rusia dengan status Republik. Tanggal 18 Maret 2014, pemerintah Rusia, Crimea dan Sevastopol menandatangani Treaty on the Adoption of the Republic of Crimea to Russia yang diratifikasi oleh pemerintahan federal Rusia pada tanggal 21 Maret 2014.
Pemerintahan di Kiev telah menyatakan bahwa mereka tidak setuju dengan hasil referendum tersebut dan menyatakannya ilegal. Pemimpin Uni Eropa dan Amerika juga telah berkata bahwa referendum tersebut ilegal dan tidak sesuai dengan konstitusi Ukraina. Presiden Obama bahkan memberi sanksi terhadap beberapa warga Rusia, misalnya memberikan larangan visa bagi anggota militer Rusia dan orang-orang yang ikut terlibat dalam proses referendum Crimea.
Pihak Uni Eropa tadinya agak merasa tidak nyaman untuk memberikan sanksi serupa karena teringat oleh kasus Perang Dingin dan mengingat bahwa Crimea juga bergantung pada Rusia untuk impor minyak dan gas. Tapi,s etelah adanya aneksasi ilegal ini, pemerintah-pemerintah di negara-negara Uni Eropa akhirnya setuju untuk memberi sanksi yang serupa seperti yang dijatuhi Amerika Serikat.
Analisis Kasus
Meskipun 96,7 persen akhirnya menyetujui bahwa Crimea sebaiknya bergabung di Federasi Rusia, tapi bisa ditinjau bahwa banyak faktor yang menyebabkan referendum tersebut ilegal, terutama dari sudut pandang hukum.
Menurut pasal 73 dari UUD Ukraina 1996 dan pasal 3 dari Undang-Undang di Ukraina tahun 2012 mengenai ‘all-Ukrainian referendum’, perubahan daerah teritorial di Ukraina hanya dapat dilakukan dan disetujui apabila ada referendum yang mengikutsertakan seluruh warga Ukraina yang diperbolehkan untuk ikut referendum, termasuk yang tidak tinggal di Crimea. Dalam hal ini, UUD tidak dijalankan karena tidak semua warga Ukraina turut serta dalam referendum ini.
Venice Commission juga menyatakan bahwa referendum tersebut ilegal karena bertentangan dengan UUD Ukraina dan norma-norma hukum internasional. Venice Commission berpendapat bahwa hak menentukan nasib sendiri (the right to self-determination) harus dipahami sebagai self determination yang internal dalam batas-batas negara yang sudah ditentukan dan bukan sebagai self-determination eksternal melalui secession.
UN General Assembly juga menyatakan melalui Resolusinya bahwa referendum yang diadakan di Crimea adalah ilegal. 100 Negara mendukung pernyataan tersebut dan 11 lainnya tidak setuju bahwa referendum tersebut ilegal. Menurut pemerintah Ukraina, resolusi ini ingin mengatakan bahwa seharusnya Rusia, sebagai anggota Security Council atau Dewan Keamanan PBB seharusnya menjalankan Piagam PBB yang menjunjung tinggi integritas teritorial (territorial integrity) dan tidak menggunakan kekerasan (the non-use of force) dalam menyelesaikan masalah.
Alasan lain mengapa referendum ini ilegal karena Crimea sebelumnya dalam pendudukan militer Rusia (military occupation) yang didukung kuat oleh Pemerintah boneka Rusia yang akhirnya mengusulkan referendum tanpa dihadiri oleh anggota parlemen yang tidak pro-Rusia. Selain itu, hasil referendum juga tidak bisa diverifikasi oleh pihak imparsial, baik domestik maupun internasional. Jadi, tidak jelas siapa yang sebenarnya ikut referendum, apakah benar warga Crimea atau bukan.
Referendum ini juga diadakan secara mendadak dan tanpa persiapan yang baik, sehingga patut dicurigai betapa tidak transparannya pihak panitia referendum ini. Misalnya saja tanggal referendum yang dua kali berubah dari tanggal 25 Mei menjadi 30 Maret dan terakhir tanggal 16 Maret. Para pihak yang menjadi bagian dari Komisi Referendum, jumlah peserta referendum dll juga tidak transparan.
Kesimpulan
Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa hasil referendum tersebut diatas tidak dapat dibenarkan karena bertentangan dengan hukum nasional Ukraina dan juga hukum internasional, serta tidak melalui proses-proses referendum yang demokratis karena tidak dapat diverifikasi kebenarannya oleh pihak-pihak eksternal yang imparsial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar