Selasa, 17 Februari 2015

Tugas Kelompok, "THE MOST SERIOUS CRIMES"


 TUGAS KELOMPOK HUKUM INTERNASIONAL



NAMA: Afi noviandari, Thomas, Ardi Akbar Ramadhan (00000009956)

KELAS: HUKUM D



1.       Definisi The Most Serious Crime

The most serious crime atau bias di bilang extraordinary crime adalah tindak kriminalitas yang sangat berbahaya dan kejahatan tersebut mempunyai hukuman yang sangat berat.

Contohnya:

PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL.

          Nomenklatur tentang kejahatan perang digunakan secara berbeda menurut beberapa Statuta atau Konvensi Internasional yang mengatur tentang tindakan kejahatan perang, dalam Konvensi Den Haag tentang hukun dan kebiasaan perang didarat tanggal 18 Oktober 1907 memberi istilah kejahatan perang sebagai " serious violations " demikian juga Konvensi Jenewa tangg 12 Agustus 1949 dan Protokol tambahan Jenewa tahun 1977 memberi istilah sebagai " grave breaches " sedangkan Konvensi Genosida menyebut definisi kejahatan perang sebagai " a crime under international law "



2. apakah undang-undang yang mengatakan hukuman mati?



Jadi kita dapat merujuk kepada keputusan mahkamah konstitusi mengenai  pasal 80 UUD nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika yang memuat sanksi pidana mati terhadap UUD 1945. Dan didalam artikel terikat "konveksi internasional hukuman mati mesti jalan terus" dan pada tanggal 30 oktober tahun 2007 diberitahukan bahwa"MK" menolak adanya uji materi hukuman mati pada UUD narkotika dikarenakan UU narkotika tidak bertentangan dengan hak hidup yang dijamin UUD 1945. Menurut MK, hak asasi dalam konstitusi harus dipakai dengan menghormati hak asasi orang lain demi berlangsungnya ketertiban umum dan keadilan sosial. Dengan demikian hak asasi manusia harus dibatasi dengan instrumen Undang-Undang, yakni Hak untuk hidup itu tidak boleh dikurangi, kecuali diputuskan oleh pengadilan.



3.     Yang bisa melaksanakan pidana adalah Mahkama Agung



2. NAMA :     Ezmeralda Pawan (00000008064)

                        Melisa Salim (00000008083)

                        Nova Shintya R.D. Purba (00000009797)

KELAS :         Hukum D regular 410D

Apakah RI bisa menerapkan hukuman mati?

1.   Apa yang dimaksud dengan tindak kejahatan yang paling serius? Apa saja delik-delik hukuman mati yang masuk dalam kejahatan yang paling serius?

Tindak kejahatan yang paling serius adalah perbuatan yang tidak berperikemanusiaan yang dilakukan secara sengaja sehingga mengakibatkan penderitaan, luka parah baik tubuh maupun mental ataupun kesehatan fisik. Tindak pidana serius yang berlaku di Indonesia, antara lain:

1.   Makar dengan maksud membunuh presiden dan wakil presiden (Pasal 104 KUHP);

2.   Melakukan hubungan dengan negara asing sehingga terjadi perang (Pasal 111 Ayat 2 KUHP);

3.   Pengkhianatan memberitahukan kepada musuh di waktu perang (Pasal 124 Ayat 3 KUHP);

4.   Menghasut dan memudahkan terjadinya huru-hara (Pasal 124 bis KUHP);

5.   Pembunuhan berencana terhadap kepala negara sahabat (Pasal 140 Ayat 3 KUHP);

6.   Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP);

7.   Pencurian dengan kekerasan secara bersekutu mengakibatkan luka berat atau mati (Pasal 365 Ayat 4 KUHP);

8.   Pembajakan di laut mengakibatkan kematian (Pasal 444 KUHP);

9.   Kejahatan penerbangan dan sarana penerbangan (Pasal 149 K Ayat 2 & Pasal 149



*Menurut sudut pandang Syariat Islam, Hukuman mati merupakan hukuman puncak, terutama untuk tindak pidana yang dinyatakan sangat berbahaya seperti pembunuhan (al-qital) dimana jika tidak ada pengampunan dari pihak keluarga dengan membayar denda pengganti (al-diyat), maka pelakunya dapat dijatuhi hukuman mati sebagai bentuk hukum balas/timbal balik (al-qishas).

*Menurut sudut pandang Hukum HAM Internasional, Hukuman mati merupakan salah satu isu yang paling kontroversial dalam Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia (International Covenant on Civil and Political Rights). Meski diakui hak hidup sebagai non-derogable rights (hak yang tidak dapat dikurang-kurangi), pada Pasal 6 (ayat 2, 4, dan 5) secara tekstual dinyatakan bahwa hukuman mati masih diperbolehkan.



2.   Apakah ada Undang-Undang yang mengatakan bahwa tindak pidana narkotika bisa dihukum mati?

Ya, ada. Dalam perundang-undangan di Indonesia sudah diratifikasi undang-undang yang mengatur tindak pidana narkotika dapat divonis hukuman mati, yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Dalam pasal 114 ayat 2 menyatakan bahwa akan hukuman mati bagi pengedar narkoba. Indonesia memakai dasar UU hukum Nasional untuk menghukum mati pengedar narkoba.



3.   Apakah bisa dibuktikan bahwa tindak pidana narkotika divonis hukuman mati oleh pengadilan?

Ya, bisa dibuktikan. Berikut ini adalah beberapa vonis oleh pengadilan atas tindak pidana narkotika di Indonesia, yaitu:

    Muhammad Abdul Hafeez, warga negara Pakistan yang divonis hukuman mati pada tahun 2013

    M. Adami Wilson alias Abu yang divonis hukuman mati pada tahun 2013

    Hansen Anthony Nwaliosa, warga negara Nigeria yang divonis hukuman mati pada tahun 2008

    Ayodya Prasad Chaubey, warga negara India yang divonis hukuman mati pada tahun 2004

    Dan lain-lain

Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_Mati



Indonesia tidak melanggar pasal 6 ICCPR karena dalam pasal 6 ayat(2) dinyatakan bahwa di negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, putusan hukuman mati hanya dapat dijatuhkan terhadap beberapa kejahatan yang paling serius. Sehingga Indonesia dapat melaksanakan hukuman mati setelah adanya putusan pengadilan mengenai pelanggaran yang terjadi akan tindak kejahatan serius.



3. Nama Kelompok:



Getar Jiwa Adita (00000009877)

Muhammad Dhana Halim (00000008825)

Reza Chandra (00000008894)



1.Apakah Undang-undang Terorisme termasuk dalam The Most Serious Crime?

Ini termasuk The most serious crime, karena  terorisme adalah tindakan kekerasan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang atau lebih dan mengakibatkan ancaman untuk negara yang tersangkut sehingga membuat rakyat yang tinggal di dalam negara tersebut menjadi terancam dan Terorisme juga merupakan suatu pelanggaran HAM berat.

2. Adakah Undang-undang/Hukum positif  yang mengatakan bahwa itu harus dihukum mati?

(Apabila kasus itu dikaitkan dengan kasus Terorisme)

Sanksi hukum positif yang ada di Indonesia bagi para teroris, diantaranya terdapat pada pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme junto Perpu Nomor 1 Tahun 2002 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2002 yang berbunyi  “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun ”.

3. Apa bisa dibuktikan kalau hukuman mati ini diputuskan oleh pengadilan yang kompeten?

Iya karena ini menyangkut dengan nyawa seseorang jadi dipastikan bahwa pengadilan yg menghukumnya harus berkompeten dan terlebih lagi hakim pasti sudah mengetahui rangkaian kasus yang diperbuat orang tersebut.

Dan ini adalah contoh kasus Amrozi dkk saat di vonis hukuman mati

Walaupun vonis hukuman mati telah berlaku tetap semenjak 2003, pelaksanaan hukuman tertunda berkali-kali karena tim pengacara mereka berusaha mengajukan sejumlah keberatan. Pertama kali yang dilakukan adalah melakukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus ini. Setelah ditolak pada tahun 2008 awal, kembali tim pengacara mengajukan uji terhadap keputusan MA ke Mahkamah Konstitusi. Usaha terakhir adalah dengan mengajukan uji terhadap pelaksanaan hukuman mati, karena ketiga terpidana tidak menginginkan dihukum mati dengan ditembak, melainkan dengan dihukum pancung sesuai syariat Islam. Usaha ini ditolak kembali oleh Mahkamah Konstitusi.

Sebelum pelaksanaan hukuman tim pengacara sempat menyatakan akan membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional.

Semula dinyatakan, pelaksanaan eksekusi dilakukan sebelum bulan Ramadan tahun 2008, namun kemudian ditunda, diduga dengan alasan belas kasihan. Pelaksanaan menjadi jelas sejak tanggal 5 Nopember 2008 setelah ketiganya dipindah ke ruang pengamanan maksimum dan diberitahu bahwa paling lama dalam 3 kali 24 jam akan segera dieksekusi.

Dalam seluruh proses mereka meminta agar mata mereka tidak ditutup. Tidak ada perlawanan yang mereka lakukan. Iring iringan mobil mulai berangkat dari LP Batu, Nusa Kambangan sejak pukul 23.15 WIB menuju lokasi eksekusi di bekas LP Nirbaya, sekitar 6km ke arah selatan Lapas Batu. Ketiganya dinyatakan meninggal sekitar pukul 00.15 WIB



4. Nama Kelompok : Rezky Kariema (00000010197)

Muhammad bukhari muslim (00000008998)

Rendi dwi akbar (00000009074)



Q : Apakah RI bisa menerapkan hukuman mati?



Menurut kelompok kami hukuman mati bisa berlaku di Indonesia, karena sesuai ICCPR Ps 6,  tertulis hukuman mati hanya diperbolehkan jika terjadi pelanggaran kriminal berat ( the most serious crime ). Dalam hal ini kami akan memberikan salahsatu contoh pelanggaran kriminal berat yang ada di Indonesia, yaitu kasus Bom Bali 1 & 2. Pada tanggal 12 oktober 2002, terjadi tiga rangkaian pengeboman di satu malam yang sama. Dua ledakan pertama terjadi di Paddy’s Pub dan Sari club dijalan Legian,Kuta Bali , Sedangkan ledakan terakhir terjadi dekat kantor konsulat Amerika serikat. tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka atau cedera. Diantara beberapa tersangka terdapat 3 tersangka yang dijatuhkan hukuman mati yaitu Amrozi, Ali ghufron, dan Imam samudra. Mereka dieksekusi dengan cara ditembak mati pada tanggal 9 november 2008 berdasarkan pasal 14 jo pasal 6 Perpu No.1 tahun 2002 jo Pasal 1 UU No.15 tahun 2003 jo Pasal 1 Perpu No.2 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana teroris yang divonis oleh hakim pengadilan negeri Denpasar. Jadi inti dari topik diatas adalah Indonesia bisa menerapkan hukuman mati walaupun Indonesia sudah meratifikasi ICCPR karena di ICCPR ps 6 tertulis “Negara yang masih memberlakukan hukuman mati hanya diperbolehkan jika terjadi kasus pelanggaran kriminal berat”. Tindakan terorisme sendiri termasuk salahsatu tindak pelanggaran kriminal berat.



Demikian pendapat dari kelompok kami.



5. Angela Novia Wangsa         00000007416

Christopher Reza S                 00000007334

Jonathan Kevin Tatuil                        00000008560



Tidak, karena jika menurut ICCPR pasal 6 yang mengatakan hukuman mati hanya dapat diterapkan pada “the most serious crime” maka, Indonesia tidak menyalahi ICCPR pasal 6 itu, karena mengedarkan  narkotika itu merupakan salah satu “the most serious crime” di dunia, dan hal itu bukan hanya berlaku di Negara Indonesia saja, melainkan juga beberapa Negara lainnya. Saa hal nya dengan kejahatan genosida, mengedarkan narkotikapun merupakan perbuatan yang merugikan banyak orang. Dengan mengedarkan narkotika, para pengedar memberikan dampak yang besar bagi para penerus bangsa, dan secara tidak langsung membunuh orang  dengan narkotika yang diedarkannya.

Hukuman mati juga tidak melanggar undang-undang tentang narkotika yang berlaku di Indonesia, karena di dalam  Pasal 114 UU RI No. 35 Tahun 2009[bagi tersangka kedapatan mengedarkan narkotika]

Ayat  (2)    Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Dalam pasal itu jelas tercantum bahwa pengedar atau penjual narkotika yang beratnya melebihi 5gram dapat dipidana mati. Dan para pelaku yang dipidana mati mencukupi syarat untuk dipidana mati.

Dalam hukuman mati ini juga diputuskan oleh pengadilan yang kompeten yaitu Mahkamah Agung yang merupakan pengadilan tertinggi di Indonesia, serta dengan prosedur yang benar sesuai dengan aturan .

Sumber:





6.  TUGAS HUKUM INTERNASIONAL

19 Januari 2015

Kelas D 410





NAMA KELOMPOK :

Josua Samuel Silalahi ( 00000010211 )

Maulana Yusuf ( 00000010193 )

Tony Gunawan ( 00000007465 )



Soal :

Pasal 6 ICCPR  : Di negara-negara yang belum menghapus hukuman mati, hukuman mati tersebut hanya bisa diterapkan terhadap tindak pidana serius sesuai dengan hukum yang berlaku pada saat tindak pidana tersebut dilakukan dan tidak bertentangan dengan aturan-aturan dalam hukum Internasional.

Apakah Indonesia bisa terapkan hukuman mati dan apakah argumentasinya ?

Jawab :

1.     Penjelasan sepintas mengenai ICCPR

ICCPR merupakan perjanjian internasional yang dibuat oleh PBB tahun 1966 dan berlaku mulai tahun 1976 setelah 35 negara termasuk Indonesia meratifikasi konvensi ini, sehingga Indonesia harus tunduk dan terikat kepada konvensi ini.

Pasal 6 ICCPR menuliskan tentang hak untuk hidup dan ada penjelasan yang mengatakan jika di negara-negara yang belum menghapus hukuman mati maka hukuman mati tersebut hanya bisa dilakukan terhadap tindak pidana serius (the most serious crime).

2.     Kita lihat dari kaca mata UU Narkoba di Indonesia yaitu UU no 35 tahun 2009, apakah UU ini termasuk dalam jenis tindak pidana serius dalam pasal 6 ICCPR ?



Dalam pasal 114 ayat 2 UU no 35 tahun 2009 disebutkan ada pidana mati bagi pengedar narkoba dalam kategori yang ditentukan oleh undang-undang.



Dalam art 6 (2) Capital Punishment and the ICCPR menulis “ In Countries which have not abolished the death penalty, sentence of death maybe imposed only for the most serious crime”



UN Special Rapporteur on Extrajudicial, Summary or Arbitary Executions ( 1996 ) mengatakan bahwa “ The death penalty should be eliminated for crimes such as economic crimes and drug – related offences.”



Berdasarkan kedua hal tersebut di atas dapat diartikan bahwa narkotika bukan termasuk tindak pidana serius atau the most serious crime seperti yang dituliskan dalan ICCPR art 6 (2).



Hipotesis : UU Narkoba di indonesia bertentangan dengan ICCPR art 6 (2) dikarenakan narkoba tidak termasuk dalam tindak pidana serius atau the most serious crime yang dimaksud.



3.     Apakah ada UU yang mengatakan bahwa diperbolehkan hukuman mati untuk pengedar narkoba.



Dalam pasal 114 UU Narkoba nomor 35 tahun 2009 ayat 2 disebutkan ada hukuman mati bagi pengedar narkoba.



Kesimpulan:  Dalam hukum nasional Indonesia hakim bisa memutuskan hukuman mati bagi pengedar narkoba sesuai dengan undang-undang nasional.



4.     Apakah benar-benar ada pengadilan yang bisa memutuskan apakah hukuman mati diperbolehkan untuk kasus narkoba atau tidak ?



Masih terjadi dualisme dalam kasus ini apakah harus terikat kepada hukum nasional atau hukum internasional di mana masing-masing pihak bertahan kepada norma hukum masing-masing.



Saran kita : Forum diskusi dan sosialisasi antara negara-negara yang masih ada hukuman mati dengan hukum internasional sehingga terjadi keselarasan antara negara-negara sehingga terjadi suatu kesatuan tujuan dan bisa terjadi suatu transformasi hukum internasional ke dalam hukum nasional negara tersebut.



Kesimpulan berdasarkan ke 4 hal tersebut di atas adalah : Indonesia secara faktual bisa dan berani menerapkan hukuman mati bagi pengedar narkoba walaupun dilarang oleh hukum Internasional.

Terima Kasih



7. Aulia Rachmdani 00000010134

Arina Sondang 00000010318

Tengku Aniska Sabila 00000010192









Tindak kriminal serius yang terancam hukuman mati di Indonesia





Definisi tindak pidana yang serius itu adalah tindak pidana yang berpotensi merugikan dan mengancam kehidupan banyak oranberdasarkan. buktinya, tindak pidana yang terancam hukuman mati semuanya membahayakan nyawa banyak orang lain.

Di dalam KUHP, ada sembilan jenis tindak kriminal yang apabila dilanggar dapat dikenakan hukuman mati, yaitu:


1. Makar dengan maksud membunuh kepala negara, presiden dan/atau wakil presiden (Pasal 104 KUHP);

2. Melakukan pengkhianatan terhadap Negara dengan cara berhubungan dengan negara asing sehingga terjadi perang (Pasal 111 Ayat 2 KUHP);

3. Pengkhianatan dalam bentuk memberikan informasi kepada musuh di waktu perang (Pasal 124 Ayat 3 KUHP);

4. Menghasut dan menyebabkan terjadinya huru-hara (Pasal 124 bis KUHP);

5. Pembunuhan berencana terhadap kepala negara sahabat (Pasal 140 Ayat 3 KUHP);

6. Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP);

7. Pencurian dengan kekerasan secara berkelompok sehingga mengakibatkan luka berat atau kematian (Pasal 365 Ayat 4 KUHP);

8. Pembajakan di laut yang mengakibatkan kematian (Pasal 444 KUHP);

9. Kejahatan penerbangan dan sarana penerbangan (Pasal 149 K Ayat 2 & Pasal 149 Ayat 2 KUHP).



Selain dari tindak pidana yang diatur dalam KUHP, ada beberapa ketentuan-ketentuan di luar KUHP yang juga mengatur tentang kejahatan yang diancam dengan tindak pidana mati, di antaranya adalah:


1. Tindak Pidana Ekonomi ( UU No 7/Drt/1955 );

2. Tindak Pidana Narkotika (UU No 35 Tahun 2009);

3. Tindak Pidana Korupsi (UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001);

4. Tindak Pidana terhadap Hak Asasi Manusia (39 tahun 1999);

5. Tindak Pidana Terorisme ( Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003).






Vonis hukuman mati untuk pelaku tindak pidana narkotika tempo hari diberikan oleh pengadilan yang sah

Bisa dibuktikan bahwa vonis hukuman mati yang diberikan kepada enam orang pelaku tindak pidana narkotika yang dieksekusi tempo hari memang diberikan oleh Pengadilan Negeri yang sah di Indonesia.







Konklusinya, RI tidak melanggar hukum internasional dan bisa menerapkan hukuman mati, karena:

1. tindak pidana narkotika ada tindak pidana serius yang dapat dikenakan hukuman mati berdasarkan hukum Indonesua

2. vonis hukuman mati untuk pelaku tindak pidana narkotika dijatuhkan oleh pengadilan negeri yang sah dan berwenang










8. Kendra Wiratama Sugiharta            – 00000007406                       TUGAS KELOMPOK HI

Dennis Christian David                      - 00000007756           

Kevin Christiansen David       - 00000007755



QUESTION

1.)   Apakah UU narkoba masuk dalam kategori ini > cari apakah Undang Undang narkoba termasuk dalam the most serious crimes?



2.)   Apakah ada UU yang mengatakan bahwa itu dihukum mati > ada undang-undang yang mengatakan bahwa narkoba bisa di hukum mati



3.)   Apakah ada pengadilan yang bisa menilai secara kompeten untuk memutuskan hukuman mati itu secara tegas?



ANSWER



1. Ya, menurut pakar hukum pidana Djoko Sarwoko mengemukakan bahwa hukuman mati pada pelaku kejahatan narkoba perlu tetap di berlakukan, karena kejahatan tersebut termasuk dalam the most serious crimes.



2. Undang-undang yang mengatakan bahwa kejahatan narkoba dapat di hukum mati. UU yang mengatakan bahwa kejahatan narkoba itu dapat di hukum mati , terdapat pada : tanpa hak memproduksi narkotika ( 80(1) a,b & c UU no.22/1997 tentang narkotika ) , diancam hukuman 7 tahun s.d pidana mati/seumur hidup + denda max Rp.500.000.00, 00.



4.   Bisa, asalkan tetap mengacu pada keputusan presiden yang sudah menolak grasi dan tetap memutuskan untuk menjatuhkan hukuman mati kepada terpidana tersebut.





9. jovano B.W & Raymond Tjhie



 1.      Apakah Undang-undang narkoba termasuk dalam the most serious crime?

2.      Apakah Undang-undang yang mengatakan hukuman mati?

3.      Apa bisa di buktikan kalau hukuman mati ini di putuskan oleh pengadilan yang kompeten?

Answer:   

Dari perspektif hukum nasional 

1.      UU narkoba termasuk kejahatan yang berat. Arti dari the most serious crime itu sendiri adalah kejahatan yang dilakukan dengan sengaja dan mengakibatkan bahaya atau kemungkinan kematian bagi umat manusia, dan hukuman yang di jatuhkan kepada pelakunya adalah hukuman mati.

2.       Ya,  Undang-undang tidak pernah mengatakanbahwa: “barang siapa tanpa hak dan melawan hukum memproduksi, mengolah , mengekstraksi, merakit atau menyediakan narkotika dengan golongan 1, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup”.  Golongan 1 adalah: Yang berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan, tidak digunakan untuk terapi. Contoh: Ganja, heroin, kokain,LSD, ekstasi, STP. Hal ini diatur tentu dalam Non-Self execute provisional karena Perjanjian internasional mengatur bahwa Narkotika adlah kejahatan yang serius namun dalam UU 22 tahun 1997 diatur hukum manti bagi mereka yang berhubungan dengan narkotika golongan 1.

3.      Ya dalam hal nya hukuman mati hanya boleh dilakukan oleh MA berdasarkan pasal 200 KUHAP dan ditandatangani oleh presiden. Berdasarkan kasus eksekusi 6 gembong narkoba 18 Januari 2015 telah dilakukan peninjauan kembali oleh MA dan Permohonan Grasi terhadap Presiden.  MA adalah Pengadilan yang berkompeten dalam Hukum di Indonesia. Karena TKP adalah di indonesia dan MA adalah Peradilan yang paling tinggi

      Dari Perspektif Hukum Internasional  

1.      Komiti HAM PBB telah memperjelas bahwa konsep kejahatan serius tidak merana kepada kejahatan ekonomi seperti penyelundupan narkoba dan sebagainya ( Ammicus journal 2010). Namun pada pasal 38 ICJ bahwa PBB hanya menyarankan hukuman mati tidak di perbolehkan.

2.      UUD 1945 pasal 28a berkata bahwa “seluruh manusia mempunyai hak untuk hidup dan sedikitpun hak hidupnya tidak boleh di kurangi ataupun di limitasi dalam situasi apapun. 

3.      Bila Indonesia menganut sistem monisme maka hukuman mati tidak dapat dilakukan karena bertentangan dengan norma IDHR pasal 1 ayat 1 “every human have rights to live”. Namun bila Indonesia menganut sistem dualisme maka jawabannya akan ada seperti yang sudah tertulis pda jawaban nomer 3 sebelumnya.;



Tugas Kelompok HI

10. Bob Allen Simatupang, Georgina Agatha, Inara Mahesa Chaidir

Apa bisa dibuktikan kalau hukuman mati ini diputuskan oleh pengadilan yang berkompeten?
Ya, tentunya putusan pengadilan yang berkompeten dalam mengeksekusi hukuman mati adalah MA, melalui persetujuan beserta tanda tangan Presiden. Hukuman mati diatur dalam Pasal 11 jo Pasal 10 KUHP yang juga didalamnya mengatur mengenai jenis kasus pidana seperti narkoba  yang sama halnya dapat direfleksikan pada kasus narkoba oleh 6 terpidana gembong narkoba yang dieksekusi mati per 18 Januari 2015dini hari.  Indonesia tidak melanggar ICCP secara dualisme yang dianut disini menyimpulkan bahwa Hukum Nasional tidak terikat dengan Hukum Internasional dan tidak melanggar norma Perjanjian Internasional. Kasus mirip, di Mesir, pengadilan nasional Mesir pun telah menetapkan hukuman terhadap 529 anggota gerakan The Muslim Brotherhood dan dikasus tersebut Mesir pun telah ikut ratifikasi konvensi ICCAP sama halnya Indonesia. Jadi, dengan pengadilan nasional yang berkompeten di masing-masing negara yang belum menghapuskan hukuman mati di kepidanaannya, dapat dibuktikan selayaknya sesuai Hukum Nasional negara tersebut.

Hukuman/pidana Mati (diatur dalam pasal 11 jo Pasal 10 KUHP) 

Penpres no. 2/1964 : ditembak dibagian jantung dan/atau kepala dan tidak dilakukan di uka umum (rahasia, baik waktu dan tempat eksekusinya)

THE MOST SERIOUS CRIMES 
Pembatasan pengenaan hukuman mati untuk kejahatan yang paling serius adalah prinsip yang ditetapkan dalam hukum internasional tidak memiliki definisi dan persetujuan. Pelapor Khusus mengenai kondisi ekstra judisial, resume keputusan arbitrase telah menyatakan bahwa hukuman mati harus dihapuskan bagi kejahatan ekonomi, masalah narkoba, pelanggaran tanpa korban, dan tindakan yang berkaitan dengan nilai-nilai moral termasuk perzinahan, pelacuran dan pelecehan seksual.Namun, interpretasi ini dipermasalahkan oleh sejumlah negara, sehingga tidak dapat diterima secara universal. Sebagai contoh, beberapa negara Islam menganggap zina dan kemurtadan karena beberapa kejahatan yang paling serius, sementara di Amerika percaya bahwa kejahatan yang paling serius termasuk pelanggaran politik dan ekonomi dan seperti Singapura pelanggaran narkoba hal sebagai salah satu kejahatan yang paling serius.
Dan pada tahun 2006, Pelapor Khusus PBB tentang ekstrajudisial, mempersempit penafsiran "The Most Serious Crimes" dengan mendefinisikan sebagai "kasus di mana dapat ditunjukkan bahwa ada niat atau sengaja dan mengakibatkan hilangnya nyawa"

11.  Jessica 00000007616, Melinda Fortuna 00000007627

  1. The most serious crime secara harfiah diartikan sebagai kejahatan yang paling serius atau bias dikatakan sebagai extraordinary crime yaitu kejahatan luarbiasa yang membahayakan banyak orang dan mengakibatkan kerugian secara universal dan mengakibatkan pelanggaran HAM berat. Adapun kejahatan yang termasuk kedalam The most serious crime diantaranya, ialah:
  1. kejahatan Terorisme
  2. Kejahatan Korupsi
  3. Kejahatan Pembunuhan
  4. Kejahatan Narkotika


Bukti bahwa kejahatan-kejahatan tersebut termasuk kejahatan yang paling serius yaitu karena diatur didalam:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN  dalam point Menimbang dikatakan bahwa: a. bahwa tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya merupakan kejahatan luar biasa karena mengakibatkan kerugian yang besar bagi negara atau masyarakat atau korban yang banyak atau menimbulkan kepanikan, kecemasan, atau ketakutan yang luar biasa kepada masyarakat;


  1. Adanya hukuman mati  diatur dalam “Pasal 10 KUHP yang menyatakan bahwa pidana mati merupakan salah satu jenis pidana pokok yang diberlakukan di Indonesia, pidana hukuman mati pada kejahatan luarbiasa ini diatur didalam:
  1. Kejahatan Terorisme, Undang-undang No 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. Terdapat pada pasal 6 yaitu : “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara luas aau menimbulkan korban yang bersifat misal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasiltas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 4 (empat) dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.”
  2. Kejahatan Korupsi,  Pasal 2 ayat (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

    ayat (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
  3. Kejahatan Pembunuhan berencana, dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah “ Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana ( moord ), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”
  4. “Kejahatan Narkotika, pasal 114 ayat (2) UU no. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu : (2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

  1. Pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2-3/PUU- V/2007 mengenai uji materi tentang pidana mati. Bahwa dalam putusan tersebut mahkamah konstitusi menolak penghapusan pidana mati karena ancaman pidana mati, tidak bertentangan dengan Pasal 28A dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945. Sehingga kejahatan yang termasuk didalam kejahatan extraordinary yang menjatuhkan hukuman mati khususnya pada kasus terorisme tidak melanggar HAM. Dan juga yang menentukan hukuman bagi pelanggar kejahatan luarbiasa/serius tersebut adalah pihak yang berwenang dalam hal ini adalah kewenangan Hakim dalam putusan pengadilan yang berkekuatan hokum tetap yang dikeluarkannya bukan terletak pada pendapat organisasi masyarakat atau pihak lain yang tidak memiliki kewenangan menghukum terdakwa sesuai dengan UU Kekuasaan Kehakiman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar